“Hampir dipastikan para ulama bersepakat bahwa “ahlu” memiliki arti orang-orang yang mempunyai hubungan nasab (darah) atau hubungan kesetiaan (afiliasi). Dengan kata lain, meski tidak punya hubungan darah, jika ada hubungan ketaatan dan kesetiaan pada seseorang, maka mereka disebut keluarganya. Sebaliknya, meski punya hubungan darah, jika tidak ada ketaatan, kesetiaan, akhlaq dan adab, maka mereka telah keluar dari “ahlu”nya.”
Oleh: KH. Taufik Damas Lc*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Secara kebahasaan, para ulama berbeda pendapat soal kata “ahlul bait” baik dari segi derivasi atau maknanya. Khalil bin Ahmad, Ibnu Faris, Ibnu Taymiyah, Fairuz Zabadi, Ibnul Jauzi, dan lain-lain memiliki pendapat yang berbeda soal kata “ahlul bait.” Namun, mereka sepakat bahwa kata “ahlu” memiliki arti yang sama dengan kata “ālu.”
Perbedaan pendapat di antara mereka tidak signifikan, bahkan hampir dipastikan mereka bersepakat bahwa “ahlu” memiliki arti orang-orang yang mempunyai hubungan nasab (darah) atau hubungan kesetiaan (afiliasi). Dengan kata lain, meski tidak punya hubungan darah, jika ada hubungan ketaatan dan kesetiaan pada seseorang, maka mereka disebut keluarganya.
Keluarga Nabi Muhammad SAW
Ada empat pendapat ulama soal siapa yang dimaksud dengan Keluarga Nabi.
1. Keluarga Nabi adalah mereka yang tidak boleh menerima sedekah. Soal mereka ini, ada beberapa penjelasan:
a. Mereka adalah Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Ini adalah pendapat Imam As-Syafi’i (Al-Umm karya Imam As-Syafii: II/88 dan Al-Hawi karya Imam Al-Mawardi: VII/516) dan Imam Ahmad (Al-Mughni karya Ibnu Qudamah: II/517).
b. Mereka adalah Banu Hasyim. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah (Al-Mabsut karya Imam Sarakhsi: X/12 dan Badai’us Shana’i’ karya Imam Al-Kasani: II/49) dan pendapat Ibnu Al-Qasim Al-Maliki (Az-Dzakhirah karya Al-Qurafi: III/142 dan Mawahibul Jalil karya Al-Hattab: V/9).
c. Mereka adalah Banu Hasyim ke atas sampai Ghalib. Maka mereka adalah Banu Muthalib, Banu Umayah, Banu Nouval sampai ke Bani Ghalib.
2. Keluarga Nabi Muhammad SAW adalah keturunan dan istri-istri beliau SAW. Ini pendapat Ibnu Abdil Bar (At-Tamhid karya Ibnu Abdil Bar: XVI/183-196). Pendapat ini berdalilkan hadits: اللهم صل على محمد وعلى آل محمد
Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ka’ab ibn Ajrah. Juga berdalilkan hadits riwayat Imam Bukhari: اللهم صل على محمد وعلى وأزواجه وذريته Mereka menegaskan bahwa makna kata “ālu” dan “ahlu” adalah sama.
3. Keluarga Nabi adalah para pengikutnya sampai hari kiamat. Pendapat ini disampaikan juga oleh Ibnu Abdil Bar dan lain-lain. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Jabir bin Abdullah yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi (Sunan: II/82). Pendapat ini dipilih juga oleh sebagian pengikut Imam Syafi’i (Al-Hawi: VII/517) dan diunggulkan oleh Imam An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim: VII/185).
4. Keluarga Nabi adalah orang-orang bertakwa dari kalangan umatnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Qadhi Husein (At-Ta’liqatul Kubra), Ar-Raghib, dan lain-lain.
Pendapat yang pertama (keluarga Nabi adalah mereka yang tidak boleh menerima sedekah) memiliki dalil-dalil sebagai berikut:
كَانَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتِى بِالنَّخْلِ عِنْدَ صِرَامِهِ، فَيَجِيْءُ هَذَا بِتَمْرَةٍ وَهَذَا بِتَمْرَةٍ حَتَّى يَصِيْرَ عِنْدَهُ كَوْمٌ مِنْ تَمَرٍ، فَجَعَلَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ يَلْعَبَانِ بِذَلِكَ التَّمَرِ، فَأَخَذَ أَحَدَهُمَا تَمْرَةً فَجَعَلَهَا فِيَ فِيْهِ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْرَجَهَا مِنْ فِيْهِ، فَقَالَ: أَمَّا عَلِمْتُ أَنَّ آلَ مُحَمَّدٍ لَا يَأْكُلُوْنَ الصَّدَقَةَ .
“Rasulullah SAW pernah diberi kurma yang ranum-ranum. Banyak yang memberikan kurma kepada beliau SAW sehingga kurma-kurma itu menumpuk. Hasan dan Husein kemudian bermain-main dengan kurma itu. Salah satu dari mereka memasukkan kurma ke mulutnya. Rasulullah melihatnya, lantas mengeluarkan kurma tersebut dari mulutnya. Beliau SAW berkata, ‘Tidakkah kamu tahu bahwa keluarga Muhammad tidak boleh memakan sedekah’” (HR Bukhari).
Dalam riwayat Imam Muslim:
إِنَّا لَا تَحِلُّ لَنَا الصَّدَقَةَ
“Sungguh, kami tidak boleh menerima sedekah.”
Banyak lagi hadits lainnya.
Pendapat kedua (keluarga Nabi adalah keturunan dan istri-istri beliau saja). Dalilnya sudah disebutkan di atas dan banyak lagi dalil-dalil lainnya.
Pendapat ketiga (keluarga Nabi adalah para pengikutnya sampai hari kiamat) berdalilkan bahwa kata “āli” berarti “kembali” atau “merujuk.”
Sudah maklum bahwa para pengikut adalah orang-orang yang kembali dan selalu merujuk kepada orang yang diikuti dalam soal perintah dan larangan. Dengan kata lain, orang yang diikuti menjadi imam dan sumber rujukan mereka.
Dalam Al-Quran ditegaskan:
إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا إِلَّا آلَ لُوطٍ ۖ نَجَّيْنَاهُمْ بِسَحَرٍ۞
“Sungguh, Kami telah mengembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Kami menyelamatkan mereka sebelum fajar menyingsing,” (QS. Al-Qamar [54]: 34).
Yang dimaksud dengan keluarga Luth dalam ayat ini adalah para pengikut yang beriman padanya, dan termasuk para kerabatnya.
Ada juga ayat dalam Surat Al-Mukmin:
ٱلنَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ ٱلسَّاعَةُ أَدْخِلُوٓا۟ ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ ٱلْعَذَابِ ۞
“Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan keluarganya ke dalam azab yang sangat keras.’”. (QS. Al-Mukmin [40]: 46)’
Kata “ālu” dalam ayat ini berarti pengikut.
Selain ayat-ayat, ada juga dalil hadits dari Watsilah bin Al-Asqa’:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَا حَسَنًا وَحُسَيْنًا، فَأَجْلَسَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَلَى فَخِذِهِ، وَأَدْنَى فَاطِمَةُ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَا مِنْ حَجَرِهِ وَزَوْجِهَا، ثُمَّ لَفَّ عَلَيْهِمْ ثَوْبَهُ، ثُمَّ قَالَ: اَللّٰهُمَّ هَؤُلَآءِ أَهْلِيْ، قَالَ وَاثِلَةٌ: فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ، وَأَنَا مِنْ أَهْلِكَ؟ فَقَالَ: وَأَنْتَ مِنْ أَهْلِيْ .
“Rasulullah SAW pernah memanggil Hasan dan Husein dan mendudukkan keduanya di pangkuan beliau. Fathimah kemudian mendekati kamar beliau begitu pula suaminya. Rasulullah kemudian menerungkupkan pakaiannya kepada mereka, lantas bersabda, ‘Ya Allah. Mereka adalah keluargaku.’ Watsilah kemudian berkata, ‘Wahai Rasul, apakah aku termasuk keluargamu?’ Beliau SAW menjawab, ‘Kamu bagian dari keluargaku.’” (HR Baihaqi).
Padahal, Watsilah bin Al-Asqa’ adalah keturunan dari Bani Layts bin Bakr bin Manat. Watsilah disebut keluarga Nabi karena dia adalah pengikut Nabi SAW.
Pendapat keempat (keluarga Nabi adalah orang-orang bertakawa dari umatnya) berdalilkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Mu’jam-nya dari Anas bin Malik:
سُئِلَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ آلُ مُحَمَّدٍ؟ فَقَالَ: كُلُّ تَقِيٍّ، وَتَلَا النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ أَوْلِيَآؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ .
“Rasulullah SAW pernah ditanya, ‘Siapakah keluarga Muhammad?’ Beliau menjawab, ‘Semua orang yang bertakwa.’ Nabi SAW lantas membaca ayat, ‘Kekasih-kekasih Allah tidak lain adalah orang-orang yang bertakwa’ (Surat Al-Anfal ayat 34).”
Pada ayat lain, Allah SWT berfirman:
قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۞
“Allah berfirman, ‘Wahai Nuh, sungguh dia bukan bagian dari keluargamu. Sungguh (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik.’”. (QS. Hud [11]: 46).
Dalam ayat ini, putra Nabi Nuh disebut bukan bagian dari keluarga Nabi Nuh AS karena dia tidak beriman kepada Nabi Nuh AS. Meski satu darah, putranya itu tidak dianggap sebagai keluarga karena tidak beriman.
Berdasarkan dalil-dalil ini, maka yang disebut sebagai keluarga Rasulullah SAW adalah para pengikut setianya, baik yang memiliki nasab (hubungan darah) dengan Rasulullah SAW ataupun tidak.
Inilah sekelumit tentang arti “keluarga Nabi Muhammad SAW.” Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam…
___________
- Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta
- Source: NUOnline