Sebuah kisah yang menceritakan tentang satu kerajaan besar pada zaman Rasulullah SAW., yaitu kerajaan Romawi di bawah pemerintahan rajanya bernama Hercules. Kisah ini sangat menarik untuk ditelaah oleh para pembaca sekalian untuk dijadikan i’tibar bagi penegakkan dakwah Islam.
Simaklah kisah bersejarah ini…
Rasulullah SAW telah memilih Sayyidina Dihya’ al-Qalbi sebagai utusan kepada Heraklius (Hercules), Kaisar atau Raja Romawi. Pusat pemerintahan kerajaan Romawi terletak di Kostantinopel, Turki. Selain Eropah, kerajaan Romawi juga menguasai negara Syam dan Mesir. Terakhir, kerajaan Romawi telah menaklukan kerajaan Persia dalam beberapa peperangan besar. Dua kerajaan ini menguasai dunia ketika itu.
Beberapa tahun sebelum itu, Romawi adalah negara jajahan Persia. Hercules bernazar akan berjalan kaki untuk melakukan ibadah haji jika sekiranya Romawi dapat mengalahkan Persia. Dia bertekad akan berjalan kaki dari Kostantinopel ke Baitul-Maqdis. Setelah Romawi menang atas Persia, Hercules pun menunaikan nazarnya.
Ketika dalam perjalanan ke Baitul-Maqdis, dia bermimpi bahwa kerajaannya akan dijatuhkan oleh satu kaum yang ber-khitan (Memotong ujung kulit kemaluan lelaki untuk mengikuti Sunnah Nabi SAW -pent.). Setibanya di Baitul-Maqdis, dia bertanya kepada para pendeta, siapakah yang ber-khitan di negeri mereka. Para pendeta memberitahu bahwa hanya orang Yahudilah yang ber-khitan. Akhirnya, Hercules berencana menghapuskan seluruh keturunan Yahudi yang berada di Syam.
Namun, belum sempat bertindak menjalankan rencananya untuk menghapuskan bangsa Yahudi, Hercules mendapat kabar bahwa orang Arab juga ada yang ber-khitan. Seorang pencuri berdarah Arab telah ditangkap dan ketika diperiksa oleh tentera Romawi ternyata benar lelaki Arab ini telah ber-khitan. Mereka segera memberitahu Hercules bahwa orang Arab juga ber-khitan. Hercules minta supaya pencuri itu dibawa kepadanya.
Dia bertanya kepada pencuri itu, “Siapa kamu?”
Lelaki itu memberitahu namanya dan dia berbangsa Arab dari suku Quraisy.
Hercules bertanya lagi, “Adakah sesuatu yang aneh berlaku di tempat kamu?”
Lelaki itu memberitahu, “Ada seorang lelaki bernama Muhammad dari kalangan kami telah mengaku menjadi Nabi.”
Hercules tidak terkejut, karena memang dia sudah mengetahui bahwa ada Nabi yang akan diutus, dia pun seorang yang alim dengan ilmu Kitab Nasrani. Hercules ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang kemunculan seorang Nabi yang berasal dari bangsa Arab ini. Lalu dia memerintahkan tentaranya supaya membawa kepadanya orang Arab Quraisy yang sedang berada di Syam.
Saat itu, Abu Sufyan dan para pedagang Mekkah lainnya sedang berada di Syam. Lalu merekalah yang dibawa bertemu Hercules. Imam Bukhari RA telah menjelaskan di dalam Sahihnya mengenai percakapan antara Hercules dan Abu Sufyan.
Hercules bertanya kepada rombongan Abu Sufyan, “Siapakah di kalangan kamu yang paling dekat nasabnya dengan Muhammad?”
Abu Sufyan menjawab, “Akulah yang paling dekat.”
Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada datuknya yang kelima. Kaisar memerintahkan rombongan Quraisy duduk dan Abu Sufyan diminta duduk lebih dekat lagi ke hadapannya. Hercules ingin Abu Sufyan menjawab semua pertanyaannya dengan jujur. Sekiranya Abu Sufyan berbohong Hercules mau semua anggota rombongan yang lain memberitahu bahwa ia (Abu Sufyan) telah berdusta.
Abu Sufyan menegaskan, “Demi Allah, jika aku berbohong tak ada satupun yang berani membantahku karena kedudukanku di kalangan mereka. Tetapi aku seorang pemimpin Quraisy. Berbohong adalah aib besar, apalagi di hadapan orang ramai.”
Selanjutnya, terjadilah dialog antara Hercules dan Abu Sufyan.
Hercules: “Bagaimana nasabnya?”
Abu Sufyan: “Dia berasal dari keturunan yang mulia”.
Hercules: “Apakah ada orang sebelumnya yang membuat pengakuan serupa?”
Abu Sufyan: “Tidak ada.”
Hercules: “Apakah ada di kalangan datuk-datuknya menjadi seorang raja?”
Abu Sufyan: “Tidak ada.”
Hercules: “Apakah pengikutnya dari kalangan pembesar atau dari kalangan rakyat jelata?”
Abu Sufyan: “Bahkan pengikutnya dari kalangan rakyat jelata.”
Hercules: “Apakah jumlah mereka bertambah atau berkurang?”
Abu Sufyan: “Jumlah mereka bertambah.”
Hercules: “Apakah ada salah seorang dari mereka murtad dari agamanya lantaran benci kepada agamanya?”
Abu Sufyan: “Tidak ada.”
Hercules: “Apakah kamu pernah menuduh dia sebagai penipu sebelum dia membawa apa yang dibawanya sekarang?”
Abu Sufyan: “Tidak.”
Hercules: “Apakah dia mengkhianati perjanjian?”
Abu Sufyan: “Tidak, malah kami sekarang ini sedang dalam masa perjanjian dengannya. Kami tidak tahu, apakah kali ini dia akan berkhianat atau tidak.”
Abu Sufyan memang ingin mencari-cari peluang untuk memburukkan Rasulullah SAW di depan Hercules, namun tak ada jawaban lain kecuali memang begitulah kenyataannya.
Hercules: “Apakah kamu memeranginya?”
Abu Sufyan: “Ya, kami memeranginya.”
Hercules: “Bagaimana akhir peperangan kamu dengannya?”
Abu Sufyan: “Peperangan di antara kami dengan mereka silih berganti, adakala mereka menang, adakalanya kami yang menang.”
Hercules: “Apa yang dia perintahkan kepada kamu?”
Abu Sufyan: “Dia memerintahkan kami supaya menyembah Allah SWT yang Esa dan melarang kami dari menyekutukan Allah SWT. Dia juga memerintahkan kami meninggalkan apa yang disebut oleh ayah dan datuk kami. Dia juga memerintahkan kami mendirikan sembahyang, berkata benar, menjauhi maksiat dan menyambungkan silaturrahim.”
Semua pertanyaan Hercules kepada Abu Sufyan didasarkan pada ciri-ciri Nabi akhir zaman yang diketahuinya dalam kitab Nasrani. Setelah mendengar keterangan Abu Sufyan, Hercules telah membuat kesimpulan berikut:
Hercules menitahkan kepada penterjemahnya, “Katakan kepada Abu Sufyan, aku telah bertanya tentang nasabnya dan kamu memberitahuku bahawa dia dari keturunan yang mulia. Demikianlah para Rasul diutuskan dari nasab yang mulia di kalangan kaumnya.”
“Aku bertanya kepadamu, apakah ada orang lain yang mengaku sepertinya, kamu bilang tidak ada. Kalau ada orang lain yang mengaku sebelumnya, niscaya aku akan mengatakan bahwa dia telah meniru seseorang sebelumnya.”
“Aku tanya kamu, adakah dia berasal dari keturunan raja, kamu jawab, tidak. Kalau dia dari keturunan raja niscaya aku akan berkata bahwa dia ingin mengembalikan pemerintahan ayahnya.”
“Aku juga bertanya kepadamu, apakah kamu menuduh dia sebagai penipu sebelum dia membawa dakwahnya. Kamu jawab, tidak. Kalaulah dia meninggalkan dusta terhadap manusia tentu dia tak akan mendustakan Allah.”
“Aku bertanya kepadamu, apakah golongan pembesar yang mengikutinya atau rakyat jelata. Kamu bilang rakyat jelata yang mengikutinya. Mereka adalah pengikut para Rasul.”
“Aku bertanya kepadamu, apakah mereka bertambah atau berkurang. Kamu katakan bahwa mereka bertambah. Maka begitulah keadaan Iman sehingga ia mencapai kemenangan.”
“Aku bertanya kepadamu, apakah ada salah seorang dari mereka murtad dari agamanya karena membenci agama itu setelah dia memeluknya. Kamu jawab, tidak ada. Begitulah Iman, jika telah bertakhta di dalam hati.”
“Aku bertanya kepadamu, apakah dia pernah mengkhianati perjanjian. Kamu bilang dia tidak pernah mengkhianati janji. Begitulah akhlak para Rasul, mereka tidak akan pernah berkhianat.”
“Aku bertanya kepadamu, apa yang dia perintahkan pada kamu. Kamu jawab, dia memerintahkan kamu agar menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya. Dia juga memerintahkan kamu mendirikan sembahyang, berkata benar, menjauhi maksiat dan menyambung silaturrahim.”
Akhirnya Hercules menyatakan, “Kalaulah benar apa yang kamu nyatakan tadi, pasti dia akan menguasai tempat aku berdiri ini. Dia pasti akan mendapat kuasa pemerintahan dan pemerintahannya akan sampai ke tempat ini. Telah ada dalam pengetahuanku bahwa seorang Nabi akan diutuskan tetapi aku sama sekali tidak menyangka bahwa dia berasal dari kalanganmu. Kalaulah aku sudah meyakininya, aku akan berjalan kepadanya dan kalau aku sudah berada di sisinya aku akan membasuh kakinya.”
Setelah Abu Sufyan keluar dari pertemuan itu dia berkata kepada rombongnnya, “Demi Allah, berita tentang Muhammad ini sudah menjadi besar, malah Hercules pun takut kepadanya!”
Setelah memeluk Islam Abu Sufyan pernah berkata, “Sebenarnya, saat itu Islam telah mulai masuk ke dalam hatiku.” Padahal saat itu Abu Sufyan belum mau memeluk Islam. Namun rupanya dia sudah terkesan dengan pernyataan Hercules itu.
Setelah lepas dari pertemuan inilah Sayyidina Dihya’ tiba ke Syam untuk menyampaikan surat Rasulullah SAW kepada Hercules. Muhammad yang sedang dipertanyakan oleh Hercules, tiba-tiba muncul dengan pesan ini:
_____________________________
Dengan nama Allah, Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad Rasulullah kepada Hercules, Pemerintah Romawi.
“Kesejahteraanlah kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya aku menyeru kepada engkau dengan seruan Islam. Terimalah Islam, niscaya kamu akan selamat. Masuklah Islam, niscaya Allah akan menganugerahimu dua pahala sekaligus. Jika kamu berpaling dari ajakan yang mulia ini, maka kamu akan menanggung dosa para petani (kebanyakan rakyat Romawi sebagai petani.)
Wahai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimah ketetapan yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri kepada Allah (tunduk kepada Islam).”
______________________________
Setelah diterjemahkan, lalu surat ini diberikan kepada Hercules. Ternyata dia benar-benar gemetar. Apalagi dia baru saja berdialog dengan Abu Sufyan. Pikirannya berat dan perasaannya kacau. Ternyata seluruh ciri kenabian yang diketahuinya ada pada Rasulullah SAW. Dan sekarang, dia sedang berada di hadapan surat Nabi itu.
Hercules meminta Sayyidina Dihya’ menyampaikan surat itu kepada Safatir yang merupakan pendeta paling paham tentang Injil. Dia bersama Ketua Pendeta dan sekumpulan pendeta mengiringi Hercules melaksanakan ibadah haji ke Baitul-Maqdis. Apabila Safatir membaca surat Rasulullah SAW, dia juga merasa gemetar. Dia terus bertanya lagi kepada Sayyidina Dihya’ RA segala persoalan demi memastikan lagi bahwa inilah dia Nabi akhir zaman yang telah dikabarkan dalam Injil.
Setelah itu dia berkata, “Aku tahu ini zaman kedatangan Nabi, tetapi aku tak menyangka dia akan diutus dari bangsa Arab. Namun aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Pesuruh Allah.” Safatir telah masuk Islam di tangan Sayyidina Dihya’ RA.
Setelah itu, Safatir mengumpulkan semua pendeta yang ikut dalam rombongan itu. Dia membacakan kepada mereka surat dari Rasulullah dan dia menerangkan kepada mereka tanda-tanda yang ada pada Rasulullah. Safatir juga mengingatkan mereka dengan keterangan yang bersumber dari Injil dan membenarkannya bahwa Muhammad adalah Nabi akhir zaman. Setelah itu, dia berkata kepada mereka, “Aku menyeru kamu semua kepada agama Islam dan aku telah bersaksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Pesuruh Allah.”
Para pendeta tidak menerima seruan Safatir malah mereka khawatir jika berita Safatir masuk Islam diketahui oleh orang ramai, mereka akan meninggalkan agama Kristen. Lalu mereka membunuh Safatir. Gugurlah Safatir sebagai syahid demi kebenaran yang disampaikannya kepada para pendeta di bawahnya. Melihat Safatir dibunuh oleh para pendeta, Hercules berasa takut.
Hercules memberitahu Sayyidina Dihya’ RA, “Kedudukan Safatir lebih mulia dari kedudukanku. Jika mereka tidak mendengar kata-kata Safatir, mereka juga tak akan mendengar kata-kataku.”
Setelah itu, Hercules mengumpulkan para pendeta, para penasihat Kaisar dan semua pembesar Kristen di istananya. Setelah mereka masuk ke dalam istana, Hercules memerintahkan tentaranya menutup dan mengawal ketat semua pintu istana.
Setelah itu, barulah dia berdiri di atas anjung istana. Lalu Hercules membacakan kepada mereka surat Rasulullah sambil menyatakan ciri-ciri seorang Nabi dari Injil yang temyata semuanya ada pada diri Rasulullah SAW. Hercules juga menegaskan bukti-bukti yang membuktikan kebenaran Rasulullah SAW.
Lalu dia berkata, “Dengan ini, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Pesuruh Allah. Maka marilah kita semua masuk Islam!”
Pernyataan Hercules telah mengejutkan semua yang hadir. Mereka sama sekali tidak dapat menerima seruan Hercules dan akan lari keluar dari istana. Namun semua pintu istana sudah dikunci dan dikawal ketat oleh para tentara. Hercules hanya memperhatikan mereka dari atas anjung. Karena tidak ada jalan keluar, mereka kembali berkumpul dan menyatakan pendirian mereka kepada Hercules.
Mereka berseru, “Wahai Kaisar! Demi Allah, kami tidak akan meninggalkan agama Kristen walaupun kamu membunuh kami semua!”
Hercules dilematis, ia berada di antara dua pilihan. Jika semua pembesar Kristen menentangnya, dia pasti akan kehilangan takhtanya. Namun sekiranya dia bersama mereka dia terpaksa menolak kebenaran yang telah diakuinya. Dia harus mengambil keputusan segera demi menyelamatkan keadaan. Lalu dia berkata,
“Sebenarnya aku tidak masuk Islam, aku hanya ingin menguji kalian. Aku melihat dakwah Muhammad semakin membesar dan aku risau terhadap pendirian kalian. Maka aku ingin menguji dan melihat keteguhan agama kalian. Aku dapati kalian semua tetap dengan agama kalian, maka aku juga bersama-sama dengan kalian.”
Alangkah leganya seluruh pembesar Kristen mendengar pernyataan ini. Bahkan mereka merasa gembira karena Hercules masih tetap bersama mereka.
Setelah itu, Hercules datang kepada Sayyidina Dihya’ RA. Dia mengirimkan hadiah dan uang emas kepada Rasulullah SAW. Dia berpesan, “Beritahu Rasulullah SAW bahwa aku telah bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah Pesuruh Allah. Namun aku terpaksa mengeluarkan ucapanku tadi demi untuk mempertahankan takhtaku. Sebenamya Iman telah masuk ke dalam hatiku.” Lalu Sayyidina Dihya’ RA pulang ke Madinah, dia pun menyampaikan titipan dan pesan Hercules kepada Rasulullah SAW.
Mendengar semua itu Rasulullah SAW bersabda: “Musuh Allah ini telah berbohong, dia tidak masuk Islam. Dunia telah menguasainya.”
Rasulullah SAW telah membongkar hakikat sebenarnya tentang Hercules. Dia bukan seperti Raja Najasyi karena dunia telah menguasainya. Lalu Rasulullah SAW memerintahkan supaya semua uang itu dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Demikianlah risalah pertama Rasulullah yang telah menggegarkan seorang pemerintah kuasa besar dunia pada waktu itu.
diterjemahkan secara bebas oleh:
Pasulukan Loka Gandasasmita