“Keberadaan kapal perang AS di Singapura dan pangkalan militer AS di Darwin, membuat Indonesia diapit oleh kekuatan AS di timur dan barat”
Dengan menggunakan USS Freedom, Angkatan Laut Amerika Serikat (AS), Kamis (18/4) pukul 10.00 WIB, merapat di Changi, Singapura. Ini membuktikan “janji” AS, yang disampaikan melalui keterangan pihak Kedutaan Besar AS di Indonesia, Mei 2012 lalu, bahwa kapal militer AS akan merapat di wilayah Asia Tenggara pada musim semi 2013. Kapal ini akan berada di sekitaran wilayah Pasifik seluas lebih dari 124 juta km persegi, selama 10 bulan.
USS Freedom
Direktur Eksekutif dari Singapore Institute of International Affairs, Nicholas Fang, seperti dilansir BBC, mengatakan, ini masalah menyeimbangkan kembali strategi AS terhadap Asia. AS, kata Fang, ingin mempertahankan jalur perdagangan laut yang penting bagi perdagangan global dan ekonomi AS. Karena itu, AS merasa berkepentingan untuk mempertahankan stabilitas kawasan.
USS Freedom adalah kapal tempur yang dirancang untuk berperang dekat dengan pantai, atau disebut juga dengan kapal tempur daerah pesisir (Littoral Combat Ships/LCS). Kapal ini merupakan kapal pertama yang datang untuk 10 bulan pertama. Berdasarkan kesepakatan dengan Singapura, USS Freedom akan dirotasi setiap 10 bulan dengan tiga kapal perang AS lainnya untuk bertugas di perairan ini.
Di Asia Tenggara, kapal ini tergabung dalam armada ke-7 yang radius patrolinya mencapai 124 juta kilometer persegi di Pasifik, mencakup 35 negara maritim. Pangkalan armada ini di Yokosuka, Jepang. Saat sandar di pangkalan angkatan laut Changi di timur Singapura, USS Freedom terlihat seperti raksasa. Padahal, kapal ini salah satu kapal tempur terkecil yang dimiliki AS. Kru di dalamnya tidak terlalu banyak, kurang dari 100 orang.
Entah kebetulan atau tidak, penempatan kapal ini tampaknya juga bersamaan dengan ketegangan yang meninggi di Semenanjung Korea dan Cina. Jika dua Korea terancam mengalami Perang Korea jilid II, maka Cina diketahui terlibat dalam sengketa maritim dengan empat negara Asia Tenggara, yaitu Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Konflik ini terkait klaim teritorial di Laut Cina Selatan. Beijing mengklaim hampir seluruh wilayah perairan itu. Sementara Manila dan Hanoi vokal dalam mengecam klaim-klaimnya itu. Di Laut Cina Timur, Cina juga menghadapi hal serupa atas klaim kepemilikan Kepulauan Senkaku, dengan Jepang, yang notabene sekutu utama AS di kawasan Asia Timur.
Ihwal bertandangnya USS Freedom, Letnan Kolonel Timothy Wilke, Komandan LCS ini mengatakan, “Kami sangat ingin bekerja sama dengan angkatan laut regional lainnya dan berbagi praktik terbaik selama pelatihan, kunjungan pelabuhan, dan operasi keamanan maritime,” ujar Wilke.
Pakar keamanan regional, Ian Storey, mengatakan penempatan Freedom menandakan komitmen Washington untuk menjamin kebebasan navigasi di Asia Tenggara, yang merupakan lokasi sejumlah jalur pelayaran tersibuk di dunia. Tahun lalu, Menteri Pertahanan AS saat itu, Leon Panetta, mengumumkan Washington akan menggeser sebagian besar armada angkatan lautnya ke Pasifik pada tahun 2020 sebagai bagian dari fokus strategi baru di Asia, di mana Cina merupakan kekuatan yang sedang muncul. Selain USS Freedom, dalam waktu dekat AS juga berencana mendatangkan empat kapal silumannya.
Singapura Sekutu Dekat AS
Singapura sendiri merupakan salah satu sekutu AS di Asia Tenggara, selain Filipina dan Thailand. Terhadap negara sekutu dekatnya ini, Presiden AS, Barack Obama, saat bertemu dengan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, di Gedung Putih Selasa (2/4), melontarkan puja puji terhadap negeri jiran Indonesia ini. AS menganggap Singapura sebagai sumber utama saran poros diplomatiknya di Asia. “Secara pribadi, ada sangat sedikit pemimpin dunia yang saya lebih hargai dalam hal analisis saran, nasihat dan kebijaksanaan mereka daripada Perdana Menteri Lee,” kata Obama.
Sebelumnya, pada Mei 2012, Duta Besar AS untuk Singapura, David Adelman, mengatakan, kapal kombat ini tidak akan parkir di pelabuhan di Singapura, melainkan akan berkeliling Asia Tenggara. Agak bebeda dengan keterangan pejabat-pejabat lainnya kemarin ini, waktu itu Adelman mengatakan kapal tersebut dirancang untuk kepentingan bantuan bencana dan kemanusiaan.
Sementara itu, Dubes AS untuk Indonesia, Scot Marciel, mengatakan, penempatan USS Freedom di perairan Asia Tenggara bukanlah sesuatu yang baru. “Sudah dibahas TNI dan menteri pertahanan,” kata Marciel. Penempatan kapal AS ini kata Marciel, merupakan bagian dari komitmen negeri adidaya itu untuk melibatkan diri di wilayah Asia Tenggara. “Sekarang saja ada kapal yang sandar di Tanjung Priok,” katanya.
Pada Maret lalu, dalam acara “Dialog Internasional Pertahanan Jakarta (JIDD 2013)”, di Jakarta, Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Ashton Carter, mengatakan, kehadiran AS melalui kekuatan militernya menandakan betapa penting kawasan itu bagi dunia pada masa kini dan mendatang. “Kami menempatkan 60 persen anggaran pertahanan kami untuk kepentingan kami di Asia Pasifik,” katanya.
Berbeda dengan masa lalu, AS kini ada dalam “persimpangan jalan” terutama setelah mereka mengakhiri kehadiran militernya di Irak dan terakhir di Afghanistan yang sudah menelan uang rakyat AS sangat besar. “Kemitraan kami tingkatkan dengan negara-negara sahabat kami di Asia Pasifik, misalnya dengan Jepang dan Korea Selatan,” katanya.
Sementara itu Menteri Pertahanan Singapura, Eng Han, pada acara sama mengatakan, kemajuan perekonomian negara-negara di kawasan Asia-Pasifik telah mendorong belanja militer yang juga besar. Dia mengilustrasikan, beberapa tahun lalu, belanja militer di kawasan ini cuma 77 miliar dolar AS. “Kini menjadi 350 miliar dolar AS,” katanya.
Walaupun melalui berbagai pihaknya AS menyatakan bahwa penggelaran kekuatan militernya di perairan Asia-Pasifik ini untuk pengamanan jalur perairan, menyusul memanasnya kawasan ini, bagaimanapun hal ini telah memancing kecurigaan berbagai pihak terkait posisi Indonesia di kawasan ini. Situs Starbrainindonesia.com menulis, keberadaan dan kehadirannya (USS Freedom) di Singapura berkaitan pula dengan pangkalan AS di Darwin, Australia.
AS melalui dua negara bonekanya (Singapura dan Australia) hendak membangun interkonektivitas sistem militer untuk mengimbangi kekuatan Cina di Asia Fasifik. Sekaligus AS ingin memperoleh keuntungan ganda dengan memanfaatkan Singapura dan Australia untuk mengontrol hegemoni kekuatan Indonesia di kawasan ASEAN.
Dalam konteks ini, keberadaan kapal perang AS di Singapura dan pangkalan militer AS di Darwin menjadi menarik, karena Indonesia sebenarnya diapit oleh kekuatan AS di timur dan barat Indonesia. Dan jika Indonesia tidak siap baik secara SDM maupun Alutsista, maka Indonesia hanya akan menjadi bulan-bulanan kontrol AS melalui kedua negara bonekanya itu.
Terkoneksinya sistem pertahanan AS di Darwin dengan Singapura, membuat sistem pertahanan dan intelijen Indonesia bagai terkunci. Apalagi perbatasan Indonesia dengan Singapura dan dengan Australia, sangat tipis. Jika tidak siap dari segi pengamanan, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan habis diobok-obok AS, Singapura, dan Australia. Mengenai Singapura yang dijadikan tempat sandaran kepentingan kekuatan AS, dalam konteks pertahanan Indonesia perlu memandangnya sebagai sebuah potensi ancaman yang serius.
Sumber :selasarselusur.blogspot.com