Hakikat Rabithah (Ikatan Jiwa)
Sesungguhnya jiwa manusia tidak akan kosong dari kondisi keterikatan dengan sesuatu. Sebagian manusia ada yang rabithah (terikat jiwanya) dengan harta semata, ada yang jiwanya terikat dengan pekerjaannya, ada yang terikat dengan lawan jenis, dan lainnya.
Rabithah merupakan ajaran dalam thariqah Islam, bertujuan supaya menggantikan gambaran-gambaran dan ikatan-ikatan diatas dengan menggambarkan dan mengikatkan jiwa kepada orang yang menjadi wali Allah dari mursyid pembimbing ibadahnya.
Murid membayangkan bahwa mursyid selalu bersamanya dimanapun dan kapanpun. Maka rabithah adalah kebersamaan hati dengan orang yang shadiq (benar iman, islam dan ihsannya), selain kebersamaan fisik. Sebagimana yang diperintahkan Allah dalam QS. Al-Taubah: 119.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.
Rabithah merupakan etika batin terpenting dan bagian dari wasilah yang haq kepada Allah dalam meraih ketaqwaan kepada-Nya, Allah SWT tegaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 35, Allah berfirman :
يَااَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوااللهَ وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ اْلوَسِيْلَةَ
“Wahai orang-orang yang beriman taqwalah kalian kepada Allah, dan carilah (wasilah/perantara)”.
Wasilah dalam ayat diatas tidak dimaknai ibadah, atau amal shaleh karena keduanya telah masuk kepada perintah taqwallah, dimana ibadah dan amal shaleh bagian dari taqwa. Wasilah adalah perantara atau penghubung antara hamba dengan Allah. karena rabithah bagian dari wasilah maka rabithah tidak akan terwujud tanpa ada hubungan dan kecintaan.
Sosok yang layak untuk dijadikan wasilah dalam rabithah adalah para Nabi dan para rasul termasuk para wali Allah yang membimbing umat (Wali Mursyid), karena mereka adalah pewaris para Nabi dan khalifah rasulillah setiap zamannya. Dengan melihat kepada mereka dan membayangkan sosoknya dapat menjadikan murid ingat kepada Allah.
قَالَ: الَّذِيْنَ إِذَا رُؤُوْا ذُكِرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ أَوْلِيَاءُ اللهِ
“Dari Abu Sa’id al-Khudri RA, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya: “Siapakah para wali Allah?” Beliau menjawab: “Yaitu orang-orang yang apabila dilihat, maka orang yang melihatnya akan ingat kepada Allah”.[1]
Murid yang selalu rabithah kepada mursyidnya -sebagaimana Sahabat selau rabithah kepada Rasulillah Saw akan mencapai wushul ilallah dalam makna hati murid selalu tersambung kepada mengingat Allah, tersambung kepada perintah-perinta-Nya, dan melindungi serta meninggikan agama-Nya. Maka rabithah merupakan sebab terbesar al-wushul setelah murid istiqamah berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan Al-Hadis.
Dalil-Dalil Rabithah
Beberapa dalil dari al-Qur`an dan al-Hadis, juga atsar Sahabat, yang menjadi landasan rabithah, diantaranya:
1. Surah Yusuf ayat 24 :
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”.
Telah datang berita dalam tafsir Thabariy, dari Ibn Abbas: “Nabi Yusuf melihat rupa atau perumpaan wajah ayahnya Nabi Ya’qub sambil menggigit jari-jari tangan Nabi Yusuf maka keluarlah syahwat biologisnya dari jari-jarinya.[2] Berkata imam al-Baghawiy dalam tafsirnya: telah berkata Qatadah dan kebanyakan mufasir: “Sesunguhnya Yusuf melihat rupa ayahnya, dan ia berkata kepadanya: “Wahai Yusuf engkau akan melakukan perbuatan sufaha (orang-orang bodoh). Sedangkan engkau tertulis dalam daftar para Nabi”.[3]
Dalam riwayat yang lain, berkata al-Hasan, Sa’id bin Jubai, Mujahid, Ikrimah, dan al-Dlahak: “Terbelah atap rumah maka Yusuf melihat ayahnya sambil menggigit ibu jarinya”. Dengan keterangan ini ahli thariqah menjadikan dalil bahwa hubungan yang benar antara murid dan syaikh akan melahirkan faidah-faidah dan hasil yang terpuji.
Syaikh Akbar Muhammad Fathurrahman menjelaskan: “Rupa dari Ya’qub ini hakikatnya cahaya Allah yang digambarkan wajah ayahnya sebagai sosok ayah biologis plus ayah ruhani Yusuf, yang selalu mendo’akan keselamatan lahir batin Nabi Yusuf, dan Yusuf-pun begitu cinta dan selalu membayangan sosok ayahnya sebagai Nabi Allah”.
2. Hadits Nabi Saw:
عن ابن عباس – رضي الله عنهما – قال: قيل: يا رسول الله, أيُّ جلسائنا خيرٌ. قال: » من ذكَّركم الله رؤيته, وزاد في علمكم منطقه, ذكَّركم بالآخرة عملُه « [رواه أبو يعلى, ورواته رواة الصحيح إلا مبارك ابن حسَّان].
“Dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoi keduanya, dia berkata: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah di tanya; ‘Ya Rasulallah, siapakah teman duduk yang paling baik? Beliau menjawab: “Orang yang ketika kamu melihatnya membuatmu teringat Allah, dan apabila kamu mendengar perkataannya akan membuatmu bersemangat untuk menambah amal kebaikan [4], dan orang yang amalannya membuatmu mengingat akhirat”. (HR Abu Ya’la dan para perawinya semuanya shahih selain Mubarak bin Hasaan)”.
3. Surah al-Taubah: 119.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. Al-Taubah: 119)
Dalam kitab Rasyahat ‘ainul hayah dalam menafsirkan ayat diatas bahwa kebersamaan dengan shadiqin ini terbagi dua: kebersamaan hissi dengan selalu menyertai dan searah dengan mereka, juga kebersamaan ma’nawiyyah yaitu dalam rabithah murid kepada syaikh mursyidnya dengan tersambungnya sirr (rasa batin) murid dengan sirr guru.[5]
4. Hadits Nabi Saw:
كن مع الله وان لم تكن مع الله فكن مع من كان مع الله فانه يوصلك الى الله
“Hendaklah kamu bersama Allah, dan kalau tidak bersama Allah, hendaklah kamu bersama orang yang bersama Allah karena sesungguhnya orang itulah yang akan menyampaikan kamu kepada Allah”. (HR. Abu Daud).
5. Hadits Nabi Saw:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ أَوْلِيَاءُ اللهِ قَالَ: الَّذِيْنَ إِذَا رُؤُوْا ذُكِرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Dari Abu Sa’id al-Khudri RA, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya: “Siapakah para wali Allah?” Beliau menjawab: “Yaitu orang-orang yang apabila dilihat, maka orang yang melihatnya akan ingat kepada Allah”.
Rabithah kepada para wali Allah yang mendapatkan tugas membimbing umat yang disebut wali mursyid, dapat menyambungkan hati kepada Allah.
عن أسماء بنت يزيد، أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: « ألا أنبئكم بخياركم؟ قالوا: بلى يا رسول الله! قال: خياركم الذين إذا رءوا ذكر الله عز وجل»
“Dari Asma binti Yazid, bahwa ia telah mendengar Rasulullah, Saw bersabda: “Ingatlah aku memberitakan kepada kalian dengan sebaik-baiknya kalian”? mereka berkata: “baik ya Rasulullah”, Nabi Saw bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang-orang yang apabila dilihat maka menjadi ingat kepada Allah”. (Hilyatul Auliya).
Berkata penulis kitab Hilyah al-Auliya : “rabithah dalam makna hadis diatas adalah “melihat”, karena hakikat melihat adalah wujudnya rupa yang dilihat dalam hayalan dan pikiran”.[6]
6. Dalam kitab Syarah al-Syama`il dan Fathul bari, karya Ibn Hajar, terdapat cerita dari Ibn Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَوْ غَيْرِهِ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ – صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِي النَّوْمِ فَبَقِيَ بَعْدَ أَنِ اسْتَيْقَظَ مُتَفَكِّرًا فِي هَذَا الْحَدِيثِ فَدَخَلَ عَلَى بَعْضِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ ، وَلَعَلَّهَا خَالَتُهُ مَيْمُونَةُ، فَأَخْرَجَتْ لَهُ الْمِرْآةَ الَّتِي كَانَتْ لِلنَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَنَظَرَ فِيهَا فَرَأَى صُورَةَ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَلَمْ يَرَ صُورَةَ نَفْسِهِ ، وَنُقِلَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّالِحِينَ أَنَّهُمْ رَأَوُاالنَّبِي َّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –
Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam kitabnya Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari mencantumkan satu riwayat dari Ibnu Abbas, dari Ibnu Jamrah, disebutkan bahwa salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Ummul Mu’minin Maimunah binti Harits, radhiyallahu ‘anhu, ketika didatangi oleh salah seorang sahabat yang ingin melihat wajah nabi. Berkatalah Ummul Mu’minin ra: “apakah engkau ingin melihat wajah Rasulullah?”, sahabat itu berkata: “Iya, wahai Ummul Mu’minin”, maka Ummul Mu’minin mengeluarkan sebuah cermin kecil dan di cermin itu tergambarkan wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cermin itu ketika dipakai bercermin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka cermin itu tidak mau lagi memunculkan wajah yang lainnya kecuali wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka cermin itu tidak mau menangkap pemandangan yang lain selain wajah nabi Muhammad shallallahu‘alaihi wasallam, Ummul Mu’minin berkata: “ Jika aku merindukan Rasulullah maka aku buka cermin ini dan aku melihat wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Adapula berita bahwa S. Abu Bakar mengadu kepada Nabi Saw karena hayalan dari rupa Nabi Saw, selalu ada pada pikiran Abu Bakar tidak terpisah sekejap-pun, bahkan ketika ia ada di WC.
ذكر البخاري أن سيدنا أبا بكر الصديق رضي الله عنه شكى للنبي صلى الله عليه وسلم عدم انفكاك خيال وصورة المصطفى صلى الله عليه وسلم حتى في بيت الخلاء[7]
7. Surah Ali Imran : 190
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali ‘Imran: 190).
Allah SWT, memuji mereka yang selalu berzikir dan mentafakuri makhluk-makhluk Allah sehingga menjadi media mengingat Allah, demikian pula rabithah memikirkan, menghayalkan wajah atau ahwal, sepak terjang para Nabi dan juga wali mursyid dapat menghantarkan hati mengingat Allah. maka rabithah bagian dari ibadah yang disanjung oleh Allah.
Sebagian muslim yang tidak sampai ilmunya kepada hakikat rabithah berpendapat syirik, rabithah kepada mursyid. Apakah orang yang memikirkan anak istrinya atau perkerjaannya serta mencintai mereka adalah berbuat syirik pula. Memikirkan makhluk apabila menjadi media hati zikir kepada Allah adalah wasilah yang haq dan merupakan ibadah batiniah. Berdasarkan kepada QS. Ali ‘Imran: 190. Bahkan mencintai sesuatu karena Allah, dijalan-Nya adalah dibenarkan Allah dalam Hadits Qudsiy:
إِذَا تَحَابَ اثْنَانِ فِي اللهِ كَانَ أُحِبَّهُمَا إِلَى اللهِ أَكْثَرُهُمَا حُبّاً لِصَاحِبِهِ
“Apabila saling mencintai dua orang dijalan Allah maka yang paling dicintai Allah dari keduanya adalah yang paling banyak diantara keduanya dalam mencintai sahabatnya”.[8]
Rabithah dalam shalat dengan mengingat atau membayangkan orang-orang yang diberi anugrah para Nabi dan Shiddiqin (para wali Mursyid), dianjurkan dalam rangka menghayati ayat ke 6 dan 7 surah al-fatihah.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
“Tunjukilah kami (dalam seluruh langkah-langkah ibadah dan hidup kami) kepada jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat kepada mereka (para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin)”.
Demikian ketika tasyahud dalam shalat maka dianjurkan rabithah ketika membaca kalimah asslamu’alaika ayyuha al-nabiyyu maka qalbu kita membayangkan wajah Nabi Saw atau sifat dan akhlaknya yang agung . Demikian ketika membaca kalimah wa ‘ala ‘ibadillah al-shalihin maka terbayanglah wajah orang-orang shaleh, dari kalangan para Nabi, para wali, syuhada.
Endnotes:
[1]فقد أخرج ابن المبارك، والترمذي في نوادر الأصول وأبو الشيخ وابن مردويه وآخرون عن ابن عباس رضي الله تعالى عنهما، قال: قيل: يا رسول الله من أولياء الله، قال: الذين إذا رؤوا ذكر الله تعالى
[2] Lihat pula tafsir al-Qusyairiy juz 1, hlm. 233, Baidlawiy juz 3, hlm. 282. [3] Lihat dalam adlwa al-bayan, juz 2 hlm. 212. Telah mengeluarkan atsar Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim, dan Abu al-Syaikh, demikian al-Hakim dan menshahihkannya, dari Ibn Abbas: dalam menafsirkan ayat “andaiata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya”, ia berkata : “Yususf melihat rupa ayahnya Ya’qub ditengah rumah sambil menggigit ibu jarinya”. [4] Yaitu perkataan dan pembicaraannya. [5] Ibn Qayiim, hlm 185. [6] Juz 1, hlm 2. [7]العجاوني في كشف الخفاء رقم 1098, ص 407. وقال الطبراني خرجه الجندي والعهدة عليه. فقال ابي بكر ( رضي الله عنه) أحب من الدنيا ثلاث الجلوس بين يديك – والنظر اليك – وأنفاق مالي عليك . رواه
[8]ما تحاب رجلان في الله إلا كان أحبهما إلى الله عز وجل أشدهما حبا لصاحبه ] . ( صحيح ) _ وللحديث شاهد صحيح بلفظ ما من رجلين تحابا . . . . وسيأتي تخريجه برقم 3273 . ( تنبيه ) _ جميع روايات الحديث بلفظ رجلان وأما الغزالي فذكره في الإحياء بلفظ اثنان . ولم أجده في شيء من هذه الروايات .