Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيم
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.
“Rumangsa sarwa duwe” lan “Sarwa duwe rumangsa”, iku yen ditulis genah mung diwolak-walik bae, nanging surasane jebul kaya bumi karo langit. Sing kapisan nuduhake watak ngedir-edirake, wengis satindak lakune (polahe), yen nggayuh pepenginan ora maelu laku dudu, samubarang pakarti nistha ditrajang wani. Dene sing kapindho pakartine tansah kebak welas asih, wicaksana ing saben laku, rumangsa dosa samangsa gawe kapitunane liyan.
“Merasa serba punya dan Serba punya rasa hanya tulisan yang dibolak-balik saja, tetapi maknanya seperti bumi dan langit. Yang pertama menunjukkan watak suka pamer, bengis perilakunya dan kalau mengejar angan-angan tidak mempedulikan tindakan tidak benar. Semua perbuatan nista akan dilakukan dengan berani. Adapun yang kedua, perilakunya penuh belas kasih, bijaksana dalam semua hal dan merasa dosa bila membuat kerugian orang lain”.
Sahabatku yang sangat kukasihi ingin kusampaikan beberapa patokan ketika kita berhadapan dengan orang bodoh dan jahil yang tidak perlu kita lawan dengan caci maki. Inilah jawaban Imam Besar yaitu Imam Syafi’i.
Imam Syafi’ie berkata: “Sikap diam terhadap orang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan”. “Aku mampu berhujjah dengan 10 orang berilmu, tapi aku pasti kalah dengan seorang yang jahil. Karena orang jahil itu tidak pernah paham landasan ilmu”.
Imam Syafi’i adalah seorang Ulama Besar yang banyak melakukan dialog dan pandai dalam berdebat dalam permasalahan agama. Sampai-sampai Harun bin Sa’id berkata dalam Manaqib A’immah Arba’ah halaman 109 oleh Ibnu Abdil Hadi:
“Seandainya Syafi’i berdebat untuk mempertahankan pendapat bahwa tiang yang pada aslinya terbuat dari besi adalah terbuat dari Kayu niscaya dia akan menang, karena kepandaiannya dalam berdebat”.
Imam Syafi’i adalah seorang Ulama pembela Sunnah, sehingga tentu saja pada waktu itu banyak orang sesat yang memusuhinya, karena celaan Imam Syafi’i terhadap kesesatan mereka.
Berikut perkataan Imam Syafi’i terhadap mereka, sebagaimana tertulis di Diwân Imam Asy-Syâfi’iy:
يُخَاطِبُنِي السَّفِيْهُ بِكُلِّ قُبْحٍ
“Orang jahil berbicara kepadaku dengan segenap kejelekan”.
فَأَكْرَهُ أَنْ أَكُوْنَ لَهُ مُجِيْبًا
“Akupun enggan untuk menjawabnya”.
يَزِيْدُ سَفَاهَةً فَأَزِيْدُ حُلْمًا
“Dia semakin bertambah kejahilan dan aku semakin bertambah kesabaran”.
كَعُوْدٍ زَادَهُ الْإِحْرَاقُ طِيْبًا
“Seperti gaharu dibakar, akan semakin menebar wewangian”.
Selanjutnya, Imam Syafi’i juga berkata: “Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek, maka aku tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir dan aku bertambah lembut, seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi”. (Diwan Asy-Syafi’i, hal. 156).
Imam Syafi’i juga berkata: “Berkatalah sekehendakmu untuk menghina kehormatanku, diamku dari orang hina adalah suatu jawaban. Bukanlah artinya aku tidak mempunyai jawaban, tetapi tidak pantas bagi Singa meladeni Anjing ”.
Walaupun Imam Syafi’i dikenal sebagai Ahli debat, tapi Imam Syafi’i tidak mau apabila harus berdebat dengan orang-orang bodoh.
Imam Syafi’i pada kesempatan lain berkata:
إِذَا نَطَقَ السَّفِيْهُ فَلَا تُجِبْهُ ، فَخَيْرٌ مِنْ إِجَابَتِهِ السُّكُوْتُ
“Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi”.
فَإِنْ كَلِمَتَهُ فَرَّجْتَ عَنْهُ وَإِنْ خَلَّيْتَهُ كَمَدًا يُمَوِّتْ
“Apabila kamu melayani, maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati”.
قَالُوْا سَكَتَّ وَقَدْ خُوْصِمَتْ قُلْتُ لَهُمْ إِنَّ الْجَوَابَ لِبَابِ الشَّرِّ مِفْتَاحٌ
“Apabila ada orang bertanya kepadaku, jika ditantang oleh musuh, apakah engkau diam”. Jawabku kepadanya : “Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya”.
وَالصَّمْتُ عَنْ جَاهِلٍ أَوْ أَحْمَقٍ شَرَفٌ ، وَفِيْهِ أَيْضًا لِصَوْنِ الْعِرْضِ إِصْلَاحٌ
“Sikap diam terhadap orang bodoh adalah suatu Kemuliaan, begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan “.
أَمَا تَرَى الْأَسَدَ تُخْشَى وَهِيَ صَامِتَةٌ ؟ وَالْكَلْبُ يُخْسَى لِعَمْرِي وَهُوَ نَبَّاحٌ
“Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor Singa itu ditakuti lantaran ia pendiam…? Sedangkan seekor Anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong…?”.
(Diwan As-Syafi’i, karya Yusuf Asy-Syekh Muhammad Al-Baqa’I).
Sulitnya berdebat dengan orang bodoh
Imam Syafi’i berkata: “Aku mampu berhujah dengan 10 orang yang Berilmu, tapi aku pasti kalah dengan seorang yang jahil, karena orang yang jahil itu tidak pernah faham Landasan Ilmu”.
Berdebat bukan untuk mencari kemenangan
Imam Syafi’i berkata :
مَا نَاظَرْتُ أَحَدًا قَطُّ عَلَى الْغَلَبَةِ
“Aku tidak pernah berdebat untuk mencari kemenangan”.
(Tawali Ta’sis halaman 113 oleh Ibnu Hajar).
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ