إِِنْ لَمْ أحْسَنْ فِيْ دُعَائِىْ لَكَ يَا اللّٰه، أنْتَ أَعْلَمُ بِمَا فِيِ قَلْبِىْ، فَاسْتَجِبْ لِىْ
“Jika bahasa hamba masih belepotan ketika berdo’a kepada-Mu ya Rabb, sungguh Engkau adalah Dzat yang Maha Mengetahui segala bahasa, bahkan yang hanya terbesit dalam hati seorang hamba. Maka kabulkanlah ya Rabb.”
Oleh: Nur Muhammad Alfatih
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Kenapa seorang hamba masih saja disuruh untuk berdo’a kepada Allah? Pertanyaan ini terkadang muncul dalam benak hati seseorang. Mereka menganggap bukankah Allah sudah mengetahui seluruh krentek dan perkara yang terdapat dalam hati seseorang, bahkan hal kecil pun yang seringkali tidak kita sadari, Allah sudah tahu.
Tapi, kenapa kita masih disuruh berdo’a?
Kalau Anda masih belum tahu jawabannya, mungkin Anda belum tahu syairan di bawah ini, atau kalau Anda tahu, maknanya belum dapat dipahami.
قَدْ كَفَانِيْ عِلْمُ رَبِّيْ * مِنْ سُؤَالِيْ وَاخْتِيَارِيْ
“Sungguh telah cukup bagiku bahwa Penciptaku Maha Mengetahui segala permintaan dan usahaku”;
فَدُعَائِيْ وَابْتِهَالِيْ * شَاهِدٌ لِيْ بِافْتِقَارِيْ
“Do’a-do’a dan jeritan hati (kami lantunkan) sebagai saksi atas kefakiran kami (di hadapan-Mu)”;
فَلِهَاذَا السِّرِّ أَدْعُوْ * فِي يَسَارِيْ وَعَسَارِيْ
“Atas rahasia kefakiran itu, kami selalu memohon (kepada-Mu) di saat masa mudah dan sulit”;
أَنَا عَبْدٌ صَارَ فَاخْرِيْ * ضِمْنَ فَقْرِيْ وَاضْطِرَارِيْ
“Kami adalah hamba yang arogan yang tidak memiliki apa-apa dan selalu butuh (kepada Engkau)”
قَدْ كَفَانِيْ عِلْمُ رَبِّيْ * مِنْ سُؤَالِيْ وَاخْتِيَارِيْ
“Sungguh telah cukup bagiku bahwa Penciptaku Maha Mengetahui segala permintaan dan usahaku.”
Kalimat di atas merupakan penggalan makna dari shalawat “Qad Kafãni ‘Ilmu Rabbi”. Suatu syair yang menjelaskan butuhnya seorang hamba kepada Tuhannya. Muhammad bin ‘Alawi bin Muhammad al-Haddad. Salah seorang dari ulama kota Tarim, Hadramaut, Yaman.
Dalam kitab Ahkam al-Ad’iyyah gubahan Zakariya al-Anshari, di sana dijelaskan tentang pengertian dari do’a itu sendiri:
هُوَ إِظْهَارُ الْعَبْدِ الْإِفْتِقَارُ إِلَى اللّٰهِ تَعَالَى وَالْبَرَاءَةُ لَهُ مِنْ حَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ، وَأَوْلَى مِنْهُ قَوْلُ بَعْضِهِمْ : هُوَ مُنَادَاةُ اللّٰهِ تَعَالَى لِمَا يُرِيْدُهُ الْعَبْدُ، مِنْ جَلْبِ مَنْفَعَةٍ أَوْ دَفْعِ مُضَرَّةٍ .
“Doa merupakan ekspresi seorang hamba yang butuh terhadap Allah SWT dan ketidaktergantungan akan daya dan upayanya sendiri. Sedangkan yang lebih tepat menurut sebagian ulama: Doa adalah panggilan dari Allah terhadap apa yang diinginkan oleh hambanya, baik meminta kemanfaatan atau menolak sesuatu yang membahayakan.”
Dari uraian di atas, secara umum dapat dimaknai bahwa berdo’a merupakan persaksian seorang hamba yang selalu dalam keadaan butuh. Baik dalam keadaan senang maupun sulit. Satu-satunya dzat yang bisa memenuhi kebutuhan hamba hanyalah Allah.
Jika tetap bersikukuh Allah Maha Mengetahui sehingga tidak perlu untuk berdo’a, justru persaksian hakikat kehambaannya yang selalu butuh kepada Allah dapat luntur dan menghilang, timbul sifat arogan, keangkuhan dan seperti ketetapan hidup berada pada diri sendiri. Yang dikhawatirkan ketika seseorang tidak berdo’a, ia menganggap bahwa ia tidak memiliki ketergantungan. Dan hal itu sangat mustahil bagi seorang hamba. Siapa pun itu.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb
__________
Source: Lirboyo