Home / Berita / Tanpa Pancasila Indonesia Bubar !!!

Tanpa Pancasila Indonesia Bubar !!!

Tanpa Pancasila Indonesia Bubar !!!Jika Soeharto melihat Pancasila sebagai ideologi terutup, pada Gus Dur justru menjadi ideologi terbuka, pemikiran yang lestrasi, dan akan berguna membangun Indonesia. Gusdur melihat Pancasila dalam dimensi etis, sebagai nilai-niali kemaslahatan bersama

Wahidinstitute.org. Einar terperanjat sesaat ketika ditelpon seseorang. “Pak Einar Calon kita!,” kata suara di ujung telpon. Yang Einar tahu, calon Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) sudah ditentukan sebelumnya. Dan itu bukan dia.

“Mengapa bisa saya?” tanya Einar

“Kau disebut Gus Dur dalam pidato. Kau harus datang ke forum,” jawab penelpon.

Einar lalu mengerti. Kepada penelpon, ia mengatakan. Karena rapat gereja sudah menominasikan calon, ia akan datang ke forum dan bersedia maju jika pimpinan Eporus setuju dan bersedia mengganti calonnya. Tak lama pimpinan eporus datang. Tapi tetap memilih calon awal dan tak ganti pilihan.

Peristiwa itu terjadi pada tahun 2000 pada Sidang Raya PGI di Palangkaraya. Dalam pertemuan itu, Gusdur memberi pidato pembukaan sebagai Presiden RI. Putera bungsu KH. Wahid Hasyim ini mengatakan, negara Indonesia tak perlu lagi diislamklan karena memang Islam. “Dan yang mengatakan itu bukan saya. Itu seorang pendeta. Namanya, Einar Sitompul. Mana Orangnya?,” kata Gusdur seperti ditirukan Einar dalam Forum Jumat Pertama Gusdurian Jakarta, Jumat malam (7/6) di Aula the Wahid Institute Jakarta.

Isi pidato itu kemudian Einar transkip sebagai arsip. Suatu kali sempat ia tunjukan pada anaknya dengan berseloroh. “Ini loh Nak, Bapakmu pernah disebut-sebut Presiden”. Dari situ anaknya mengerti kekaguman sang Bapak pada Gus Dur dan NU. “Jadi kalau dia lihat teve tentang Gus Dur dan NU, dia selalu kasih tahu saya. Hahaha.”

Kepada peserta yang hadir Einar berbagi kisah dan pengalamannya dengan Gus Dur. Einar M. Sitompul lahir dan dibesarkan di Pekanbaru Riau. Setamat SMA melanjutkan ke Fakultas Theologia Universitas HKBP Nommensen, selanjutnya menjadi Sekolah Tinggi Theologia HKBP – STT-HKBP, di Pematang Siantar Sumatera Utara  dan memperoleh gelar sarjana theologia tahun 1977. Mantan pengurus Litbang PGI ini ditahbiskan jadi pendeta pada tahun 1979.

Mantan Sekretaris Umum PGI Wilayah Jawa Barat 1983-1985 ini juga menyorot sikap dan pendirian Gus Dur tentang Pancasila. Tulisan-tulisan Gus Dur diakuinya mudah dipahami. Jikapun memilih kata-kata Islam, biasanya dicari yang gampang diingat. Itu pula yang ditemuinya saat bicara Pancasila.

Gus Dur konsisten dalam melihat Pancasila. Pandangannya itu bukan sekedar euporia.Itu lahir dari pergumulan yang mendalam dan panjang. Saat kekuasaan Soeharto kuat, Pancasila dipakai sebagai alat menundukan. Lalu Gus dur, tampil pula dengan menyebut Pancasila dengan persfektif lain.

“Jika Soeharto melihat Pancasila sebagai ideologi terutup, pada Gus Dur justru menjadi ideologi terbuka, pemikiran yang lestrasi, dan akan berguna membangun Indonesia. Gusdur melihat Pancasila dalam dimensi etis, sebagai nilai-niali kemaslatahan bersama,” tandas penulis NU dan Pancasila ini.

Sebagai seorang negarawan, tambahnya, Gus Dur betul-betul percaya, tanpa Pancasila Indonesia bisa bubar. “Itu ucapan seorang negarawan”.  Sikap negarawan yang lain ditunjukan pula dengan sikapnya yang tak ambil pusing meski dijatuhkan sebagai Presiden. Tak lama setelah diturunkan, ia sudah obrol-0brol lagi seperti biasa. Tak punya beban. “Kalau orang lain, bisa tiga bulan ofname untuk pemilihan,” Einar melempar lelucon disambut gelak tawa peserta.

Setelah tak jadi Presiden, Gus Dur dilihatnya tampil dan bersuara mewakili masyarakat, terlebih kelompok-kelompok teraniaya. Ia membela individu yang jadi korban ketidakadian seperti seniman Ahmad Dhani dan Inul Daratista.

Sebagi orang Kristen, Einar merasa mudah memhami pikiran-pikiran Gus Dur yang dilandaskan pada ajaran-ajaran universal keislaman. Meski begitu, ia tak setuju dengan jargon membangun masyarakat Islam. Ia mengajukan gagasan membangun masyarakat yang adil, yang bisa melindungi seluru warga negara.

Dalam soal ini, Einar setuju dengan julukan Greg Barton, Indonesianis asal Australia yang juga jadi karib Gus Dur. Gus Dur menurut Greg seorang humanitarian religious, bukan humanis. Bagi pendeta yang kini melayani HKBP Menteng itu, humanis biasanya agak kurang peduli pada agama. Ia lebih fokus pada manusia. Kalau orang sakit diberi obat. Cukup. humanitarian religious ini, terangnya, justru selalu menghubungkan nilai-nilai kemanusiaan dengan agama. Itulah yang saya lihat dari pikiran Gus Dur yang saya kutip dari tulisannya di Islam Kosmopolitan. Bahwa Islam memiliki lima jaminan dasar.

Dengan pemikiran semacam itu, Einar lebih setuju untuk menyebut Gus Dur sebagai seorang pluralis, bukan inklusif. Pluralis itu maknanya kita bisa meyakini agama kita, tapi kita tak menghakimi agama lain. Yang kita imani adalah yang benar, tetapi tak sesatkan yang lain. “Itu keyakinan eksistensialis. Sedang inklusif itu ada pemikiran bawah Islamlah yang mengatur makna hidup bersama. Ada unsur kolonialisme agama di sana,” terangnya.

Einar pertama kali mengenal Gus Dur lewat tulisan-tulisannya pada era 80-an. Sejak saat itu, ia banyak mengoleksi artikel tentang Gus Dur dan Nahdlatul Ulama. Pengalaman itulah yang kemudian mendorong Einar mengambil tesis bertajuk NU dan Pancasila pada 1987 saat merampungkan sekolah pascasarjana di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Setelah itu mulai berkenalan langsung dengan Gus Dur.  Dalam sebuah buku berisi kumpulan tulisan yang diterbitkan Baitul Muslimin sayap keagamaan Partai Demokrasi Indoensia Perjuangan baru-baru ini, ia menyumbang tulisan. Diberinya judul “Gusdur Pelindung Semua Umat Beragama”. (Alamsyah M. Dja’far)

Sumber: wahidinstitute.org

About admin

Check Also

Gema Takbir Mengiringi Gerhana Matahari Hibrida

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ ...