Kami sajikan sebagian kecil karya penyair agung Aceh, Hamzah Fansuri, yang bertema kritik sosial. Yang menjadi kajian kita adalah sebagian bait dalam Thair al-‘Uryan (Burung Pingai).
Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang cendekiawan, ulama tasawuf, sastrawan dan budayawan terkemuka yang diperkirakan hidup antara abad ke-16 sampai awal ke-17. Tahun lahir dan wafat Syekh tak diketahui dengan pasti. Riwayat hidup Syekhpun sedikit sekali diketahui. Sekalipun demikian, dipercaya bahwa Hamzah Fansuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17.
Kajian terbaru dari Bargansky menginformasikan bahwa Syekh hidup hingga akhir masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dan mungkin wafat beberapa tahun sebelum kedatangan Nuruddin ar-Raniry yang kedua kalinya di Aceh pada tahun 1637. Akan tetapi, Muhammad Naguib al-Attas berpendapat bahwa Syekh hidup sampai masa awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
Salah satu aspek yang patut dicermati adalah kepedulian sosial Hamzah Fansuri yang tinggi, khususnya yang berkaitan dengan feodalisme yang mengagungkan perbedaan strata sosial antara para budak, kelas pekerja dan tuan mereka. Sebagai seorang sufi, Hamzah Fansuri mengutuk fenomena ini sebagaimana yang tercermin dalam salah satu bait syairnya di Thair al-‘Uryan (Burung Pingai):
“Aho segala kamu anak ‘alim
Jangan bersyubhat dengan yang zalim
Karena Rasul Allah sempurna hakim
Melarang kita sekalian khadim”
Secara harfiah, syubhat berarti ‘belum jelas halal atau haramnya’, hakim ‘bijaksana’, dan khadim berarti ‘hamba’
Thair al-‘Uryan (Burung Pingai) merupakan salah satu karya terbaik (masterpiece) dalam bidang puisi yang menggunakan tamsil burung untuk menggambarkan pengembaraan jiwa atau ruh di dalam mencari kesempurnaan dirinya.
Tak sampai di situ, kritik-kritik Syekh Hamzah Fansuri terhadap perilaku politik para penguasa dan moral menjilat kekuasaan juga sangat tajam. Hal ini menunjukkan bahwa Syekh Hamzah Fansuri adalah seorang intelektual yang berani di masanya.
Hamzah Fansuri kecewa seraya menghentak nurani masyarakat untuk jangan terlalu dekat dengan raja dan para ‘amir (gubernur) dengan mengatakan:
“Aho segala kamu yang menjadi kafir
Jangan bersahabat dengan raja dan ‘amir
Karena Rasul Allah bashir dan nazir
Melarang kita saghir dan kabir”
Secara sederhana, bashir berarti ‘pembawa kabar gembira’ dan nazir ‘pemberi peringatan’, saghir ‘kecil’, dan kabir ‘besar’.
Bait ini memberikan indikasi bahwa Hamzah Fansuri secara tegas mengingatkan masyarakat agar menjauhkan diri dari para penguasa yang tiran. Bahkan, dia menyebut kafir siapa yang menjilat penguasa untuk tujuan duniawi. (rim/berbagai sumber)