Home / Relaksasi / Renungan / Takut Allah Tapi Gak Takut Neraka

Takut Allah Tapi Gak Takut Neraka

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.

Di hari yang penuh keberkahan ini marilah kita menyimak dialog antara orang gila yang alim dengan ahli ibadah yang solih. Dialognya sangat sarat makna dan perlu dikaji secara mendalam.

Inilah sebuah kisah hikmah yang sangat baik dan bisa dijadikan pedoman kehidupan serta bisa menjawab pertanyaan batin kita tentang Surga, Neraka dan Allah Tuhan kita semua. Semoga Allah menggerakkan hati kita semua untuk mau membaca kisah ini dan menanamkan ilmu pengetahuannya kedalam hati kita. Aamiin.

Di suatu negeri, hiduplah seorang ahli ibadah (abid) yang selalu bermunajat kepada Allah Ta’ala di sepanjang harinya. Kala teringat dosa-dosanya yang telah lalu, tak jarang dia menangis tersedu-sedu sehingga air matanya menetes membasahi hampir sebagian baju yang dikenakannya. Maklum saja, abid tersebut dulunya adalah seorang yang bergelimang dosa, aneka macam bentuk kemaksiatan sudah pernah dicicipinya.

Suatu hari, ketika abid tersebut sedang asyik dalam munajatnya dan menangis tersedu-sedu itu, lewatlah orang gila melintasi tempat di dekat ahli ibadah tersebut bermunajat. Abid tersebut berkata: “Wahai Tuhanku…janganlah masukkan aku ke neraka”. “Belas kasihanilah aku…bersikap lembutlah kepadaku wahai Tuhanku”.

Lanjutnya : “Aku ini sangat lemah wahai Tuhanku…aku pasti tidak akan kuat bertempat di neraka-Mu…oleh karena itu, kasihanilah aku wahai Tuhanku”.

“Wahai Tuhanku…Kulitku ini sangat lembut, pasti tidak akan kuat menahan api neraka-Mu. …Begitu juga tulangku sangat rapuh, tidak akan kuat menahan siksaan neraka-Mu, oleh karena itu wahai Tuhanku…Kasihanilah aku”.

Mendengar ucapan abid dalam munajat tersebut, orang gila yang sedang melintas tadi tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dengan sangat keras sekali. “Ha ha ha ha ha ha…!!..”

Karena merasa dilecehkan, sambil melotot abid tadi berkata: “Wahai orang gila…apa yang sedang kamu tertawakan??!!”.

Dengan terkekeh orang gila tadi menjawab: “Ucapan dalam munajatmu tadi sungguh membuatku tergelitik untuk tertawa”.

Abid menimpali: “Ucapanku yang mana yang membuatmu tertawa wahai orang gila??!”.

Orang gila tadi menjawab: “Engkau menangis karena takut dengan neraka…itulah yang membuatku tertawa terbahak-bahak!!”.

Abid berkata: “Apakah engkau tidak takut dengan neraka wahai orang gila??!”.

Sambil kembali tertawa terbahak-bahak orang gila tersebut menjawab: “Ha ha ha ha ha…. Sedikit pun aku tidak takut dengan yang namanya neraka”.

Abid berkata: “ohh….engkau memang benar-benar gila!!”.

Sambil sedikit menahan tawa, orang gila tadi menjawab: “Kenapa engkau takut dengan neraka wahai abid, sedangkan engkau memiliki Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim??!, yang rahmat-Nya lebih luas dari apapun juga!!”.

Dengan agak takjub dengan ucapan orang gila tadi, abid tersebut menjawab: “Sesungguhnya aku memiliki dosa yang apabila Allah Ta’ala meminta pertanggungjawaban kepadaku dengan keadilan-Nya, niscaya Allah akan memasukkan aku ke neraka. Oleh karena itu aku menangis wahai orang gila…itu semua aku lakukan agar Allah Ta’ala berbelas kasihan kepadaku, mengampuni dosa-dosaku, sehingga Dia tidak memasukkan aku ke dalam neraka-Nya”.

“Ha ha ha ha ha ha….!!”

Mendengar jawaban abid yang sangat memilukan dan terkesan memelas tersebut, orang gila tadi kembali tertawa terbahak-bahak dengan suara yang lebih keras lagi.

Dengan kesal abid tersebut berkata: “Apa yang engkau tertawakan wahai orang gila??!”.

Masih dalam keadaan terkekeh, orang gila tadi menjawab: “Wahai abid…engkau memiliki Tuhan Yang Maha Adil yang tidak akan pernah berkhianat, tetapi engkau malah takut kepada-Nya”.

“Engkau memiliki Tuhan yang Maha Rahman, Maha Rahim, Maha menerima taubat…tetapi engkau malah takut dengan nerakanya”.

Sambil agak bingung dengan pernyataan orang gila tadi, abid tersebut berkata:

“Apakah engkau tidak takut pada Allah Ta’ala wahai orang gila??!” Dengan sedikit tertawa orang gila tersebut menjawab: “Iya…aku takut kepada Allah Ta’ala, tetapi takutku kepada-Nya bukan karena neraka-Nya”.

Mendengar jawaban orang gila tersebut, abid tadi bingung dan tidak habis pikir, kemudian bertanya: “Jika engkau tidak takut dengan neraka-Nya, lalu apa yang membuatmu takut kepada Allah Ta’ala??!!”.

Tiba-tiba dengan mimik muka yang cukup serius, orang gila tadi menjawab: “Yang aku takutkan adalah ketika nanti aku bertemu dengan Tuhanku dan Dia menanyaiku…wahai hamba-Ku, kenapa engkau bermaksiat kepada-Ku??!”.

“Jika saja aku ditakdirkan menjadi calon penghuni neraka, aku sangat berharap supaya aku dimasukkan neraka tanpa dihadapkan kepada-Nya dan ditanyai terlebih dahulu”.

“Api neraka lebih ringan menurutku dari pada harus menjawab pertanyaan Allah Ta’ala…aku pasti tidak akan mampu memandang-Nya dengan pandangan seorang pengkhianat ini, serta menjawab pertanyaan-Nya dengan mulut seorang penipu ini”.

“Jika saja dengan dimasukkannya aku ke neraka, itu semua membuat kekasihku ridlo kepadaku…maka dengan senang hati aku menerimanya”.

Kemudian dengan suara pelan dan masih dengan mimik muka serius, orang gila tadi kembali berkata:

“Wahai abid…maukah kamu aku beri tahu sebuah rahasia, tetapi jangan engkau bocorkan rahasia ini kepada siapapun??!”.

Dengan mimik muka bingung, abid tersebut menjawab: “Apa rahasia tersebut wahai orang gila??!”.

Dengan agak berbisik orang gila tersebut menjawab: “Tahukah kamu wahai abid, bahwasanya Tuhanku tidak akan pernah memasukkan aku ke neraka…, tahukah kamu kenapaa!!”

Dengan terkejut dan bingung abid tadi berkata: “Loh….kok bisa begitu wahai orang gila??!”.

Dengan tenang dan tatapan mata menerawang jauh, orang gila tersebut menjawab: “Itu semua disebabkan karena aku beribadah kepada-Nya dengan dasar cinta dan rindu, sedangkan engkau wahai abid, engkau beribadah kepada-Nya dengan dasar takut serta tamak akan surga-Nya”.

“Persangkaanku kepada-Nya lebih baik dari pada persangkaanmu…harapanku kepada-Nya lebih baik dari pada harapanmu”.

“Oleh karena itu wahai abid, perbaikilah harapanmu kepada Tuhanmu dengan sebaik-baik harapan”.

“Tahukah engkau wahai abid…dulu ketika Nabi Musa As melihat api di gunung Thursina lalu mendatanginya dengan harapan mendapat sedikit kehangatan dari api tersebut, ia kembali menjadi seorang Nabi, dan aku…aku pergi menuju Tuhanku dengan membawa cinta dan rindu untuk melihat keindahan-Nya, maka aku kembali sebagai orang gila”.

Setelah berkata demikian, tiba-tiba orang gila tersebut kembali tertawa terbahak-bahak lalu pergi meninggalkan abid begitu saja. Dan dengan dihinggapi rasa takjub yang luar biasa atas ucapan orang gila tadi, sambil kembali menangis abid tersebut berkata:

Subhanallah…orang gila tadi adalah bukan orang sembarangan, dia adalah paling cerdas-cerdasnya orang yang pernah aku temui sepanjang hidupku”.

Menanggapi cerita terdapat pelajaran terkait sifat Allah yaitu:  *bahwa rahmat Allah itu lebih besar dari siksaNya,* berpengharapan dan berprasangka baiklah kepada Allah.  Niatkan beribadah  selalu hanya kepada Allah, *karena yang membawa diri kita ke surga bukan karena amal, namun adalah berkat RahmatNya.*

About admin

Check Also

Makna Bashirah dan Tingkatannya

“Syaikh Ahmad ibn ‘Athaillah Assakandary dalam al-Hikamnya membagi bashîrah dalam tiga tingkatan; Syu’ãul bashîrah, ‘Ainul bashîrah ...