Oleh: Syaikh Imran N. Hosein*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Buku dalam Bahasa Inggris ini ditulis oleh Syaikh Imran Hosein, murid dari Maulana Dr. Muhammad Fazlur Rahman al-Anshari, Seorang Sufi yang mengambil Sanad dari Guru-Guru Tarekat Qadiriyyah Syadziliyyah.
Bagaimana sejarah munculnya sebuah Negara Israel yang secara sewenang-wenang mengambil alih tanah-tanah di Palestina sebagai wilayah kekuasaannya. Simak resensi singkat buku ini yang dibawahnya kami sajikan juga link download bukunya untuk melanjutkan membaca secara lengkap terjemahan buku ini.
Allah SWT berfirman:
قَدْ جَاۤءَكُمْ بَصَآئِرُ مِنْ رَّبِّكُمْۚ فَمَنْ اَبْصَرَ فَلِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ عَمِيَ فَعَلَيْهَاۗ وَمَآ اَنَا۠ عَلَيْكُمْ بِحَفِيْظٍ ۞
“Sungguh telah datang dari Tuhan-mu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa yang dapat melihat (dan mengenali Kebenaran itu), maka (manfaatnya) untuk jiwanya sendiri, dan barangsiapa yang buta (tidak melihat Kebenaran itu), maka kemudaratannya kembali kepadanya. Dan Aku sekali-kali bukanlah Pemelihara(mu).” (QS. Al-An’am [6]: 104)
Al-Qur’an Menjelaskan Segala Sesuatu (Termasuk Takdir Jerusalem)
Al-Qur’an telah menyatakan bahwa fungsi utamanya adalah untuk “menjelaskan segala sesuatu“:
… وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ ࣖ ۞
“… Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang muslim.” (QS. An-Nahl [16]: 89)
Karena al-Qur’an telah menyatakan hal di atas, maka implikasinya adalah al-Qur’an harus dapat menjelaskan hal yang paling mengherankan, paling misterius, dan paling aneh dari semua peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah manusia, yang bermula sejak dahulu namun masih berlanjut hingga kini, yaitu sebagai berikut:
» Keberhasilan Bangsa Eropa (Inggris), yang pada intinya tidak bertuhan (sekuler), “membebaskan‟ Tanah Suci (Baitul Maqdis) pada 1917-1918, hal ini tercapai setelah Euro-Kristen memulai Perang Salib seribu tahun lebih awal.
[Mengapa Bangsa Eropa sekuler dan pada intinya tidak bertuhan memilih untuk tetap mengejar obsesi seribu tahun Kristen Eropa yakni Membebaskan Tanah Suci? Dan mengapa Kristen Eropa yang baru memeluk agama Kristen lebih dari seribu tahun yang lalu, menjadi satu-satunya umat Kristen yang terobsesi dengan keinginan membebaskan Tanah Suci?]
» Umat Euro-Yahudi berhasil merestorasi Negara Israel, setelah negara itu dihancurkan oleh Allah Maha Tinggi lebih dari dua ribu tahun lalu. Keberhasilan ini dapat terjadi karena bantuan aktif dari Negara sekuler Eropa yang sama.
[Mengapa Eropa sekuler menjadi begitu terobsesi membantu Euro-Yahudi merestorasi negara religius yang didirikan lebih dari dua ribu tahun lalu oleh Nabi Daud dan Sulaiman? Dan mengapa Euro-Yahudi menjadi satusatunya umat Yahudi yang terobsesi dengan restorasi Negara Israel?]» Kembalinya umat Yahudi Bani Israel (yakni Yahudi non-Eropa) ke Tanah Suci setelah mereka diusir dari sana oleh Allah Maha Tinggi dan mereka telah hidup selama dua ribu tahun secara tersebar dalam Diaspora; umat Euro-Yahudi membawa umat Yahudi Bani Israel kembali ke Tanah Suci tetapi umat Euro-Yahudi sendiri tidak “kembali” ke Tanah Suci karena mereka tidak pernah tinggal di sana sebelumnya –mereka hanya langsung tinggal di Tanah Suci.
[Mengapa orang-orang Eropa beralih pada agama Yahudi kemudian menjadi terobsesi dengan misi membebaskan Tanah Suci dan membawa umat Yahudi Bani Israel kembali ke sana dengan segala cara?]
Semua hal tersebut, yang tampak begitu aneh dan mengherankan bagi dunia, malah tampak bagi mayoritas pemeluk Yahudi sebagai bukti Kebenaran agamanya. Karena hal-hal tersebut tampak sebagai pemenuhan Janji Tuhan yang dibuat untuk umat Yahudi bahwa Allah Maha Tinggi akan mengutus kepada mereka seorang Nabi yang akan dikenal sebagai Al-Masih dan yang akan melakukan semua hal di atas dan bahkan bisa lebih.
Buku ini berargumen bahwa al-Qur’an bukan hanya menjelaskan peristiwa-peristiwa aneh tersebut, namun juga mengungkapkan takdir akhir Jerusalem. Al-Qur’an mengungkapkan sebuah takdir yang membuktikan kesalahan klaim Yahudi dan menegaskan bahwa Kebenaran datang bersama Nabi Muhammad (shalawat Allah dan salam sejahtera baginya). Takdir itu akan menjadikan umat Yahudi tersebut diazab (dihukum) oleh Allah Maha Tinggi dengan hukuman paling keras yang pernah ditimpakan kepada umat manusia.
Inti dari pandangan Al-Qur’an mengenai takdir Jerusalem dan Tanah Suci adalah bahwa saat Zaman Akhir tiba, umat Yahudi pasti dikumpulkan dari Diaspora yakni peristiwa saat mereka terbagi-bagi menjadi berbagai golongan, hidup tersebar, dan menjadi terasing, kemudian dibawa kembali ke Tanah Suci dalam keadaan “bercampur baur‟ (al-Qur’an, Bani Israel, 17:104). Janji Tuhan tersebut telah ditepati. Umat Yahudi telah kembali ke Tanah Suci dan memilikinya lagi! Keberhasilan itu membuat mereka mempercayai legitimasi religius Negara Israel yang mereka ciptakan. Islam menjelaskan bahwa Negara Israel tersebut tidak memiliki legitimasi religius. Bahkan, umat Yahudi tersebut telah ditipu dalam aksi penipuan terbesar dalam sejarah, dan keadaan tersebut menjadikan mereka akan menerima azab Tuhan terpedih yang ditimpakan kepada umat manusia. Namun, sebelum hukuman akhir dari Tuhan ditimpakan kepada Bani Israel, akan ada drama besar yang terjadi di Tanah Suci dan di dunia. Buku ini menjelaskan beberapa drama yang nyata tersebut.
Sesungguhnya, tujuan dasar buku ini adalah untuk menjelaskan bahwa Islam memiliki pandangan yang berbeda mengenai proses historis berkaitan dengan Tanah Suci, yaitu bahwa sisa waktu bagi Israel akan segera habis. Laut Galilee akan segera mengering! ‘Isa (Jesus) (salam sejahtera baginya) akan kembali! Dan kembalinya ‘Isa (salam sejahtera baginya) akan menandakan Kehancuran Negara Israel!
Umat Yahudi memiliki Kebenaran yang sama yang dimiliki umat Islam, namun mereka menyelewengkannya. Mereka memiliki waktu yang cukup lama di Madinah (setelah Rasul Hijrah) untuk menerima Kebenaran yang tidak diselewengkan yang datang dalam al-Qur’an, dan untuk menerima Nabi Muhammad (shalawat Allah dan salam sejahtera baginya), Nabi terakhir dari Tuhan-nya Ibrahim, tetapi mereka dengan keras kepala menolaknya. Batas waktu bagi mereka kemudian habis ketika Allah Maha Tinggi mengubah arah Kiblat (lihat Al-Qur’an, Surah al-Baqarah [2]: 141-145). Maka sudah menjadi sangat terlambat bagi mereka untuk menghindari takdir kolektif yang akan menimpa mereka. Lebih penting dari peristiwa apa pun yang akan terjadi di dunia, takdir Jerusalem dan nasib Negara Israel, akan mengesahkan klaim Islam sebagai Kebenaran yang tidak diselewengkan.
QS. al-Baqarah [2]: 141-145
تِلْكَ اُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَّا كَسَبْتُمْ ۚ وَلَا تُسْـَٔلُوْنَ عَمَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ࣖ ۔ ۞ سَيَقُوْلُ السُّفَهَاۤءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلّٰىهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِيْ كَانُوْا عَلَيْهَا ۗ قُلْ لِّلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُۗ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ۞ وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ۞ قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ ۞ وَلَىِٕنْ اَتَيْتَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ بِكُلِّ اٰيَةٍ مَّا تَبِعُوْا قِبْلَتَكَ ۚ وَمَآ اَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ ۚ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍۗ وَلَىِٕنِ اتَّبَعْتَ اَهْوَاۤءَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَاجَاۤءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ اِنَّكَ اِذًا لَّمِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۘ ۞
“Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan. (141). Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (kaum muslim) dari kiblat yang dahulu mereka (berkiblat) kepadanya?” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Milik Allahlah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk).” (142). Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menetapkan kiblat (Baitulmaqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (143). Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab41) benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat ke Masjidilharam) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (144). Sungguh, jika engkau (Nabi Muhammad) mendatangkan ayat-ayat (keterangan) kepada orang-orang yang diberi kitab itu, mereka tidak akan mengikuti kiblatmu. Engkau pun tidak akan mengikuti kiblat mereka. Sebagian mereka (pun) tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Sungguh, jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah sampai ilmu kepadamu, niscaya engkau termasuk orang-orang zalim. (145)“
Jerusalem dalam Al-Qur’an – Implikasi Bagi Muslim
Apa implikasi bagi Muslim yang membaca buku ini sampai selesai? Pertama adalah bahwa Jerusalem dan Tanah Suci seharusnya dicintai dengan sepenuh hati – seperti Mekah dan Madinah – dan perjuangan membebaskan Tanah Suci dari Negara Yahudi Eropa Israel sekuler seharusnya menjadi perjuangan yang paling dicintai oleh Muslim.
Jika setiap Yahudi dapat meninggalkan AS atau Eropa atau Rusia dan bergabung dengan pasukan Pertahanan Israel dan ikut serta dalam penindasan bersenjata terhadap warga Muslim dan Kristen Palestina di Tanah Suci, maka setiap Muslim pun seharusnya memiliki kebebasan yang sama untuk pergi dari mana pun dia tinggal di dunia dan bergabung dengan perlawanan bersenjata untuk membela yang tertindas di Tanah Suci. Hal tersebut merupakan suatu bentuk keimanan yang nyata pada zaman ini, bahwa setidaknya umat Muslim memiliki keinginan dalam hati untuk berpartisipasi dalam perlawanan bersenjata (Jihad) di Tanah Suci.
Umat Muslim harus diperingatkan bahwa segera setelah mereka menyatakan keyakinannya bahwa Negara Israel akan dihancurkan oleh pasukan Muslim dan mengungkapkan harapan bahwa mereka akan menjadi anggota dari pasukan tersebut, maka mereka akan diintimidasi dan bahkan akan dipenjara untuk membuat mereka diam dan menjadikan mereka contoh yang akan mengintimidasi yang lain.
Kedua, keuangan dan sumber lain dari dunia Muslim seharusnya diprioritaskan untuk membantu usaha pembebasan Tanah Suci dari penindasan. Ketiga dan yang paling penting, umat Muslim (pria dan wanita) harus mempelajari pesan dan pentunjuk al-Qur’an mengenai takdir Jerusalem lalu mengajarkannya kepada yang lain.
Strategi Yahudi Zionis
Salah satu strategi Yahudi Zionis adalah usaha mengendalikan wilayah strategis di sekitar Israel melalui kerjasama dengan penguasa elit yang korup, kaya permanen, predator, dan tidak bertuhan yang sekarang menguasai komunitas Muslim Arab di sekitar Israel dan membela kepentingan Israel. Kalangan penguasa elit tersebut dipaksa untuk memelihara hubungan persahabatan dengan Israel demi menjaga posisi kekuasaan, kehormatan, dan kekayaan mereka. Pihak Yahudi pendukung Negara Israel tetap menekan penguasa elit tersebut untuk mengatur agar umat Muslim menerima Israel atau perlawanannya terhadap Israel tidak memberikan ancaman kepada umat Yahudi.
Ketika Israel meningkatkan penindasannya di Tanah Suci dan khalayak Muslim Arab menjadi sangat marah, maka penguasa elit tersebut terpaksa, agar bisa bertahan, setuju untuk ikut marah melawan Israel. Strategi (penguasa) Arab-Yahudi ini sekarang mencapai tahap pelaksanaan rumit yang merupakan strategi dari orang-orang yang pada intinya telah meninggalkan agama Ibrahim (salam sejahtera baginya).
Kemudian Yahudi Zionis akan meninggalkan penguasa Arab, sesungguhnya strategi meninggalkan penguasa Arab tersebut telah dimulai. Bahkan saat kami menulis buku ini, Israel sedang menyiapkan perang melawan umat Muslim Arab untuk memperluas wilayahnya. Kemudian Israel akan menguasai seluruh wilayah sebagai Negara Penguasa di dunia (menggantikan AS).
Dalam merespon semua strategi Yahudi Zionis yang menentang Allah Maha Tinggi, orang-orang beriman, dan takdir, al-Qur’an dengan jelas menyatakan:
وَمَكَرُوْا وَمَكَرَ اللّٰهُ ۗوَاللّٰهُ خَيْرُ الْمٰكِرِيْنَ ࣖ ۞
“Dan mereka (Yahudi tertentu) membuat tipu daya dan rencana, dan Allah pun Membuat tipu daya dan rencana, dan Allah adalah sebaik-baiknya pembuat tipu daya dan rencana.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 54)
Strategi tersebut berhasil di Mesir, Yordania, Turki, dan Saudi-Arabia, negara-negara sahabat Amerika Serikat yang tidak bertuhan. Namun, strategi tersebut tidak berhasil di Tanah Suci, juga tidak berhasil di Suriah dan Yaman. Pembaca buku ini mungkin ingin merenungi doa Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam), berikut ini:
“Dari Ibnu Umar: Nabi (shallallãhu ‘alayhi wa sallam) bersabda: Ya Allah! Limpahkanlah Rahmat-Mu untuk Sham (Suriah) dan Yaman kami. Orang-orang berkata: Najd kami (Najd adalah bagian dari Saudi-Arabia yang merupakan tempat asal penguasa-penguasa Saudi). Nabi bersabda lagi: Ya Allah! Limpahkanlah Rahmat-Mu untuk Sham dan Yaman kami. Mereka berkata lagi: Najd kami juga. Pada saat itu Nabi bersabda: Akan muncul gempa bumi dan penderitaan, dan dari situ (Najd) akan keluar sisi kepala Setan.” (Sahih Bukhari)
Negara Yahudi Israel telah melalui lima puluh tahun keberadaannya. Tetapi hal tersebut tentu bukan prestasi “menakjubkan‟ seperti yang diyakini umat Yahudi Zionis. Gerakan Zionis yang pada intinya tidak bertuhan menipu Bani Israel dengan kebohongan yang menggunung! Satu kebohongan tersebut adalah slogan yang tidak benar, “suatu tanah tanpa manusia untuk manusia tanpa tanah”.
Jika bangsa Arab bukan “manusia‟, jika mereka adalah “belalang‟ seperti yang dinyatakan oleh mantan Perdana Menteri Israel, Shamir, maka bukankah mereka mengijinkan umat Yahudi tinggal di antara mereka selama lebih dari dua ribu tahun? Bangsa Arab menjamin keamanan hidup dan harta umat Yahudi di Tanah Arab selama lebih dari dua ribu tahun. Bangsa Arab melakukan semua itu dan bahkan lebih pada saat bangsa Eropa menutup pintu dari umat Yahudi, atau dengan enggan membolehkan umat Yahudi tinggal di Ghetto (daerah lokalisasi umat Yahudi). Bangsa Arab melakukan hal itu karena mereka masih memiliki “sisa‟ agama Ibrahim (‘alayhis salãm) yang datang kepada mereka melalui Ismail (‘alayhis salãm). “Sisa‟ dari Kebenaran itu telah mengajari mereka untuk menunjukkan keramahan. Sampai hari ini keramahan bangsa Arab masih bertahan. Agama Ibrahim yang sama seharusnya telah mengajari pemeluk Yahudi tersebut untuk menunjukkan rasa terima kasih kepada “belalang‟ yang ramah.
Zionisme berargumen bahwa Kebenaran, dalam Yahudi, telah menganugerahkan Tanah Suci kepada umat Yahudi secara eksklusif, untuk selamanya, dan tanpa syarat. Zionisme berargumen bahwa restorasi Negara Yahudi Israel, yang dihancurkan Allah Maha Tinggi lebih dari dua ribu tahun lalu, mengesahkan klaim Yahudi sebagai Kebenaran. Selain itu, bukankah Taurat menyatakan, “setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu, kamulah yang akan memilikinya.” (Ulangan [Deuteronomy], 11:24)? Selama lima puluh tahun sejak lahirnya Israel, dunia telah menyaksikan bencana “telapak kaki‟ umat Yahudi pada tragedi meluasnya wilayah Israel. Perluasan itu bahkan masih belum berhenti.
Meskipun “tampaknya‟ Israel dikepung sehingga perlu melindungi diri dari serangan bangsa Arab, namun pada waktu buku ini diterbitkan, “kenyataannya‟ adalah Israel sedang menyiapkan perang besar melawan bangsa Arab agar perbatasan Negara Yahudi tersebut dapat meluas secara dramatis sesuai dengan wilayah Tanah Suci dalam al-Kitab, yakni “dari Sungai Mesir sampai Sungai Eufrat.” Perang itu, yang direncanakan dengan sangat teliti, juga akan membuat Israel menggantikan Amerika Serikat sebagai “Negara Penguasa‟ di dunia.
Dengan begitu, dari sudut pandang al-Kitab, umat Yahudi berhasil merestorasi Negara Israel, kemudian berhasil memperluas wilayah negaranya, umat Yahudi juga menguasai Kota Suci Jerusalem, tentu tampak mengesahkan klaim Yahudi sebagai agama yang benar.
Pertanyaannya adalah: Bagaimana hal ini tercapai tanpa al-Masih? Jawabannya adalah hal itu tercapai dengan tipu daya al-Masih Palsu (al-Masih ad-Dajjal)!
Bahkan implikasi yang tak terelakan dari tampak berhasilnya restorasi Israel sesuai al-Kitab adalah mengesahkan klaim Yahudi bahwa “Isa (Jesus) (‘alayhis salãm) dan Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam) adalah dua Nabi Palsu.
Tetapi demi terciptanya Negara Israel, umat Yahudi harus bergabung dengan peradaban Barat modern yang baru muncul, pada intinya tidak bertuhan (sekuler), dan dekaden. Dunia Barat yang tak bertuhan mengokohkan kekuasaannya sebagai aktor dominan yang tak tertandingi di atas panggung dunia, “Turun pada manusia dari setiap ketinggian” atau “menyebar ke segala arah” (QS. Al-Anbiya [21]: 96) untuk mengontrol semua lautan, daratan, dan udara. Tidak akan ada Negara Yahudi yang dapat bertahan selama lebih dari lima puluh tahun tanpa bantuan aktif Barat yang memiliki kekuatan penuh namun tidak bertuhan dan dekaden itu.
Umat Yahudi yang mendukung Negara Israel mengakui apa yang tampak bagi mereka adalah restorasi Israel sesuai al-Kitab. Tetapi mereka mengabaikan ketidakadilan dan penindasan yang menimpa penduduk Palestina – baik Kristen maupun Muslim – yang tampaknya memiliki dosa karena tinggal di Tanah Suci (milik Yahudi). Ketidakadilan dan penindasan itu semakin meningkat dalam lima puluh tahun. Pertanyaan kami kepada umat Yahudi tersebut adalah: Apakah klaim yang sah sebagai Kebenaran cocok dengan ketidakbertuhanan (sekuler), dekadensi, ketidakadilan, rasisme, dan penindasan? Bagaimana bisa umat yang menggabungkan diri dengan negara yang pada intinya tidak bertuhan tetapi masih saja mengklaim beriman pada Tuhan-nya Ibrahim?
Yahudi Zionis berdalih tidak memaksa penduduk Palestina keluar dari rumah mereka – melainkan mereka sendiri yang pergi. Kalau begitu, mengapa umat Yahudi itu tidak menjaga rumah mereka sebagai bentuk rasa saling percaya? Dan mengapa umat Yahudi tersebut tidak mengundang mereka untuk kembali ke rumah mereka? Bahkan umat Yahudi itu selama lima puluh tahun bersikeras tetap menolak “hak mereka kembali‟ ke rumah milik mereka sendiri.
Penindasan licik Israel terus meningkat setiap hari, Israel akan segera mencapai puncak kejayaan “palsu‟ saat menjadi Negara Penguasa di dunia. Namun, buku ini menyatakan bahwa dunia sedang menyaksikan permulaan dari tahap akhir Negara Yahudi Israel Palsu! Umat Yahudi tidak bisa menyalahkan Zionis atas keadaan buruk yang akan menimpa diri mereka sendiri. Semua yang Zionis lakukan adalah mengeksploitasi setiap kebohongan yang disisipkan dalam al-Kitab dengan menghiasi kebohongan-kebohongan tersebut dengan tambahan segunung lebih kebohongan.
Jerusalem Tidak Disebutkan Namanya Secara Langsung dalam al-Qur’an
Salah satu tujuan buku “Jerusalem dalam al-Qur’an” ditulis adalah untuk menanggapi artikel Daniel Pipes yang diterbitkan Surat Kabar Los Angeles Times berjudul “Jerusalem Means More to Jews than to Muslims” (“Jerusalem Lebih Berarti bagi Yahudi daripada Muslim”, 21 Juli 2000). Di dalamnya, dia berusaha menolak klaim Islam pada Jerusalem dengan menyatakan bahwa:
“Jerusalem tidak disebutkan sekalipun dalam al-Qur’an atau dalam peribadahan….” Dr. Pipes dan rekan medianya mungkin akan merevisi pendapat mereka jika mereka membaca buku ini.
Sesungguhnya seorang Muslim wajib menanggapi kritik permusuhan tersebut yang menantang Islam dan al-Qur’an, berkenaan dengan Perang Salib model baru mereka yang membela kepentingan Negara Yahudi Israel. Tanggapan harus selalu dibuat dengan kembali pada Kebenaran yang ada dalam al-Qur’an. Al-Qur’an menyatakan bahwa jika Kebenaran dihadapkan pada kepalsuan, maka Kebenaran akan selalu mengalahkan kepalsuan. Dan orang yang beriman diperintahkan menggunakan al-Qur’an saat berjuang melawan orang yang tidak beriman.
Tidak peduli Dr. Pipes menerima atau tidak menerima buku “Jerusalem dalam al-Qur’an” ini, yang jelas mempelajari subjek ini adalah dasar untuk memahami masalah Israel dan Islam. Itulah dasar pentingnya buku ini.
Jerusalem – Kunci untuk Memahami Dunia Saat Ini
Sudah jelas sekarang bahwa subjek ini sangat penting bagi umat Muslim yang harus merespon drama menakjubkan yang berkembang di Jerusalem.
Pada 1974, Dr. Kaleem Siddiqui, pendiri dan presiden Muslim Institute for Research and Planning (Institute Muslim untuk Penelitian dan Perencanaan) di London, mendorong penulis segera membuat buku yang menjelaskan Jerusalem sebagai kunci untuk memahami proses sejarah, seperti yang ditunjukkan Jerusalem sendiri pada saat ini.
Pandangan al-Qur’an yang muncul dari buku ini dengan jelas menyatakan bahwa tidak mungkin bagi siapa pun benar-benar memahami dunia modern ini tanpa mendalami kenyataan Jerusalem!
Barat modern ingin Islam menyetujui keinginan mereka, yakni menerima Negara Yahudi Israel dan menyediakan jalan bagi Muslim agar bisa hidup berdampingan bersamanya dengan damai. Buku ini menyampaikan tanggapan Islami terhadap keinginan strategis Barat tersebut, sebuah tanggapan yang berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam). Buku ini menyatakan bahwa tidak akan pernah ada damai di antara pengikut sejati Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam) dengan Negara Yahudi Israel, dan bahwa pengikut sejati Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam), pada akhirnya akan menang atas Israel dan membebaskan Tanah Suci dari penindasan Israel.
Subjek paling penting yang ada dalam al-Qur’an yang harus diajarkan di institusi pendidikan Islam pada saat ini adalah buku “Jerusalem dalam al-Qur’an”. Dengan subjek ini, umat Islam dapat dengan berhasil menghadapi serangan pemikiran dari dunia tidak bertuhan yang memaksa umat Islam memodifikasi imannya agar mau menerima Israel.
Profesor Dr. Isma’il Raji Faruqi, ulama Islam Palestina terhormat yang dibunuh karena dianggap sebagai duri bagi pihak Israel, memperingatkan umat Islam akan bahaya ini:
“Masalah Israel menyerang dunia Muslim saat ini tidak mendahului juga tidak bersamaan dalam sejarah Islam. Dunia Muslim cenderung menganggapnya sebagai bentuk lain dari kolonialisme modern, atau yang paling baik, sebuah bentuk pengulangan Perang Salib. Padahal Israel bukanlah salah satu dari keduanya, tetapi merupakan keduanya sekaligus dan bahkan lebih, jauh lebih besar bahayanya. Sayangnya, tidak ada literatur Islami mengenai ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk menganalisis masalah ini adalah sebesar momen yang berbahaya ini yang mengajak dunia Arab secara khusus dan dunia Muslim secara umum untuk menerima Israel sebagai anggota integral dalam dunia negara-negara Muslim di Asia-Afrika.” (“Israel and the Problem of Israel‟ [Islam dan Masalah Israel] Islamic Council of Europe, London, ISBN 0907163 02 5).
Dr. Faruqi menganggap Israel sangat berbahaya bagi umat Muslim, lebih besar bahayanya dari Perang Salib Euro-Kristen pada zaman pertengahan, atau kolonialisme Eropa pada zaman sekuler modern. Dengan demikian, dia menolak ajakan untuk menerima Israel sebagai anggota integral dalam dunia negara-negara Muslim di Asia Afrika.
Buku ini adalah karya sederhana untuk melengkapi hasil kerja Dr. Faruqi dengan menyediakan petunjuk al-Qur’an mengenai Jerusalem dan takdirnya, terutama untuk guru-guru Muslim.
Yahudi, Kristen, dan Jerusalem dalam al-Qur’an
Sementara subjek “Jerusalem dalam al-Qur’an” penting bagi umat Islam, kami secara khusus tertarik untuk menjangkau umat Yahudi dan Kristen dengan Kitab Suci al-Qur’an. Seiring dengan berjalannya waktu, dan Hari Kiamat semakin mendekat, menjadi semakin dan semakin sulit bagi Pendeta Kristen dan Rabi Yahudi untuk merespon al-Qur’an dan Hadits mengenai topik dalam buku ini, juga mengenai Ya’juj dan Ma’juj, al-Masih Palsu, dan kembalinya ‘Isa (Jesus) (‘alayhis salãm). Bukti-bukti yang mengkonfirmasi Kebenaran al-Qur’an terus bertambah.
Umat Muslim memiliki kewajiban untuk menyampaikan topik ini kepada umat Yahudi dan Kristen, dan kami telah melakukannya melalui buku ini.
Buku ini membedakan dua umat Yahudi. Ada umat Yahudi Bani Israel yang jika dirunut nenek moyangnya akan sampai pada Bapak Ibrahim (‘alayhis salãm). Mereka adalah bangsa Semit yang dengan jelas memiliki kedekatan rasial dengan bangsa Arab. Di pihak lain, ada lagi bangsa Eropa dengan mata biru dan rambut pirang yang pada kurun waktu tertentu beralih pada agama Yahudi dan nenek moyangnya tidak mempunyai hubungan dengan Ibrahim (‘alayhis salãm).
Pendapat dari penulis, dan Allah Maha Tahu, adalah bahwa Ya’juj dan Ma’juj pasti berasal dari suatu tempat dalam wilayah Yahudi-Eropa tersebut. Ya’juj dan Ma’juj menjatuhkan peradaban Kristen-Eropa dan mengubahnya menjadi peradaban tak bertuhan (sekuler) seperti saat ini. Ya’juj dan Ma’juj mendirikan gerakan Zionis dan Negara Israel.
Tidak ada keraguan pada kenyataaan bahwa buku ini dapat memberikan kejutan psikologis kepada para pembaca dari pihak Barat, Kristen, Yahudi dan bahkan sebagian Muslim. Namun, biarkan kami membuatnya menjadi jelas dan sederhana bahwa kami tidak menulis buku ini untuk menyerang para pembaca dari kalangan-kalangan tersebut. “Kenyataan internal‟ saat ini, seperti yang dipahami melalui al-Qur’an, sangat berbeda dengan “penampilan eksternal‟ yang dijadikan landasan orang-orang dalam membuat pertimbangan.
Akan ada perbedaan sudut pandang antara orang yang melihat dengan dua mata, yaitu mata eksternal (mata fisik luar) dan internal (mata hati di dalam), dengan orang yang hanya melihat dengan satu mata (karena mereka buta secara internal yakni buta mata hatinya). Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam), memperingatkan bahwa zaman Dajjal al-Masih Palsu akan menjadi zaman ketika “penampilan‟ dan “kenyataan‟ menjadi sangat berbeda satu dengan yang lain.
Tidak ada yang dapat melihat “secara internal‟ dan mendalami “kenyataan‟ pada Zaman Akhir kecuali orang-orang yang dengan penuh keimanan mengikuti Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam).
Kami merasa yakin, akan ada sebagian umat Yahudi yang membaca penjelasan berlandaskan al-Qur’an mengenai peristiwa-peristiwa yang terungkap di Tanah Suci ini, Insya Allah, akan meyakini Kebenaran al-Qur’an dan sebagai akibatnya menerima Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam) sebagai Nabi yang benar dari Tuhan-nya Ibrahim.
Penafsiran dan Penjelasan
Kadangkala kami sendiri harus menafsirkan teks (al-Qur’an) ketika teks tersebut tidak dijelaskan secara langsung, baik oleh Allah Maha Bijaksana, atau oleh Rasul-Nya (shallallãhu ‘alayhi wa sallam). Kami melakukannya agar dapat menentukan penjelasan al-Qur’an untuk topik kami. Jika kami melakukannya, maka itu berarti kami menolak mereka yang mengaku memilih tidak menafsirkan apapun dari teks suci melainkan yang memiliki makna yang langsung dan jelas.
Kami mengajak mereka yang menolak penafsiran kami agar mereka sendiri mengajukan “penjelasan‟ bagaimana al-Qur’an “menjelaskan‟ kembalinya umat Yahudi ke Tanah Suci.
Selanjutnya, jika kami menafsirkan teks al-Qur’an, kami selalu melakukannya dengan ketentuan bahwa Allah Maha Tahu! (Allahu a‘lam).
Jerusalem dan Klaim Kebenaran al-Qur’an
Menjadi hal yang dianggap ketinggalan, pada zaman sekulerisasi pengetahuan ini untuk memilih wahyu yang turun dari Tuhan-nya Ibrahim (‘alayhis salãm) sebagai sumber untuk mencoba menjelaskan peristiwa dunia. Tetapi hal ini tepat terjadi ketika Negara Israel muncul di dunia modern. Zionis Yahudi Eropa menggunakan Taurat dalam mengemukakan argumen mengenai hak anugerah Tuhan mereka untuk merebut Tanah Suci dan merestorasi Negara Israel (yang didirikan pertama kali oleh Nabi Raja Daud (‘alayhis salãm)). Perdana Menteri Euro-Israel yang pertama, David Ben Gurion, menyatakan dengan sangat terus terang: “al-Kitab adalah dasar perbuatan kami di Tanah Israel”.
Dengan demikian, cukup adil jika kami merespon kedatangan Negara Israel dengan penjelasan yang didapat eksklusif dari al-Qur’an. Seiring dengan berjalannya proses historis yang terungkap pada tahap akhir zaman ini, dan semakin meningkatnya kapasitas al-Qur’an menunjukkan kemampuannya menjelaskan dunia dan Jerusalem secara akurat saat ini, yang demikian itu akan mengesahkan klaimnya sebagai Kebenaran. Lebih penting dari hal-hal lainnya, buku ini menyajikan klaim bahwa al-Qur’an adalah Kebenaran.
Hal ini tepat seperti yang dinyatakan al-Qur’an sendiri dalam sebuah surat yang dinamakan Fussilat (“sesuatu yang diuraikan dengan jelas”):
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ ۞
“Kami akan Memperlihatkan kepada mereka Tanda-tanda Kami (melalui apa yang terungkap) di segenap ufuk (dari alam semesta) dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu adalah Benar. Dan apakah Tuhan-mu tidak Cukup (bagi kalian) bahwa sesungguhnya Dia Menyaksikan segala sesuatu?” (al-Qur’an, al-Fussilat, 41:53)
Jerusalem, sebuah Kota Suci bagi umat Muslim, Kristen, dan Yahudi, ditakdirkan memainkan peran paling penting pada Zaman Akhir. Islam, Kristen, dan Yahudi semua setuju pada hal ini. Ada begitu banyak tanda-tanda dengan jelas dapat dilihat bagi mereka yang dianugerahi penglihatan spiritual bahwa sekarang kita hidup pada Zaman Akhir, zaman yang akan menyaksikan Hari Kiamat.
Sangat penting pandangan al-Qur’an mengenai topik ini disampaikan lagi dan lagi pada zaman ini karena Jerusalem telah mulai memainkan peran tersebut yang memang merupakan takdirnya. Buku ini menjelaskan peran itu. Juga sangat penting, peran Jerusalem pada Zaman Akhir harus dijelaskan melalui sudut pandang intuitif spiritual karena peran itu hanya dapat dilihat dengan cara tersebut.
Tentunya kami ingin menjangkau pembaca dari kalangan awam. Sangat penting agar mereka mengenal takdir Jerusalem dan Tanah Suci berlandaskan al-Qur’an dan Hadits (sabda Nabi Muhammad shallallãhu ‘alayhi wa sallam)), karena klaim saingan pada Jerusalem masing-masing menyatakan bahwa Jerusalem ditakdirkan mengesahkan klaim eksklusifnya pada Kebenaran dan membuktikan yang lain salah.
Uraian sederhananya adalah umat Yahudi percaya bahwa takdir Jerusalem akan menyambut kedatangan al-Masih. Saat al-Masih datang, dia akan mengembalikan masa emas atau kejayaan umat Yahudi dan akan menguasai dunia dari Jerusalem. Hal itu akan membuktikan Kebenaran Yahudi dan akan mengesahkan kesalahan klaim saingannya. Umat Kristen juga mempunyai kepercayaan bahwa saat “Isa (Jesus) al-Masih kembali, dia akan memerintah dunia dari Jerusalem dan dia akan mengesahkan Kebenaran dogma-dogma Kristen, seperti Trinitas, Penitisan Tuhan, Penebusan Dosa, dll”. Dengan demikian, akan mengesahkan klaim Kristen sebagai Kebenaran dan membuktikan yang lain salah.
Umat Muslim juga percaya bahwa Jerusalem mempunyai takdir yang akan mengesahkan klaim Islam sebagai Kebenaran dan akan membuktikan kesalahan klaim Kristen dan Yahudi sekarang. Karena ketiga konsep Kebenaran ini, semuanya mengaku berasal dari Ibrahim (‘alayhis salãm) namun memiliki perbedaan yang sangat jelas, maka ketiganya tidak mungkin benar semuanya.
Pandangan umat Muslim, seperti yang muncul dalam buku ini, adalah bahwa ‘Isa (‘alayhis salãm) al-Masih Asli, akan kembali ke bumi suatu hari nanti, menuju Jerusalem dan memerintah dunia sebagai Hakîmun ‘Ãdil (pemimpin yang adil), “akan menikah, punya anak, dan mengalami maut”, “Muslim akan berdoa untuknya dan dia akan dikubur berdampingan dengan Nabi Muhammad (shallallãhu ‘alayhi wa sallam) di Kota Madinah” di Tanah Arabia di mana Nabi (shallallãhu ‘alayhi wa sallam) dikuburkan. Saat dia kembali, “’Isa (‘alayhis salãm) akan mengahancurkan salib”, itu akan menjadi akhir dari Kekristenan, agama salib, lalu dia akan membunuh “babi‟.
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah shallallãhu ‘alayhi wa sallam bersabda: Demi Dia yang menggenggam jiwaku, Putra Maryam akan segera turun ke tengah-tengah kalian sebagai Pemimpin yang adil. Dia akan menghancurkan salib dan membunuh “babi‟ dan menghapuskan Jizyah (pajak bagi umat Yahudi dan Kristen yang tinggal di wilayah Islam). Kemudian akan ada banyak sekali uang sehingga tidak akan ada lagi orang yang (layak) menerima zakat.” (Sahih Bukhari)
Maksud kata “babi‟ tidak dapat ditafsirkan secara harfiah karena penafsiran tersebut tidak cocok dengan konteks Hadits tersebut. Melainkan, penggunaan kata “babi‟ menunjukkan kemurkaan Tuhan yang sangat besar. Buku ini memiliki pertanyaan: Siapa “babi‟ yang akan dibunuh al-Masih saat dia kembali? Kepada siapa al-Masih akan sangat marah? Siapa yang mencoba menyalib al-Masih?
Umat Muslim mempunyai informasi yang tepat mengenai waktu saat ‘Isa (‘alayhis salãm) al-Masih akan kembali yaitu saat air di Laut Galilee hampir mengering, atau telah mengering:
“….akan pada saat itu ketika Allah mengutus al-Masih Putra Maryam, dia akan turun pada menara putih di sisi timur Damaskus, memakai dua kain berwarna jingga muda dan meletakkan tangannya pada sayap dua malaikat. Saat dia menurunkan kepalanya, akan jatuh butiran-butiran keringat dari kepalanya, dan saat dia menaikkannya, butiran-butiran seperti mutiara akan menyebar darinya. Setiap orang kafir yang mencium bau tubuhnya akan mati dan nafasnya akan menjangkau sejauh dia dapat memandang. Kemudian dia akan mencarinya (Dajjal) sampai dia menangkapnya di Pintu Gerbang Ludd dan membunuhnya. Kemudian segolongan manusia yang dilindungi Allah akan datang kepada ‘Isa Putra Maryam, dan dia akan menyeka wajah mereka dan memberitahu kedudukan mereka di surga. Pada saat itu Allah menyampaikan wahyu kepada ‘Isa: Aku telah memunculkan di antara hamba-hamba-Ku segolongan manusia yang tidak ada yang sanggup untuk melawannya; engkau bawalah orang-orang ini dengan selamat ke Tur, dan kemudian Allah akan mengirim Ya’juj dan Ma’juj dan mereka akan turun dengan berkerumun dari setiap ketinggian, yang pertama dari mereka akan melewati Danau Tiberias dan meminumnya. Dan ketika yang terakhir dari mereka lewat, dia akan berkata: Dulu di sini ada air…” (Sahih Muslim)
Laut Galilee (disebut juga Danau Tiberias atau Danau Kinneret) berkurang volume airnya pada saat ini daripada sebelumnya dalam sejarah, dan volume air itu terus berkurang karena Pemerintah Yahudi Euro-Israel mengambil lebih banyak air daripada kemampuan alam mengembalikannya kembali ke laut.
Sesederhana itulah penjelasannya! Saat air mengering dan tidak ada lagi air segar yang tersisa, akhirnya Yahudi Zionis akan mencapai puncak kekuasaan tertinggi dalam keseluruhan strateginya membuat bangsa Arab tunduk pada kekuasaan umat Yahudi di Tanah Suci. Hal itu akan berarti secara tidak langsung mereka menyembah al-Masih Palsu daripada menyembah Allah Maha Tinggi. Mereka disyaratkan demikian untuk mendapatkan air hasil desalinisasi milik Israel. Orang-orang Arab akan menjadi terlalu miskin untuk membeli air.
Buku ini menjadikannya jelas bahwa yang harus dilakukan umat Yahudi tersebut adalah mengukur sisa waktu sebelum kehancuran mereka dengan mengamati tingkat ketinggian air di Laut Galilee.
Selengkapnya, silahkan baca e-book di bawah ini: