Oleh: Helmi Abu Bakar
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Masyarakat Aceh yang terkenal dengan sebutan Serambi Makkah, dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas segala kegiatan dan tindakan dari nilai-nilai syariat Islam. Qanun Aceh masa dulu Iskandar Muda yang menjadi pegangan masyarakat baik dalam bentuk adat istiadat dan budaya juga diwarnai dengan nilai syariat Islam.
Salah satu tradisi itu adalah peusijuk atau tepung tawar. Dalam tradisi ini, pemuka agama menaburkan tepung tawar kepada jamaah atau hadirin yang mengikuti ritual.
Para endatu atau orang tua masyarakat Aceh sejak dulu memang telah menanamkan kepada anak-anak mereka nilai-nilai syariat Islam melalui peusijuek. Karenanya peusijuek terus dilestarikan hingga saat ini. Peusijuek di Aceh juga sudah dilakukan oleh ulama-ulama Islam sejak masa lampau.
Terdapat beberapa bahan yang disiapkan untuk peusijuek (tepung tawar) sebagai media. Peuijuek pada dasarnya mirip dengan apa yang Rasulullah Muhammad SAW lakukan, yakni memercikkan air. Sedangkan peusijuk yang dilakukan pada masa kini, selain memercikkan air yang telah disediakan dalam satu mangkok dengan dicampuri sedikit garam, jeruk purut, dan ditaruh emas di dalamnya, juga mencampakkan beras atau padi.
Hal yang dilakukan selanjutnya, tepung tawar dipercikkan menggunakan beberapa tanaman yang telah diikat menjadi satu. Biasanya terdiri dari daun peusijuk, naleung sumbo, bibit pinang, dan beberapa jenis tanaman lainnya. Semua itu sebenarnya adalah untuk tafa’ul.
Ulama Aceh meyakini perkara semacam itu tidaklah dilarang dalam Islam. Bahkan dalam bahasa sehari-hari juga banyak yang berbentuk tafa’ul atau harapan. Salah satu contoh tafa’ul yang terjadi misalnya penamaan tempat yang tidak berpenduduk yang biasanya berbahaya dengan nama mafaazah yang secara bahasa berarti tempat keselamatan. Hal tersebut sebagai doa keselamatan bagi orang yang melalui tempat tersebut supaya selamat.
Contoh lainnya adalah kata-kata mutalahimah (luka menganga yang menyobek daging). Sebenarnya arti dari kata mutalahimah adalah sedaging (rapat), namun dipakai kepada luka terbuka yang berlawanan dengan arti mutalahimah. Prosesi ini ini bertujuan sebagai harapan supaya luka tersebut cepat rapat dan lengket kembali.
Sedangkan contoh tafa’ul dalam bahasa Aceh adalah kebiasaan orang Aceh adalah memanggil anaknya yang melakukan kesalahan dengan panggilan aneuk metuah (anak yang bertuah) lepah jroeh gata (baik sekali kamu), padahal jelas-jelas anak tersebut barusan melakukan kesalahan. Anak dipanggil dengan panggilan yang baik sebagai doa bagi anak tersebut supaya tidak melakukan kesalahan lagi.
Demikian juga dalam tradisi peusijuek yang memiliki harapan kebaikan. Pada tradisi ini dipergunakan beberapa jenis tanaman. Semua maksud dari tanaman tersebut tak lain adalah sebagai tafa’ul. Beberapa maksud tafa’ul dari bahan-bahan yang dipergunakan untuk peusijuk antara lain daun sedingin yaitu daun yang bersifat dingin dan aman ketika dimanfaatkan.
Lalu ada rumput seumbo agar mudah mendapatkan rezeki dan kuat manfaatnya; daun pandan yang baik karena kewangiannya; batang talas yang cepat berkembang dan batangnya selalu bermanfaat; tunas pinang yang kuat dan lurus ketika dimanfaatkan.
Berikutnya bunga yang selalu wangi dan sangat disenangi; ini yang kuat manfaat dari banyak segi; emas menggambarkan barang yang dituju adalah sesuatu sangat berharga. Ada juga beras dan padi yang merupakan makanan pokok yang berkembang banyak dan selalu dimanfaatkan; garam yang bersifat menyedapkan dan memuaskan; gula menandakan barang yang dituju agar mendapat kesenangan; minyak wangi yang selalu diagungkan; kunyit yang cepat berkembang serta makmur.
Selain itu, ada pula limau purut yang membawa kebahagiaan; kemenyan yang dipercaya disukai malaikat pembawa rahmat; kapas agar beban yang berat jadi ringan; tepung tawar atau bedak dengan harapan agar dihias dengan kebahagiaan; air dengan harapan selalu dalam hak Allah; kaki ayam agar giat mencari rezeki yang halal; dan hati ayam: agar terbolak-balik hati.
Dalam proses peusijuek ketika peusijuk (tepung tawar) ditempelkan sedikit nasi pulut, baik yang ditepungtawari itu harta atau manusia. Hal ini juga mengandung satu maksud. Nasi pulut yang sifatnya lengket merupakan salah satu rezeki yang Allah berikan. Menempelkan nasi tersebut sebagai tafa’ul agar datang rezeki lainnya.
Apa yang dilakukan endatu masyarakat Aceh sejak dulu menurut ulama Aceh berdasarkan apa yang dilakukan Rasulullah ketika melakukan peusijuk terhadap Sayyidatina Fathimah dan Sayyidina ‘Ali sa’at keduanya menikah. Hal ini dijelaskan dalam kitab al-Ma’jam Kabir karangan Imam Thabraniy.
Source: Nu.Or.Id