Home / Ensiklopedia / Analisis / Silsilah dan Kisah Bani Israil: Perjalanan Panjang ke Baitul Maqdis (1)

Silsilah dan Kisah Bani Israil: Perjalanan Panjang ke Baitul Maqdis (1)

Oleh: Agus Tomaros*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Bani Israil adalah salah satu suku bangsa yang banyak diabadikan kisahnya dalam Al-Quran. Adapun di antara ulama yang menuliskan silsilah dan kisah mereka berdasarkan Al-Quran dan Hadits di antaranya adalah ulama tafsir dan ahli sejarah, Ibnu Katsir dalam kitabnya berjudul “Qashasul Anbiyã“. Maka silsilah dan lintasan sejarah Bani Israil dalam tulisan kali ini menggunakan rujukan utama kitab yang menuliskan sejarah 34 Nabi dan Rasul ini.

Silsilah Bani Israil

Dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalãm (as) memiliki dua putra yang juga menjadi Nabi. Pertama, Ismail as yang sejak bayi sudah dibawa oleh ibunya ke Makkah dan menjadi peletak dasar kota Makkah. Ibrahim as kemudian masih sering menjenguk putranya ini bahkan keduanya membangun kembali Ka’bah. Adapun putra Ibrahim as yang kedua bernama Ishaq as. Dialah yang kelak menurunkan Bani Israil. Saat usia Ishak as menginjak 40 tahun, Allah mengkaruniakan dua anak kembar. Anaknya yang pertama bernama Aish, yang oleh orang Arab disebut nenek moyang bangsa Romawi, dan yang kedua bernama Ya’kub as. Disebut Ya’kub (yang kalau diterjemahkan berarti belakangan), karena ia lahir setelah saudaranya. Nama lain dari Ya’kub ini adalah Israil (Hamba Allah -Bahasa Ibrani). Inilah yang kemudian menjadi asal-usul nasab Bani Israil.

Nabi Ya’kub as menikahi dua putri pamannya bernama Laya dan Rahil. Saat itu menikahi dua wanita bersaudara masih lazim berlaku dalam syari’at mereka, namun kemudian aturan ini dihapus oleh syariat Taurat. Nabi Ya’kub menikahi Rahil berselang tujuh tahun setelah menikahi Yala. Itupun dengan syarat, Nabi Ya’kub as harus menggembala kambing milik pamannya selama tujuh tahun.

Anak-anak dari Laya adalah Robil, Syam’un, Lawi, Yahudza, Isakhir, dan Zabalun. Anak-anak dari Rahil adalah Yusuf dan Bunyamin. Empat putra Nabi Ya’kub yang lain masing-masing dua dari budak Laya, dan dua dari budak Rahil.

Dengan demikian, Nabi Ya’kub as memiliki 12 anak lelaki yang semuanya menjadi nenek moyang Bani Israil. Salah satu dari putra Nabi Ya’kub kelak juga menjadi Nabi dan mendapat amanah sebagai bendahara di Mesir. Putra yang dimaksud tidak lain adalah Yusuf as.

Ilustrasi pertemuan Nabi Yakub dengan Yusuf setelah berpisah selama 40 tahun

Bani Israil Memasuki Negeri Mesir

Setelah mendapatkan kemuliaan di Negeri Mesir, Yusuf as dipertemukan kembali dengan saudara-saudara dan ayah ibunya. Setelah sekian lama mereka berkumpul dan tinggal di Mesir, Nabi Ya’kub as meninggal dunia.  Yusuf as memerintahkan para tabib untuk memberikan wewangian di sekujur tubuh ayahnya, lalu jenazah ayahnya disemayamkan selama 40 hari dengan wewangian itu.

Setelah itu, Yusuf as meminta izin kepada Raja Mesir untuk pergi mengubur jenazah ayahnya di dekat makam keluarganya, raja mengizinkan. Sejumlah pembesar dan orang-orang Mesir yang dituakan juga ikut mengantar. Setelah tiba di Hebron, mereka mengubur jenazah Nabi Ya’kub as di sebuah gua yang dibeli Nabi Ibrahim as dahulu dari Afran bin Shakr Al-Haitsi. Mereka mengadakan takziyah untuk Nabi Ya’kub as selama tujuh hari.

Ahli kitab juga menyebutkan, setelah itu mereka pulang ke Mesir. Saudara-saudara Nabi Yusuf as menyampaikan ucapan bela sungkawa kepadanya atas kepergian ayah mereka, dan berbelas kasih padanya. Nabi Yusuf as memuliakan mereka, memberi tempat yang baik, dan menempatkan mereka di negeri Mesir.

Setelah itu, kematian datang menjelang Nabi Yusuf as. Ia berwasiat agar jenazahnya mereka bawa saat pergi meninggalkan Mesir, untuk selanjutnya dimakamkan bersama para leluhurnya. Mereka kemudian membalsem jenazahnya lalu mereka letakkan di dalam peti. Jenazah Nabi Yusuf as tetap berada di Mesir hingga dibawa oleh Nabi Musa saat pergi meninggalkan Mesir, kemudian dimakamkan di dekat makam para leluhurnya. Mereka, ahli kitab menyebutkan, Nabi Yusuf as meninggal dunia dalam usia 120 tahun.

Penderitaan Bani Israil di Bawah Kekuasaan Firaun

Bani Israil menetap di Mesir selama 426 tahun, terhitung saat mereka masuk ke negeri ini bersama ayah mereka, Israil (Ya’kub), hingga keluar bersama Musa as. Ia sendiri merupakan keturunan dari Lawi bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim. Dengan demikian, Nabi Musa juga merupakan salah satu Nabi keturunan Bani Israil. Dikisahkan bahwa Bani Israil mengalami perlakuan semena-mena atau tertindas oleh Firaun yang mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan. Maka Musa as dikirim mendakwahi Firaun ditemani oleh saudaranya, Harun as.

Muncul pertanyaan, jika Musa selamat dari kekejaman Fir’aun karena diadopsi oleh Asia, istri Fir’aun, kemudian kembali ke pangkuan ibunya, bagaimana halnya dengan Harun? Dijelaskan oleh Ibnu Katsir bahwa sejumlah mufassir menyebutkan, kaum Qibhti mengeluh minimnya populasi Bani Israil kepada Fir’aun karena bayi lelaki dari kalangan mereka dibunuh. Fir’aun juga khawatir kalangan tua kerepotan karena anak-anak dibunuh, sehingga terpaksa harus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan Bani Israil.

Akhirnya, Fir’aun memerintahkan untuk membunuh anak-anak lelaki secara bergantian setiap dua tahun sekali. Para mufassir menyebutkan, Harun lahir pada tahun ketika hukuman mati bagi bayi lelaki tidak berlaku, sementara Musa lahir pada tahun di mana bayi lelaki harus dibunuh.

Dikisahkan kemudian bahwa Musa as ditemani Harun as menemui Fir’aun dan menyampaikan dakwah serta meminta Firaun agar melepaskan tawanan-tawanan Bani Israil dari kekuasaan, penindasan dan perlakuan semena-mena, biarkan mereka beribadah kepada Rabb seperti yang mereka inginkan, fokus mengesakan-Nya, berdoa dan memohon sepenuh hati kepada-Nya.

Fir’aun bersikap tinggi hati, sombong dan berlaku semena-mena, menatap Nabi Musa dengan pandangan menghina seraya mengatakan, “Bukankah kami telah mengasuhmu dalam lingkungan (keluarga) kami, waktu engkau masih kanak-kanak dan engkau tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu,” yaitu bukankah kau yang telah kami asuh di kediaman kami? Bukankah kami telah berbuat baik kepadamu, memberikan segala kenikmatan kepadamu beberapa lama?

Fir’aun tidak hanya menyebut jasanya pernah memelihara Musa, tetapi juga mengungkap kesalahannya yakni membunuh seorang Qibthi lalu menyebut Nabi Musa sebagai orang yang tidak pandai berterima kasih. Musa as menjawab bahwa kebaikan Firaun telah sebanding dengan perlakuannya terhadap Bani Israil secara keseluruhan; karena telah mempekerjakan dan memperbudak mereka. Selanjutnya, dikisahkan duel antara Musa as melawan tukang-tukang sihir Firaun yang dimenangkan oleh Musa as. Setelah kejadian ini Musa as kembali ke kaumnya, tetapi mereka segera menyadari bahwa mara bahaya sedang mengancam mereka.

ilustrasi penyebarangan laut merah oleh Nicolas Poussin (sumber: wikipedia)

Bani Israil Meninggalkan Mesir

Para mufassir dan kalangan ahli kitab menuturkan, “Bani Israil meminta izin kepada Firaun untuk ikut pergi merayakan hari raya mereka. Firaun dengan sinis mempersilakan mereka ikut pergi. Tapi sebenarnya Bani Israil bersiap-siap untuk pergi meninggalkan Mesir. Cara ini dilakukan Bani Israil untuk mengelabui Firaun dan pasukannnya, agar mereka bisa melepaskan diri dan pergi meninggalkan Firaun.”

Allah kemudian memerintahkan Bani Israil –menurut penuturan ahli kitab– untuk meminjam perhiasan dari kaum Qibthi, orang-orang Qibthi meminjamkan banyak sekali perhiasan pada mereka. Bani Israil kemudian keluar pada malam hari, mereka pergi dengan mengendap-endap menuju Syam. Saat Firaun mengetahui Bani Israil melarikan diri, ia sangat marah sekali, ia langsung memobilisasi pasukan dan memerintahkan untuk mengejar dan menumpas mereka semua.

____________

Source: Kompasiana

About admin

Check Also

Meraih Rahmat dengan Fitnah

“Setiap pengalaman pahit yang dihadapi manusia, terutama terkait hubungan dengan manusia lain, perlu dimaknai sebagai ...