“Kesempurnaan fitrah adalah kesempurnaan menjadi hamba Tuhan, karena beribadah sejatinya adalah akhlak, yaitu menjaga fitrah keterciptaan serta merawat hubungan kehambaan manusia dengan Tuhannya”
Oleh: Idris Sholeh*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Sesungguhnya manusia diciptakan sesuai fitrah, yaitu menerima keimanan monoteisme, menyukai kebenaran, dan mencintai segala kebaikan. Seperti termaktub dalam Al-Quran surat ar-Rûm ayat 30 dan hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa: “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah, kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Surat ar-Rûm [30] ayat 30:
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ ۞
“Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Petunjuk Ilahi ini, memberikan pemahaman bahwa, fitrah manusia dan karakter agama Islam memilki relasi yang sangat kuat. Keduanya terdapat keserasian, baik karakter maupun tujuannya. Tuntunan agama seperti kebaikan atau kecenderungan bersikap baik sangat melekat dalam jiwa manusia, sementara larangan agama seperti kejahatan atau cenderung bersikap jahat adalah sesuatu yang bertentangan dengan nalurinya.
Fitrah manusia adalah beragama, bertauhid. Agama fitrah adalah agama Islam. Jadi, hakikat fitrah adalah mabãdi ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Ibnu ‘Asyur menyebutkan: makna Islam sebagai agama fitrah adalah segala prinsip dan nilai-nilai akhlak Islam sejatinya berakar pada fitrah.
Kesempurnaan Fitrah
Kesempurnaan fitrah adalah kesempurnaan menjadi hamba Tuhan, karena beribadah sejatinya adalah akhlak, yaitu menjaga fitrah keterciptaan serta merawat hubungan kehambaan manusia dengan Tuhannya.
Dalam kajian bahasa Arab, kalimat “al-khãliqah“ (keterciptaan) bisa memiliki arti (al-Khalq), yaitu makhluk, atau (al-khuluq), yaitu akhlak dengan dalil surat ar-Rûm ayat 30 tadi.
Dari kajian tadi dapat kita dilogikakan, bahwa manusia adalah: makhluk beragama dan berakhlak. Dengan pengertian tidak ada manusia tanpa berakhlak, tidak ada akhlak tanpa beragama, tidak ada manusia tanpa beragama. Oleh karena itu, merupakan fitrah manusia, yakni percaya akan adanya Tuhan dan cenderung serta mencintai terhadap kebaikan.
Perjanjian Manusia
Fitrah manusia sebagai makhluk beragama dan berakhlak selaras dengan perjanjian yang ia laksanakan di hadapan Tuhannya. Diantaranya yaitu:
Pertama Mabda al-Syahãdah,
yaitu perjanjian kesaksian manusia di hadapan Tuhan, ketika Tuhan menanyakan; “apakah Aku Tuhan kalian? Mereka menjawab, “Ia, kami menyaksikan Engkau adalah Tuhan kami.”
Kedua, Mabda al-Amãnah,
yaitu perjanjian kesiapan manusia menerima amanat dengan penuh tanggung jawab. Bertanggung jawab terhadap dirinya, orang lain, dan seluruh makhluk hidup. Ketika Tuhan menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung menolak, kemudian manusia menerima amanat tersebut.
Ketiga, Mabda al-Tazkiyah,
yaitu perjanjian manusia bersungguh-sungguh dalam mematuhi dua perjanjian di atas, dengan selalu menjaga jiwanya (tazkiyatun nafs), jangan sampai melenceng dari fitrahnya.
Di momen hari raya Idul Fitri 2024 M./1445 H., ini, mari kita selalu merawat fitrah kita sebagai manusia yang sadar atas keterciptaan kita sebagai hamba Tuhan dengan beragama secara utuh dan akhlãkul karîmah. Ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb
Mari kita berdoa di hari yang fitri ini dengan sebuah doa sebagaimana yang pernah dipanjatkan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallãhu wajhah untuk menghidupkan malam Idul Fitri, awal Rajab, dan Nisfu Syaban:
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، مَصَابِيْحِ الْحِكْمَةِ وَمَوَالِيْ النِّعْمَةِ، وَمَعَادِنِ الْعِصْمَةِ، وَاعْصِمْنِيْ بِهِمْ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ، وَلَا تَأْخُذْنِيْ عَلَى غِرَّةٍ وَلَا عَلَى غَفْلَةٍ، وَلَا تَجْعَلْ عَوَاقِبَ أَمْرِيْ حَسْرَةً وَنَدَامَةً، وَارْضَ عَنِّيْ، فَإِنَّ مَغْفِرَتَكَ لِلظَّالِمِيْنَ، وَأَنَا مِنَ الظَّالِمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا لَا يَضُرُّكَ، وَأَعْطِنِيْ مَا لَا يَنْفَعُكَ، فَإِنَّكَ الْوَاسِعَةُ رَحْمَتُهُ، اَلْبَدِيْعَةُ حِكْمَتُهُ، فَأَعْطِنِي السَّعَةَ وَالدَّعَةَ، وَالْأَمْنَ وَالصِّحَّةَ وَالشُّكْرَ وَالْمُعَافَاةَ وَالتَّقْوَى، وَأَفْرِغِ الصَّبْرَ وَالصِّدْقَ عَلَيَّ، وَعَلَى أَوْلِيَائِيْ فِيْكَ، وَأَعْطِنِي الْيُسْرَ، وَلَا تَجْعَلْ مَعَهُ الْعُسْرَ، وَأَعِمَّ بِذَلِكَ أَهْلِيْ وَوَلَدِيْ وَإِخْوَانِيْ فِيْكَ، وَمَنْ وَلَدَنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۞
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammadin wa âlihi, mashâbîhil hikmati wa mawâlin ni’mah, wa ma‘âdinil ‘ishmah, wa‘shimnî bihim min kulli sû’, wa lâ ta’khudznî ‘alâ ghirratin wa lâ ‘ala ghaflah, wa lâ taj’al ‘awâqiba amrî hasratan wa nadâmah, wardhâ ‘annî, fa-inna maghfirataka lidzh-dzhâlimîn, wa anâ minadzh dzhâlimin, allâhumma ighfir lî mâ lâ yadhurruk, wa a‘thinî ma lâ yanfa‘uk, fa innaka al-wâsi’atu rahmatuh, al-badî’atu hikmatuh, fa a’thinî as-sa‘ata wad da‘ata, wal amna wash-shihhata, wasy syukra wal mu‘âfata wat-taqwâ, wa afrighish shabra wash-shidqa ‘alayya, wa ‘alâ auliyâi fîk, wa a‘thinil yusra, wa lâ taj’al ma’ahul ‘usrâ, wa a’imma bidzâlika ahlî wa waladî wa ikhwânî fîka, wa man waladanî minal muslimîna wal muslimât, wal mu’minîna wal mu’minât.
“Ya Allah limpahkan rahmat barakah-Mu kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, lampu-lampu hikmah, tuan-tuan nikmat, sumber-sumber penjagaan. Jagalah aku dengan wasilah mereka dari segala keburukan, janganlah Engkau hukum aku atas kelengahan dan kelalaian, janganlah Engkau jadikan akhir urusanku suatu kerugian dan penyesalan, ridhoilah aku, sesungguhnya ampunan-Mu untuk orang-orang zalim dan aku termasuk dari mereka. Ya Allah, ampunilah bagiku dosa yang tidak merugikan-Mu, berilah aku anugerah yang tidak memberi manfaat kepada-Mu, sesungguhnya rahmat-Mu luas, hikmah-Mu indah, berilah aku kelapangan, ketenangan, keamanan, kesehatan, syukur, perlindungan (dari segala penyakit) dan ketakwaan. Tuangkanlah kesabaran dan kejujuran kepadaku, kepada kekasih-kekasihku karena-Mu, berilah aku kemudahan dan janganlah jadikan bersamanya kesulitan, liputilah dengan karunia-karunia tersebut kepada keluargaku, anakku, saudara-saudaraku karena-Mu dan para orang tua yang telah melahirkanku dari kaum muslimin muslimat, serta kaum mukiminin mukminat.”
________
* Source: Alif.Id