Home / Agama / Kajian / Menimbang Khawãthir dengan Timbangan Syari’at

Menimbang Khawãthir dengan Timbangan Syari’at

Oleh: Admin

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Masih dari sumber kitab Al-Futûhãt Al-Makkiyyah karya Asy-Syaikh Al-Akbar Muhyiddin Ibn Al-‘Arabi yang berkaitan dengan artikel yang telah diposting kemarin berjudul; “Perbedaan Antara Khawãthir Rabbãniy, Malãikatiy, Nafsiy dan Syaithãniy“.

Asy-Syaikh Al-Akbar Muhyiddin Ibn Al-‘Arabi dalam kitabnya tersebut memaparkan tentang bagaimana seseorang menimbang khawãthir (bisikan-bisikan) dengan timbangan syari’at sehingga dapat “diraba” dan dinilai dari manakah bisikan-bisikan tersebut berasal? Apakah khawãthir rabbãniy, malãikatiy, nafsiy ataukah syaithãniy? Mari kita simak…

Dengan ini telah kuberitahukan padamu tentang tempat-tempat masuknya syaitan pada jiwa-jiwa alam (insani), supaya engkau bisa berhati-hati terhadapnya dan memohon kepada Allah SWT agar Dia memberimu pertanda untuk bisa mengenalinya.

Secara umum, Allah SWT telah memberimu timbangan syari’at dan mengklasifikasikan apa saja di antaranya yang fardhu, mandub, mubah, terlarang, dan makruh. Dia nashkan semua itu dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya.

Apabila terbersit dalam dirimu khãthir untuk hal-hal yang terlarang atau makruh, maka engkau tahu dengan pasti bahwa itu adalah dari syaitan. Jika terbersit dalam dirimu untuk hal-hal yang mubah, maka engkau tahu dengan pasti bahwa itu adalah dari dirimu sendiri.

Dengan demikian, hindarilah khãthir syaitan untuk hal-hal yang terlarang dan makruh, baik untuk dilakukan atau ditinggalkan. Adapun untuk hal yang mubah engkau boleh memilih, namun jika engkau lebih memilih untuk mencari keuntungan, tinggalkanlah apa yang mubah dan sibukkanlah dirimu dengan hal yang wajib dan mandub.

Akan tetapi, bisa juga saat engkau melakukan hal yang mubah, lakukanlah hal tersebut dalam keadaan hadir dan sadar bahwa hal itu hukumnya mubah. Apabila Sang Pembuat Syari’at tidak memubahkannya bagimu, maka engkau tidak akan melakukannya. Dengan cara ini engkau akan diberi ganjaran dalam perbuatan mubahmu. Bukan karena hukumnya yang mubah, tetapi karena engkau mengimaninya sebagai sebuah syari’at dari sisi Allah SWT.

Sebab, hukum tidak akan pernah berubah lagi setelah wafatnya Rasulullah SAW. Karena hukum identik dengan syari’at itu sendiri dan pintu untuk syari’at yang baru telah tertutup. Oleh karenanya, sesuatu yang mubah akan tetap menjadi mubah dan selamanya tidak akan berubah menjadi wajib atau terlarang. Begitu pula dengan tiap-tiap hukum yang lain.

Ketika terbersit dalam dirimu khãthir untuk hal yang fardhu, maka dirikanlah ia dengan tanpa ragu, karena itu pasti berasal dari malaikat. Jika terbersit dalam dirimu khãthir untuk hal-hal yang mandub (sunnah), maka jadikan khãthir yang pertama sebagai pegangan dan jagalah konsistensimu, karena terkadang khãthir semacam ini bisa juga datang dari Iblis.

Jika terbersit khãthir untuk meninggalkannya dan menggantinya dengan amalan mandub lain yang lebih tinggi dan lebih mulia, janganlah engkau berpaling dari amal yang pertama dan tetaplah melakukannya. Engkau boleh mengamalkan yang kedua tapi harus tetap melaksanakan yang pertama. Bila selesai dari yang pertama, lanjutkan dengan melaksanakan amal yang kedua, maka syaitan pasti akan pergi dengan kecewa karena apa yang ia inginkan tidak tercapai.

Dengan obat penawar di atas, engkau akan mampu menyingkirkan penyakit syaitan dari dirimu. Jika engkau memperlakukan syaitan dengan cara tersebut, engkau akan berada pada maqãm ‘Umar bin Khatthab RA, yakni setiap kali syaitan bertemu denganmu di satu jalan, ia akan mencari jalan lain yang tidak kau lewati.

Maka dari itu, perhatikanlah apa yang kuperingatkan kepadamu, karena Allah SWT benar-benar memuji “mereka yang bersegera dalam hal kebaikan, dan mereka yang bersegera menuju kepadanya”.

Sebagaimana firman-Nya:

اُولٰۤىِٕكَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَهُمْ لَهَا سٰبِقُوْنَ  ۞

Mereka itu bersegera dalam (melakukan) kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang bersegera menuju kepadanya. (QS. Al-Mu’minun [33]: 61)

Aku cukupkan sampai di sini penjelasan mengenai masalah ini.

… ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ ۞

“… Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”.
(QS. Al-Ahzab [33]: 4)

Demikianlah kalam dari guru kami, Asy-Syaikh Al-Akbar Muhyiddin Ibn Al-‘Arabi yang membahas seputar khawãthir dalam satu bab khusus, yakni Bab 55 yang berjudul “Ma’rifah tentang khawãthir Syaithãniy“. Di awal bab ini, ada sya’ir yang ditulis beliau sebagai pembuka bab dan kami tuliskan di sini:

لَوْ أَنَّ اللهَ يُفْهِمُـــنَا الَّـ    ـذِيْ فِيْهَا مِنَ الْحِڪَمِ
رَأَيْتُ الْأَمْرَ يَعْلُوْ عَنْ    مَجَالِ الْفِكْرِ وَالْهِمَمِ
يَدِقُّ فَلَيْسَ تُظْــــهِرُهُ     إِلَيْـكَ جَوَامِعُ الْكِلَــمِ

Jika seandainya Allah memahamkan kita
tentang hikmah-hikmah dalam segala,

kulihat perkara membumbung tinggi
melampaui ruang lingkup pikiran dan himmah-himmah.

Begitu halus dan lembut perkara itu,
kata-kata yang menghimpun
tak kan menampakkannya padamu.

Semoga Allah SWT menjadikan bagimu petunjuk yang dengannya engkau bisa mengetahui tingkatan-tingkatan khawãtir-mu, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

اَللّٰهُمَّ أَجِرْنَا مِنَ الْخَوَاطِرِ النَّفْسِيَّةِ وَاحْفَظْنَا مِنَ الشَّهَوَاتِ الشَّيْطَانِيَّةِ وَطَهِّرْنَا مِنَ اْلقَاذُرَاتِ اْلبَشَرِيَّةِ وصَفِّنَا بِصَفَآءِ اْلمَحَبَّةِ الصِّدِّيْقِيَّةِ، وَأَرِنَا اْلحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهٗ وَأَرِنَا اْلبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهٗ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allãhumma ajirnã minal khawãthirin nafsiyyah, wahfadzhnã minasy syahawãtisy syaithãniyyah, wa thahhirnã minal qãdzurãtil basyariyyah, wa shaffinã bishafãil mahabbatish shiddîqiyyah, wa arinal haqqa haqqan warzunat tibã’ah, wa arinal bãthila bãthilan warzuqnã ijtinãbah, yã arhamar rãhimîn

“Ya Allah, selamatkanlah kami dari bisikan-bisikan (khawãthir) diri sendiri, lindungilah kami dari syahwat-syahwat syaitaniy, sucikanlah kami dari segala kekotoran manusiawi, murnikanlah kami dengan kemurnian cinta yang tulus, perlihatkanlah kepada kami bahwa yang benar itu benar dan anugerahkanlah kami kekuatan untuk mengikutinya, perlihatkanlah kepada kami bahwa yang bathil itu bathil dan anugerahkanlah kami kekuatan untuk menjauhinya, wahai Yang Maha Penyayang dari para penyayang”. (Doa Khatam Khawajikan, Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili, dalam Kitab Tanwîrul Qulûb fî Mu’ãmalati ‘Allãmil Ghuyûb)

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

___________

Sumber: Asy-Syaikh Al-Akbar Muhyiddin Ibn Al-‘Arabi, Al-Futûhãt Al-Makkiyyah, dialihbahasakan oleh Harun Nur Rosyid, Al-Futûhãt Al-Makkiyyah, Risalah tentang Ma’rifah Rahasia-rahasia Sang Raja dan Kerajaan-Nya, Darul Futuhat, Sleman, Yogyakarta, tahun 2019.

About admin

Check Also

Lebaran dan Kaum Kebatinan

“Tradisi lebaran yang konon hanya ada di Nusantara adalah sepotong waktu yang dapat menaikkan atau ...