Home / Agama / Kitab Klasik / Telaah Sekilas Kitab “Zubdatul Asrar fii Tahqiiqi Ba’dhi Masyaribil Akhyar” Syekh Yusuf al-Makassari

Telaah Sekilas Kitab “Zubdatul Asrar fii Tahqiiqi Ba’dhi Masyaribil Akhyar” Syekh Yusuf al-Makassari

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Wasshalaatu wassalaamu ‘alaa Muhammadin wa aalihi ma’at tasliimi wabihii nasta’iinu fii tahshiilil ‘inaayatil ‘aammati wal-hidaayatit taammah, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai InayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, aamiin ya Robbal ‘alamin”.

Simbolisme “oase” atau tempat minum digunakan Syekh Yusuf lagi dalam karya kedua dalam manuskrip Or. 7025. Beliau menamakan karyanya dengan Zubdatul Asrar Fi Tahqiiqi Ba’dhi Masyaaribil Akhyar (Rahasia Pokok Dalam Penemuan Sebagian Oase Para Terpilih). Karya ini berada pada f. 10v.-33r.

Kita diajak pada permulaannya untuk menyaksikan bahwa Syekh Yusuf memiliki dasar-dasar keyakinan Islam, ahlussunnah wal jama’ah. Beliau meyakini apa-apa yang kita kenal sebagai rukun iman. Beliau juga meyakini hal-hal yang biasa disebutkan dalam tradisi talqin mayyit; Allah Rabbku, Muhammad nabiku, Islam agamaku, Ka’bah kiblatku, Al-Qur’an imamku, dan semua muslim saudaraku. Dan beliau menyebutkan banyak sifat-sifat Allah sebagai mana dalam Al-Quran. Ada apa gerangan?

Ini mungkin dikaitkan dengan “fitnah” yang menimpa para pengikut wujudiah yang beliau dengar, yang berkembang di Aceh. Kita bisa mengingat bahwa Syekh Abdurrauf as-Singkili, yang semasa dengan Syekh Yusuf, meminta penjelasan akan kitab Tuhfatul Mursalah Ilan Nabi kepada guru mereka, Syaikh Ibrahim al-Kurani. Penjelasan yang penting guna mendudukkan masalah keyakinan wujudiah yang pada masa itu, oleh Syekh Nuruddin ar-Raniri ditolak keras. Syekh Yusuf sangat mungkin mengetahui kondisi gonjang-ganjing mengenai akidah ini. Beliau hendak berkata bahwa saya adalah seorang muslim seperti kalian yang menolak dan memperdebatkan paham tasawuf kami.

Kitab menyebutkan dalil-dalil akan hakikat keyakinan ihathah dan ma’iyyah yang telah kita jelaskan sebelumnya. Bahwa keyakinan tersebut harus ada karena ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang menuturkan bahwa Allah selalu bersama hambaNya di mana saja dan bahwa tidak terjadi pembicaraan rahasia antara tiga orang kecuali Allah Yang Keempat.

Syekh Yusuf berkata, “Keyakinan Ahlussunah wal Jama’ah; Allah itu Wujud Mutlak…”

Pembahasan mengenai “wujud” inilah yang menjadi tema utama kitab. Syekh Yusuf menarasikan bagaimana keyakinan mengenai Wujud ini didapatkan dari zikir atas “Laa ilaaha illallah”, “tidak ada tuhan kecuali Allah”. Makna kalimat ini mengantarkan kita pada keyakinan bahwa “tidak ada yang disembah, yang dicari, yang dituju, yang dikehendaki, yang dicintai, yang dihasrati, yang bertindak, yang wujud secara hakikat kecuali Allah, segala sesuatu selain-Nya semata-mata hanyalah bayangan (dzillu) bagi Allah”.

Hal ini demikian karena segala sesuatu yang menjadi ada disebabkan selainnya, maka wujudnya adalah milik selainnya (yang menjadi sumber wujud), bukan miliknya sendiri. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu selain Allah itu pada hakikatnya tidak memiliki wujud, dia hanyalah manifestasi dari Allah. Dengan kata lain, dia diberikan wujud dari Pemilik Wujud yaitu Allah Swt.

Pandangan bahwa Tuhan Maha Mutlak dan wujud makhluk bersumber dari-Nya mengantarkan pada kesucian makhluk (karena berasal dari-Nya), namun bukan bersifat ketuhanan (divine). Hal ini penting ditegaskan untuk beberapa alasan. Pertama, ini menolak mereka, termasuk di antaranya para pemikir Muslim yang terpengaruh, bahwa keyakinan ini, yang di masyarakat Nusantara utamanya mengikuti mazhab Martabat Tujuh, bersifat monistik dan panteistik.

Kedua, sebagaimana selalu ditekankan oleh Seyyed Hossein Nasr, bahwa pandangan ini akan mengantarkan pada relasi agama dan alam yang mana sudah sangat pudar pada masyarakat modern. Alam ini adalah manifestasi (tajalli) dari Allah sehingga harus dihormati, dijaga, dicintai karena ia dikaitkan kepada sang “Sumber”.

Kembali kepada kitab Zubdat, Syekh Yusuf menerangkan bahwa zikir-zikir yang beliau ajarkan bersumber dari Al-Qur’an. Nampaknya ini juga merupakan cerminan masyarakat yang berdebat keras mengenai lafal-lafal zikir dalam tradisi tarekat beliau. Di atas telah dibahas mengenai laailaaha illallah.

Selain itu, zikir yang beliau ajarkan adalah “Allah-Allah” yang ditetapkan melalui surah al-An’am ayat 91 قُلِ ٱللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِى خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ, dan “Huwa-Huwa” yang merupakan keyakinan bahwa Dia adalah yang menjadi rahasia dari segala sesuatu yang ada alam realitas eksternal di dunia ini. Sebagaimana dalam surah al-Ikhlash, katakanlah “Dia-Dia”. Ketiga jenis zikir ini memiliki tahapan. Laa ilaaha illaa Allah merupakan zikir lisan. Allah-Allah merupakan zikir hati. Sedangkan Huwa-Huwa merupakan zikir “sirr”.

Syaikh al-Jurjani menjelasakan dalam at-Ta’rifat bahwa “sirr” adalah bagian halus yang berada di dalam hati, sebagaimana ruh berada di dalam jasad. Ia berfungsi sebagai tempat terjadinya musyahadah (penyaksian akan hakikat Allah). Sebagaimana ruh sebagai tempat tejadinya mahabbah, dan hati sebagai tempat terjadinya ma’rifah (pengenalan Allah).

Selanjutnya Syaik Yusuf menjelaskan tentang kewajiban seorang hamba untuk selalu mendekat (muraqabah) kepada Allah. Hal ini demikian, menurut Syaikh Yusuf, karena sesuai dengan hadis Nabi saw. untuk menyembah Allah dalam kesadaran bahwa engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak melihat-Nya maka sadarilah bahwa Dia melihatmu. Hadis ini penting untuk menyadarkan bahwa kita selalu dalam realitas spiritual yang jauh dari-Nya. Kita selalu dalam kondisi berjuang untuk mendekat dan terus-mendekat. Hasil dari kesadaran ini adalah kesadaran lain akan kerendahan diri kita dihadapan-Nya, dan rasa rendah hati di hadapan sesama hamba Tuhan lainnya.

Berprasangka Baik

Inilah yang dimaksud oleh Syekh Yusuf bahwa seorang harus selalu memberikan sangkaan baik kepada manusia dalam hal perubahan spiritualitas mereka. Hal ini demikian karena ia dikaitkan dengan hakikatnya sebagai ciptaan Tuhan. Tuhan bersifat, selain absolut, juga tak terbatas (infinite). Ketidakterbatasan ini mencakup semua kemungkinan bisa terjadi yang dapat menimpa siapa saja di antara makhluk-Nya. Dia Maha Mungkin. Termasuk mungkin menjadikan seorang yang seumur hidupnya secara lahiriah terkungkung dalam kubangan dosa untuk bertobat.

وتجب عليه أيضا أن يحسن الظن بالناس أجمعين انه وان وقعوا فى المخالفات دائما فضلا عن غيرهم فإن رحمة الله أوسع من ذلك. فقال تعالى: ورَحْمَتِيْ سَبَقَت غَضَبِيْ. ولا شك أن الذنوب كلَّها كانت من جملة الأشياء والكل من الأشياء وسعتها رحمته بنص القول الإلهي فاعلم ذلك

Watajibu ‘alaihi aydhan an-yahsanadz dzanna bin-naasi ajma’iin, wa in waqa’uu fil mukhaalafaati daa-iman fadhlan ‘an ghairihim fainna rahmatallaahi awsa’u min dzaalika faqaala Allahu Ta’aalaa (wa rahmatii sabaqat ghadhabii) wa laa syakka annadz-dzunuuba kullahaa kaanat min jumlatil asyyaa-i wal-kullu minal asyyaa-i wasi’athaa rahmatuhu binashshil qaulil ilaahiy, fa’lam dzaalik.

Wajib bagi seorang hamba untuk berprasangka baik kepada semua orang, meskipun orang-orang itu sedang bergelimang dalam maksiat, apalagi yang tidak (orang-orang yang taat). Karena sejatinya, rahmat Allah lebih luas dari itu semua. Allah berfirman (dalam hadis Qudsi) : (Dan rahmat-Ku mendahului murka-Ku). Dan, tidak diragukan lagi semua dosa itu hanyalah bagian dari segala sesuatu di alam semesta ini. Dan Segala sesuatu di alam semesta ini diluaskan oleh rahmat-Nya, sesuai dengan firman Ilahi-Nya. Maka ketahuilah itu.

Apalagi dengan mempertimbangkan sifat rahman dan rahim Tuhan yang mendahului sifat-sifat lainnya dan mencakup segala hal. Ciptaan ini adalah wujud dari kasih dan sayang Tuhan. Dalam bahasa para sufi, nafasurrahman (hembusan kasih dan sayang) yang muncul ketika penciptaan di zaman azali ketika Tuhan mengucap “kun” lah yang menjadikan seluruh makhluk wujud. Artinya, dalam konteks sosial, kasih sayang Tuhan tidak terbatas, termasuk kepada mereka yang bukan Muslim.

Dosa-dosa seseorang adalah satu hal yang rahmat Tuhan melingkupinya. Sebagaimana firman Tuhan “sesungguhnya rahmat-Ku mencakup segala sesuatu”. Jadi mereka yang kembali kepada-Nya maka dia seperti sabda Nabi saw.: “Siapa saja yang bertaubat dari dosa-dosanya, maka dia seperti orang yang tanpa dosa”.

اَلتَّآئِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

Artinya dia kembali suci. Hal ini dijamin dalam Al-Qur’an bahwa Allah mencintai mereka yang terus -menerus bertaubat dan terus-menerus mensucikan diri.

Syekh Yusuf menerangkan bahwa kata “at-Tawwab”, adalah bentuk mubalaghah dari at-Taib, yang menunjukkan bahwa seseorang berulang kali bertaubat. Dapat dipahami bahwa, seorang yang at-tawwab adalah seseorang yang banyak melakukan dosa dan terus-menerus melakukan taubat karena banyaknya dosa itu. Pada akhirnya, berprasangka baik kepada manusia, menurut Syaikh Yusuf, adalah manifestasi dari berprasangka baik kepada Allah Swt.

Akhirnya, kita dapat melihat bahwa kitab ini utamanya adalah nasihat Syekh Yusuf kepada muridnya tentang kondisi zamannya. Zaman telah berubah dan keyakinan-keyakinan para sufi ditentang dengan berlebihan. Melihat semua ini, beliau mengutip satu dalil dari hadis Nabi saw bahwa ketika engkau melihat hawa nafsu diikuti dan setiap orang yang memiliki pendapat mengikuti pendapatnya sendiri secara bebas (tanpa mempertimbangkan otoritas, agama, dampak sosial), maka yang utama bagimu adalah menasihati dirimu sendiri; tinggalkan urusan orang banyak yang demikian kondisinya.

Menjelang Terjadinya Akhir Zaman

وقوله صلى الله عليه وسلم (سيأتين عليكم زمان خيركم فيه من لم يأمر بمعروف ولم ينه عن منكر) وقوله صلى الله عليه وسلم (اذا رايت شحا مطاعا وهوى متبعا ويعمل كل ذى رأى برأيه فعليك بخاصة نفسك ودع الامور العامة) انتهى فالكل فى زمننا هذا واقع بلا شك ولا ريب فتامل ان كنت من اهل العقول السليمة والقريحة الصحيحة * فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر*  والسلام

Wa qauluhuu Shallallaahu ‘alaihi wasallam;《saya’tianna ‘alaikum zamaanun khairukum fiihi man lam ya’mur bima’ruufin wa lam yanha ‘an munkarin》Wa qauluhuu Shallallaahu ‘alaihi wasallam; 《idzaa ra’ayta syahhan muthaa’an wa hawan muttaba’an, wa ya’malu kulla dzii ra’yin bira’yihii fa’alayka bikhaashshati nafsika wada’il umuural ‘aammah》, intahaa. Falkullu fii zamaaninaa haadzaa waaqi’un bilaa syakkin wa laa raybin fata-ammal in kunta min Ahlil ‘Uquulis Saliimah wal qariihatish shahiihah 《faman syaa-a falyu’min waman syaa-a falyakfur》, wassalaam.

“Dan Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam; 《”Sungguh akan datang kepada kalian suatu zaman dimana yang terbaik bagi kalian adalah yang tidak menyuruh kepada kebaikan dan tidak mencegah kemungkaran”》. Dan Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam; 《”Jika engkau melihat kekikiran yang ditaati dan hawa nafsu yang diikuti dan setiap yang memiliki pendapat berbuat sesuai pendapatnya, maka wajib atasmu, dengan kekhususan dirimu sendiri, meninggalkan urusan-urusan umum”》, selesai. Maka segala sesuatu di zaman kita sekarang ini kenyataan tanpa keraguan dan kesangsian maka renungkanlah jika engkau termasuk golongan orang yang akalnya cerdas dan memiliki kejeniusan yang tinggi 《”dan barangsiapa yang berkehendak untuk beriman maka berimanlah, dan barangsiapa yang berkehendak untuk kufur maka kafirlah”》. Wassalaam”.

Source: Dari berbagai Sumber

About admin

Check Also

Orang Sombong Tidak Diperkenankan Melihat Allah SWT

”Allah Ta’ala memudahkan siapa yang dikehendakiNya untuk dapat melihatNya”. Oleh: Admin بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ...