“Walau engkau membaca berbagai macam ilmu selama 100 tahun dan engkau mengkoleksi 1,000 buku, semuanya tidak membuatmu siap mendapatkan rahmat Allah, kecuali engkau mengamalkan apa yang telah engkau ketahui.”
Oleh: Admin*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Sudaraku, mendidik anak adalah kewajiban orangtua. Pendidikan itu bukan hanya bagaimana ia bisa menjalankan hidupnya di dunia, tetapi juga memberikan pemahaman tentang bagaimana hidup itu harus dijalankan sesuai amanah Allah SWT.
Para Nabi yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi ini selalu menasehati anak-anaknya dengan wasiat-wasiat Tauhid. Wasiat itu selalu berbunyi: “Apa yang engkau sembah sepeninggalku?”. Seperti wasiat Nabi Ya’qub yang tertulis di dalam al-Qur’an:
اَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاۤءَ اِذْ حَضَرَ يَعْقُوْبَ الْمَوْتُۙ اِذْ قَالَ لِبَنِيْهِ مَا تَعْبُدُوْنَ مِنْۢ بَعْدِيْۗ قَالُوْا نَعْبُدُ اِلٰهَكَ وَاِلٰهَ اٰبَاۤىِٕكَ اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ ۞
“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 133)
Imam Ghazali, seorang ulama masyhur yang dijuluki sebagai Hujjatul Islam, juga tak lepas ucapannya yang berbobot nasehat khusus yang dipersembahkan untuk anak-anak.
Berikut saya kutip beberapa nasihat Imam Ghazali, yang beliau tulis dalam bukunya “Ayyuhal Walad” (Wahai anak).
أَيُّهَا الْوَلَدُ، اَلنَّصِيْحَةُ سَهْلٌ وَالْمُشْكِلُ قَبُوْلُهَا
“Wahai anak! Memberikan nasihat itu mudah, yang sulit menerimanya.“
أَيُّهَا الْوَلَدُ، لَا تَكُنْ مِنَ الْأَعْمَالِ مُفْلِسًا وَلَا مِنَ الْأَعْمَالِ خَالِيًا
“Wahai anak! Janganlah menjadi orang yang bangkrut dalam beramal dan jangan menjadi pengangguran.”
وَلَوْ قَرَأْتَ الْعِلْمَ مِائَةَ سَنَةٍ وَجَمَعْتَ أَلْفَ كِتَابٍ، لَا تَكُوْنُ مُسْتَعِدًّا لِرَحْمَةِ اللّٰهِ تَعَالَى إِلَّا بِالْعَمَلِ
“Walau engkau membaca berbagai macam ilmu selama 100 tahun dan engkau mengkoleksi 1,000 buku, semuanya tidak membuatmu siap mendapatkan rahmat Allah, kecuali engkau mengamalkan apa yang telah engkau ketahui.”
أَيُّهَا الْوَلَدُ، مَا لَمْ تَعْمَلْ لَمْ تَجِدِ الْأَجْرَ
“Wahai anak! Selama engkau tidak berbuat, maka tidak akan mendapatkan ganjaran.“
طَلَبُ الْجَنَّةِ بِلَا عَمَلٍ ذَنْبٌ مِنَ الذُّنُوْبِ
“Mencari surga tanpa berbuat baik adalah dosa dari sekian dosa.“
أَيُّهَا الْوَلَدُ، كَمْ مِنْ لَيَالٍ اَحْيَيْتُهَا بِتِكْرَارِ الْعِلْمِ وَمُطَالَعَةِ الْكُتُبِ
“Wahai anak! Begitu banyak malam yang aku hidupkan untuk mengulang-ngulang ilmu yang sudah kupelajari dan menelaah buku-buku.“
أَيُّهَا الْوَلَدُ، اَلْعِلْمُ بِلَا عَمَلٍ جُنُوْنٌ وَالْعَمَلُ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَكُوْنُ
“Wahai anak! Ilmu tanpa amal itu gila dan amal tanpa ilmu tidak akan terwujud.”
وَاعْلَمْ أَنَّ الْعِلْمَ الَّذِىْ لَا يُبْعِدُكَ عَنِ الْمَعَاصِى وَلَا يَحْمِلُكَ عَلَى الطَّاعَةِ لَنْ يُبْعِدُكَ عَنْ نَارِ جَهَنَّمَ
“Dan ketahuilah sesungguhnya ilmu yang tidak membuatmu jauh dari maksiat dan tidak membuatmu semakin ta’at, ia tidak akan menjauhkan sama sekali dari neraka jahannam.”
أَيُّهَا الْوَلَدُ، لَوْ كَانَ الْعِلْمُ الْمُجَرَّدُ كَافِيًا لَكَ لَا تَحْتَاجُ إِلَى عَمَلٍ سِوَاهُ، لَكَانَ نِدَاءُ “هَلْ مِنْ سَائِلٍ ؟”، “هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ؟”، “هَلْ مِنْ تَآئِبٍ؟” ضَآئِعًا بِلَا فَآئِدَةٍ
“Wahai anak! seandainya ilmu cukup dan engkau tidak butuh untuk mengamalkannya, maka seruan, “Adakah yang meminta kepada-Ku?”, “adakah yang memohon ampun kepada-Ku?”, dan “adakah yang bertaubat kepada-Ku?”, akan hilang sia-sia.”
أَيُّهَا الْوَلَدُ “وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ” أَمْرٌ، “وَبِالْأَسْحَارِ يَسْتَغْفِرُوْنَ” شُكْرٌ
“Wahai anak! Ayat yang berbunyi, ‘Dan di sebagian malam, bangunlah untuk shalat tahajjud sebagai ibadah tambahan untukmu’, ini adalah perintah; kemudian (kalimat) ‘Di akhir-akhir malam mereka beristighfar’, ini adalah wujud rasa syukur kepada-Nya.”
ثَلَاثَةُ أَصْوَاتٍ يُحِبُّهَا اللّٰهُ تَعَالَى : صَوْتُ الدِّيْكِ، وَصَوْتُ الَّذِىْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ، وَصَوْتُ الْمُسْتَغْفِريْنَ بِالْأَسْحَارِ
“Ada tiga suara yang Allah cintai: suara kokok ayam (di pagi hari yang membangunkan manusia untuk shalat), suara yang membaca al Qur’an dan suara orang-orang yang memohon ampun di akhir-akhir malam.”
Demikianlah beberapa nasihat Imam Ghazali untuk anak-anak. Ketahuilah, bahwa nasehat-nasehat tersebut sarat dengan kemuliaan akhlaq yang mesti dibawa si anak sampai akhir hayatnya. Orangtua tidak boleh berhenti untuk memberikan nasihat kepada anak-anaknya. Apalagi jika nasihat itu bisa kita tulis dalam sebuah buku, agar bisa disampaikan kepada generasi kita nantinya.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb