Home / Ensiklopedia / Analisis / Silsilah dan Kisah Bani Israil: Perjalanan Panjang ke Baitul Maqdis (3)
The Dome of the Rock in Palestine

Silsilah dan Kisah Bani Israil: Perjalanan Panjang ke Baitul Maqdis (3)

Oleh: Agus Tomaros*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Bani Israil Memasuki Baitul Maqdis Dipimpin Yusya’ bin Nun

Setelah Musa dan Harun meninggal dunia, beban nubuwah dan urusan agama dijalankan oleh pelayan Musa, Yusya’ bin Nun. Dialah yang membawa Bani Israil memasuki Baitul Maqdis. Saat itulah, ia mendirikan kubah ini di atas Shakhrah Baitul Maqdis dan mereka shalat menghadap kubah ini.

Setelah kubah terlihat, mereka shalat menghadap tempat kubah berada, yaitu Shakhrah. Inilah kiblat sebagian para nabi hingga sebagian di masa Rasulullah SAW juga shalat menghadap ke kubah ini sebelum berhijrah.

Pada awalnya, beliau memposisikan Ka’bah di depan beliau. Kemudian setelah berhijrah, beliau diperintahkan untuk shalat menghadap Baitul Maqdis. Beliau shalat menghadap Baitul Maqdis selama 16 bulan –pendapat lain menyebut 17 bulan. Setelah itu, kiblat dipindah ke Ka’bah –inilah kiblat Ibrahim– pada bulan Sya’ban tahun 2 Hijriyah.

Peristiwa itu terjadi di bulan Rajab tahun 2 Hijriyah, Rasulullah SAW shalat Dzhuhur di Masjid Bani Salamah. Ia mengimami para jamaah. Dua rakaat pertama shalat Dzhuhur masih menghadap Baitul Maqdis (Palestina), sampai akhirnya malaikat Jibril as menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat. Wahyu datang ketika Rasulullah SAW baru saja menyelesaikan rakaat kedua.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman,

قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَاۤءِۚ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۖ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهٗ ۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُوْنَ اَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُوْنَ  ۞

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]: 144).

Begitu menerima wahyu ini, Rasulullah SAW langsung berpindah 180 derajat, diikuti oleh semua jama’ah melanjutkan shalat Dzhuhur menghadap Masjidil Haram. Yang tadinya menghadap Baitul Maqdis dengan tetap melanjutkan rakaat ke dua bersama makmum (pengikut shalat). Sejak saat itu, kiblat umat Islam berpindah dari Baitul Maqdis, Palestina (menghadap ke utara dari Madinah), menuju Masjidil Haram (menghadap arah selatan dari Madinah). Masjid Bani Salamah ini pun dikenal sebagai Masjid Qiblatain atau Masjid Dua Kiblat.­­­

Pada awalnya, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Mekkah yang dibangun pada masa Nabi Adam AS, seperti yang tercantum dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 96:

اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَۚ  ۞

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Mekah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Ahlulkitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun adalah yang berada di Baitul Maqdis. Oleh karena itu, melalui ayat tersebut Allah SWT membantahnya karena yang benar adalah yang ada di Makkah.

Sedangkan Al-Quds (Baitul Maqdis) ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian dari para nabi dari bangsa Israel. Al-Quds berada di sebelah Utara. Adapun Baitullah di Mekkah, di sebelah Selatan sehingga keduanya saling berhadapan.

Titik Lokasi antara Kubah as-Sakhra (the Dome of Rock) dan Masjid al-Aqsha di Palestina

Kembali ke sejarah Bani Israil, bahwa Yusya’ bin Nun sesungguhnya masih memiliki keterkaitan nasab dengan Musa sebagaimana silsilah yang dituliskan Ibnu Katsir yakni Yusya’ bin An-nasa’i bin Ifraim bin Yusuf bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim. Dengan demikian, silsilah Musa dan Yusya’ bertemu di Nabi Ya’kub. Perbedaannya adalah Musa merupakan keturunan dari Lawi sedangkan Yusya’ keturunan dari Nabi Yusuf.

Selain tugas memimpin Bani Israil memasuki Baitul Maqdis setelah wafatnya Harun dan Musa. Yusya’ juga harus memimpin 12 kabilah yang telah dibentuk oleh Musa di akhir masa-masa hukuman 40 tahun Bani Israil. 12 kabilah ini berdasarkan 12 putra Nabi Ya’kub as. Itulah sebabnya nama-nama kabilah diambil berdasarkan nama-nama putra Nabi Ya’qub yakni Rubil, Syam’un, Yahudza, Esakhar, Yusuf, Maisya, Benjamin, Had, Asyir, Dan, dan Naftali. Secara keseluruhan pasukan ini berjumlah 545.150 personil. Wallahu a’lam.

Untuk kabilah kedua belas, yaitu Bani Lawi, tidak dicatat bersama kabilah yang lain. Sebab, Allah memerintahkan Musa untuk tidak menyertakan mereka dalam barisan prajurit, karena mereka sudah memiliki tugas tersendiri; memikul Qubbatusy Syahãdah (Qubbatuz Zaman, Ka’bah mereka), memasang dan menjaganya, kemudian membawanya saat Bani Israil pindah.

Mereka adalah cucu-cucu Musa dan Harun, mereka berjumlah 22.000 orang, mulai dari yang berusia satu bulan dan seterusnya. Bani Lawi sendiri terdiri dari beberapa kelompok, di setiap kelompoknya pasti ada beberapa orang yang bertugas menjaga Qubbatuz Zaman, merawat, mendirikan, dan memindahkan. Mereka semua berada di sekitar kubah ini, baik saat singgah ataupun dalam perjalanan. Adapun yang berada di barisan depan pasukan Bani Israil dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis adalah Yusya’ bin Nun.

Yusya’ membawa Bani Israil mengarungi sungai Urdun dan menepi di Ariha. Ariha adalah kota dengan benteng paling kuat, bangunan-bangunan paling tinggi, dan penduduk paling banyak. Yusya’ kemudian mengepung kota ini selama enam bulan.

Suatu hari, mereka mengepung dan menghantam kota ini dengan tanduk-tanduk binatang, mereka semua bertakbir serentak, hingga benteng-benteng kota ini rusak dan runtuh, mereka kemudian masuk dan mengambil rampasan-rampasan perang yang ada di dalamnya, mereka membunuh 12.000 lelaki dan wanita. Mereka memerangi banyak sekali raja. Menurut salah satu sumber, Yusya’ berhasil mengalahkan 31 raja-raja Syam.

Ahli kitab menyebutkan, pengepungan Yusya’ berakhir pada hari Jum’at selepas Ashar. Saat matahari terbenam atau hampir terbenam, kemudian hari Sabtu masuk, hari yang disyariatkan kepada mereka agar fokus beribadah, Yusya’ berkata kepada matahari, ‘Engkau diperintahkan, begitu juga aku. Ya Allah! Tahanlah matahari untukku.’ Allah kemudian menahan pergerakan matahari hingga Yusya’ leluasa menaklukkan Baitul Maqdis. Allah memerintahkan bulan berhenti berputar dan tidak terbit. Hal ini menunjukkan, bahwa malam tersebut adalah malam keempat belas bulan pertama.

Saat memasuki pintu gerbang Madinah, Yusya’ memerintahkan Bani Israil untuk menunduk rukuk seraya merendahkan diri dan bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas kemenangan besar yang diberikan, seperti yang Ia janjikan pada Yusya’, dan saat masuk harus mengucapkan, “Hiththat,” yaitu semoga dosa-dosa kami sebelumnya dihapus, kala kami mundur untuk berperang.

Bani Israil melanggar tutur kata dan perbuatan yang diperintahkan untuk dilakukan. Mereka memasuki pintu gerbang dengan mengesot sambil mengatakan, “Limpahkanlah kepada kami biji-biji gandum,” riwayat lain menyebut, “Gandum di dalam jelai.” Intinya, mereka mengubah apa yang diperintahkan dan memperolok-oloknya sebagaimana diabadikan dalam QS. Al-A’raf: 161-162. Mujahid, As-Suddi, dan Dhahhak menuturkan, “Pintu gerbang tersebut adalah pintu gerbang Hithtah Bait Eilia (Baitullah), Baitul Maqdis.”

Allah SWT berfirman:

وَاِذْ قِيْلَ لَهُمُ اسْكُنُوْا هٰذِهِ الْقَرْيَةَ وَكُلُوْا مِنْهَا حَيْثُ شِئْتُمْ وَقُوْلُوْا حِطَّةٌ وَّادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا نَّغْفِرْ لَكُمْ خَطِيْۤـٰٔتِكُمْۗ سَنَزِيْدُ الْمُحْسِنِيْنَ ۞ فَبَدَّلَ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ قَوْلًا غَيْرَ الَّذِيْ قِيْلَ لَهُمْ فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِجْزًا مِّنَ السَّمَاۤءِ بِمَا كَانُوْا يَظْلِمُوْنَ ࣖ  ۞

“(Ingatlah) ketika dikatakan kepada mereka (Bani Israil), “Tinggallah di negeri ini (Baitul Maqdis) dan makanlah dari (hasil bumi)-nya di mana saja kamu kehendaki, serta katakanlah, ‘Bebaskanlah kami dari dosa,’ lalu masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk! (Jika kamu melakukan itu semua), niscaya Kami mengampuni kesalahan-kesalahanmu.” Kami akan menambah (karunia) kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. (161). Maka, orang-orang yang zalim di antara mereka mengganti (perkataan itu) dengan perkataan yang tidak diperintahkan kepada mereka.(*) Lalu, Kami timpakan kepada mereka azab dari langit karena mereka selalu berbuat zalim. (162)”

(*) Mereka diperintah untuk mengucap, “Hithtah” (yang artinya ‘lepaskanlah kami dari dosa’), tetapi mereka mengubah sambil mencemooh dan mengucapkannya menjadi, “Hinthah” (yang artinya ‘gandum’).

Akibat pelanggaran mereka ini, Allah menurunkan petaka dari langit, yaitu penyakit tha’un, seperti disebutkan dalam kitab Shahihain bahwa Rasulullah saw bersabda,

Dari Usamah Ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Thaun adalah wabah yang dikirim kepada satu kelompok dari Bani Israil atau kepada orang-orang sebelum kalian. Jika kalian mendengarnya di suatu negeri, maka janganlah kalian mendatanginya. Dan jika Thaun menjangkiti suatu negeri sementara kalian di sana maka jangan keluar untuk menghindarinya.” Abu Nadhr berkata, Jangan ada yang membuatmu keluar selain untuk menghindarinya.’ (HR Al Bukhari 3473, Muslim 2218, At-Tirmidzi 1065, Ahmad 5/201, Al-Bukhari 5729, Abu Dawud 3103).

Setelah Bani Israil menguasai Baitul Maqdis, kawasan ini terus di bawah kendali mereka, di tengah-tengah mereka ada Nabi Yusya’ yang memutuskan perkara di antara mereka dengan kitab Taurat, hingga ia wafat dalam usia 127 tahun. Setelah Musa meninggal dunia, Yusya’ hidup selama 27 tahun.

____________

Source: Kompasiana

About admin

Check Also

Meraih Rahmat dengan Fitnah

“Setiap pengalaman pahit yang dihadapi manusia, terutama terkait hubungan dengan manusia lain, perlu dimaknai sebagai ...