Pendudukan Israel di tanah Palestina didasari letak yang cukup strategis dan mampu memberikan keuntungan bagi bangsa Israel. Pada mulanya, bangsa Israel hendak menduduki Uganda dan Victoria, namun tidak dilakukan karena letak Uganda yang terlalu jauh dari peradaban dan tidak adanya keuntungan geografis yang bisa didapatkan.
Aksi pendudukan tersebut juga diiringi dengan konspirasi berbagai negara adikuasa, salah satunya melalui perjanjian Balfour. Dalam perjanjian ini, tanah Palestina diberikan kepada Israel oleh kerajaan Inggris. Hal ini dikemukakan Duta Besar Palestina untuk Indonesia H.E. Dr. Zuhir Al Shun, dalam Ambassadorial Lecture bertajuk The Future of Palestine: Paving the Way for Sustainable Peace, di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito, Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), Selasa (17/5).
Zuhir Al Shun menuturkan bahwa setelah kejadian Naqbah 74 tahun silam, sekitar 6,5 juta penduduk Palestina menjadi pengungsi yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Hal ini kemudian berlanjut dengan konspirasi beberapa negara untuk mengelabui bahwa Palestina adalah rumah mereka (Israel).
Selain menyebabkan jutaan penduduk mengungsi, konflik Palestina – Israel telah mengikis sebagian besar wilayah Palestina. Pada awalnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membagi wilayah tersebut menjadi 56% untuk Israel dan 44% untuk Palestina yang meliputi sisi timur Al-Quds dan West Bank.
“Namun, konflik yang terus menerus terjadi membuat wilayah Palestina berkurang sebanyak 22% sampai hari ini,” tandas Zuhir Al Shun dalam diskusi yang digagas oleh Program Studi Hubungan Internasioal UII bekerjasama dengan dengan Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia tersebut.
Zuhir Al Shun menegaskan meskipun wilayahnya semakin berkurang, orang-orang Palestina tidak pernah menyerah melawan gempuran Israel. Perjuangan bangsa Palestina dilakukan melalui kekuatan fisik dan pikiran khususnya dengan tersebarnya ahli di berbagai wilayah Palestina.
“Bahkan pada tahun 1960an, seorang pejabat Israel pernah mengatakan bahwa orang Palestina tidak siap perang. Namun faktanya saat ini penduduk Palestina yang berperang adalah anak muda yang lahir pada tahun 1980an untuk merebut kembali hak-hak mereka,” paparnya.
“Israel adalah budak yang akan kalah selama masih adanya bangsa-bangsa yang tetap berjuang membela hak-hak mereka,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai duta besar Palestina untuk Bosnia dan Herzegovina tersebut.
Selain perjuangan melalui senjata, menurut Zuhir Al Shun, bangsa Palestina juga berjuang melalui jalur-jalur negosiasi dan dialog. Sebagai contohnya Yasser ar Rafat pernah mencoba meyakinkan 44 negara untuk mengakui kemerdekaan Palestina namun tidak berhasil.
Di hadapan sivitas akademika UII, Zuhir Al Shun juga menyoroti ketidakhadiran negara-negara barat dalam memperjuangkan kemanusiaan bangsa Palestina seperti yang saat ini dilakukan dalam konflik Ukraina – Rusia. “Israel telah melanggar banyak kesepakatan (perjanjian internasional), namun pertanyaannya kemana orang-orang,” ungkapnya.
Lebih lanjut disampaikan Zuhir Al Shun, bahwa negara-negara Barat terkesan membiarkan konflik Palestina – Israel, salah satu contohnya adalah penyerangan terhadap muslim Palestina yang tengah beribadah di bulan Ramadan. Ia menambahkan, bahwa kematian Shireen Abu Akleh, seorang jurnalis Al Jazeera di Palestina, beberapa hari yang lalu menjadi contoh baru akan ketidakpedulian bangsa barat terhadap konflik ini.
Menanggapi hal tersebut, Zuhir Al Shun mengajak umat Islam untuk bersama melakukan perjuangan secara nyata, salah satunya dengan menyebarkan berita Palestina melalui platform masing-masing. Ia mencontohkan bagaimana diamnya Mekah sebagai pusat agama Islam yang tidak memiliki kontribusi besar dalam mendukung Palestina.
Menurut Zuhir Al Shun, masalah di Palestina tersebut juga tidak diberitakan dengan baik. Israel menculik dan membunuh orang-orang, tidak hanya muslim tetapi juga Kristen. “Berita seperti ini tidak akan disebarkan kecuali melalui platform kita sendiri. Apakah kita akan diam melawan super power atau memiliki kesepakatan bersama untuk mendukung Palestina merebut kembali tanah air mereka,” tandasnya.
Infografis Peta Palestina dari Masa ke Masa (Aristya Rahardian) |
Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa Kelompok Hamas diketahui melancarkan serangan dadakan dan melepaskan sebanyak 5.000 roket yang menghantam sejumlah kota besar di Israel pada Sabtu (7/10/2023).
Serangan itu terjadi saat warga Israel sedang merayakan festival Sukkot yang berlangsung selama tujuh hari. Serangan mendadak oleh kelompok Palestina Hamas terhadap Israel tersebut disebut-sebut sebagai salah satu kegagalan terbesar intelijen Israel sejak Perang Yom Kippur 1973.
Syahdan, Militer Israel IDF melancarkan pemboman besar-besar ke arah Gaza tiada henti yang menimbulkan korban cukup besar. Hingga tulisan ini dirilis, disebutkan hampir 10 ribu korban sipil yang mayoritas terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Kementerian Wakaf dan Agama yang berbasis di Gaza melaporkan, total sudah ada 31 masjid yang hancur total imbas serangan Israel di Jalur Gaza. Tidak hanya masjid, menurut laporan kantor media pemerintah di Jalur Gaza pada Minggu (22/10/2023), serangan Israel di Gaza juga menyebabkan kerusakan signifikan pada tiga gereja.
Salah satunya, serangan Israel menyasar kompleks gereja tertua di Gaza, Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius. Kementerian Dalam Negeri Palestina menyebut beberapa orang tewas karena gereja tersebut diketahui menjadi lokasi pengungsian warga Gaza.
Sebelumnya, konflik di Gaza yang berada di bawah blokade Israel sejak 7 Oktober 2023, dimulai ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsa, sebuah serangan mendadak yang mencakup serangkaian peluncuran roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut, dan udara.
Diberitakan, serangan tersebut merupakan pembalasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel. Militer Israel kemudian melancarkan Operasi Pedang Besi terhadap sasaran Hamas di Jalur Gaza.
___________
Source: Dari berbagai sumber