Home / Agama / Shalawat/Qashidah/Wiridan/Dzikir / Shalawat yang Diamalkan Imam Syafi’i

Shalawat yang Diamalkan Imam Syafi’i

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

Sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ, kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak membaca shalawat kepada Sang Baginda Nabi. Ada banyak shalawat disusun oleh para ulama. Salah satunya adalah shalawat yang disusun oleh Imam Syafi’i.

Syekh Yusuf bin Isma’il an-Nabhani (w. 1932 M), ulama kelahiran Izril, Israel, dalam kitab Afdhalus Shalat ‘ala Sayyiddis Sadat menjelaskan, shalawat Imam Syafi’i ada dua macam. Shalawat yang pertama adalah dengan lafal berikut,

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ بِعَدَدِ مَنْ لَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا أَمَرْتَ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تُحِبُّ أَنْ يُصَلَّى عَلَيْهِ، وَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا تَنْبَغِي الصَّلَاةُ عَلَيْهِ

Allâhumma shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man shalla ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man lam yushalli ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ amarta bish shalâti ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tuḫibbu an yushallâ ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tanbaghish shalâtu ‘alaih

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah shalawat (rahmat) kepada Nabi Muhammad ﷺ sebanyak jumlah orang yang bershalawat kepadanya. Limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebanyak jumlah orang yang tidak bershalawat kepadanya. Limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana Engkau perintahkan untuk bershalawat kepadanya. Limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana Engkau suka dibacakannya shalawat atasnya. Limpahkanlah pula shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana selayaknya ucapan shalawat atasnya.”

Dalam kitab Syawariqul Anwar karya Syekh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani, shalawat Imam Syafi’i ditulis dalam redaksi yang sedikit berbeda. Ada tambahan kata “sayyidina” di depan lafal “Muhammad”. Terkait shalawat ini, Syekh Hasan al-‘Adawi asy-Syadzili dalam kitabnya Bulûghul Masarrât Syarah Dalâilul Khairât, mengutip riwayat Imam al-Baihaqi berikut:

Imam Syafi’i hadir dalam mimpi seseorang. Lalu ia ditanya, “Apa yang telah Allah perbuat padamu?” Imam Syafi’i menjawab, “Allah telah mengampuniku.” “Dengan apa?” “Dengan lima kalimat yang dulu aku bacakan untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ.” “Kalimat apakah itu?” “Dulu aku membaca, Allâhumma shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man shalla ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin bi ‘adadi man lam yushalli ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ amarta bish shalâti ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tuḫibbu an yushallâ ‘alaih. Wa shalli ‘alâ muḫammadin kamâ tanbaghish shalâtu ‘alaih.” (Syekh Hasan al-‘Adawi asy-Syadzili, Bulûghul Masarrât Syarah Dalâilul Khairât, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2020], h. 128-129).

Sementara lafal shalawat kedua adalah sebagai berikut;

صَلَّى اللّٰهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ كُلَّمَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْنَ

Shallallahu ‘alâ nabiyyinâ muḫammadin kullamâ dzakarahudz dzâkirûna wa ghafala ‘an dzikrihil ghâfilûn(a)

Artinya, “Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas nabi kami, Nabi Muhammad ﷺ, selama orang-orang yang ingat menyebut-Mu dan orang-orang yang lalai lupa untuk menyebut-Mu.”

Terkait shalawat ini, Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Qasim dalam kitabnya, Tadzkiratul Muhibbîn Syarhu Asmâ’i Sayyidil Mursalîn mengutip sebuah riwayat berikut,

وَقَالَ ابْنُ الْحَكِيْمِ رَأَيْتُ الشَّافِعِيّ فِي الْمَنَامِ فَقُلْتُ لَهُ: مَا فَعَلَ اللّٰهُ تَعَالَى بِكَ؟ فَقَالَ: غَفَرَ لِي؛ وَرَحِمَنِيْ؛ وَزَفَّفَتْ رُوْحِيْ إِلَى الْجَنَّةِ كَمَا تُرَّفُ الْعُرُوْسُ؛ وَنُثِرُ عَلَيَّ كَمَا يُثَرُّ عَلَى الْعُرُوْسِ؛ فَقِيْلَ لَهُ: بِمَا بَلَغَتْ هَذِهِ الْحَالَة؟ فَسَمِعْتُ قَائِلًا يَقُوْلُ: بِكِتَابَةِ اسْمِهِ الشَّرِيْفِ فِي أَوَّلِ كِتَابِ ” الرِّسَالَة “. قُلْتُ: وَكَيْفَ ذَلِكَ؟ قُلْتُ: قَالَ: وَصَلَّى اللّٰهُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ؛ وَعَدَدَ مَا غَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْنَ. فَلَمَّا أَصْبَحَتْ نَظَرْتُ فِي الرِّسَالَةِ فَوَجَدْتُ الْأَمْرَ كَمَا رَأَيْتُ؛ وَعَدَدْتُ مَنْ رَأَى الشَّافِعِيّ فِي النَّوْمِ، فَوَجَدْتُهُمْ أَرْبَعِيْنَ رَجُلًا، كُلٌّ مِنْهُمْ يَقُوْلُ بِخِلَافِ الْآخِرِ. فَمِنْهُمْ مَنْ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَدْعُوْ لَهُ، وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ لَهُ لَا يَقِفُ لِلْحِسَابِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ لَهُ خَصَّصَتْهُ أَنَّ اللّٰهَ تَعَالَى لَا يُحَاسِبُهُ، وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ لَهُ: تُسْبَقُ بِصَلَاةٍ لَمْ يُسْبَقُ بِهَا أَحَدٌ.

Artinya: “Ibnul Hakim berkata, ‘Saya bermimpi bertemu Imam Syafi’i, lantas saya bertanya, ‘Apa yang Allah lakukan terhadapmu? Imam Syafi’i menjawab, ‘Allah mengampuniku, merahmatiku, dan memboyong ruhku menuju surga sebagaimana diboyongnya pengantin, juga ditaburi layaknya pengantin’. Lalu ia ditanya, ‘Apa yang membuatmu mencapai semua ini?’ Kemudian aku mendengar seseorang berakata, ‘Dengan sebab menulis nama Nabi Muhammad yang mulia di awal kitab Ar-Risâlah (kitab karya Imam Syafi’i).’ Aku pun bertanya, ‘Bagaimana itu?’ Yaitu, Shallahu ‘alâ nabiyyinâ muḫammadin kullamâ dzakarahudz dzâkirûna wa ghafala ‘an dzikrihil ghâfilûn(a).’

Ketika aku terbangun dan mengecek Ar-Risâlah, dan aku lihat di dalamnya apa yang dikatakan dalam mimpi tadi. Lalu aku himpun orang-orang yang pernah mimpi bertemu Imam Syafi’i, aku temukan sebanyak empat puluh orang. Masing-masing dari mereka menceritakan mimpi bertemu Imam Syafi’i dengan pengalaman yang berbeda. Ada yang mimpi bertemu Nabi Muhammad yang mendoakan Imam Syafi’i. Ada yang bilang Imam Syafi’i tidak akan terkena hisab (perhitungan amal) di hari kiamat nanti.

Ada pula yang mengatakan, Allah mengistimewakan Imam Syafi’i dengan tanpa melewati hisab. Dan ada yang bilang disodorkan shalawat yang baru sama sekali. (Syekh Abu Abdillah Muhammad, Tadzkiratul Muhibbin Syarhu Asma’i Sayyidil Mursalin, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2007], h. 56).

Oleh: Ustadz Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, Alumnus Pesantren KHAS Kempek, Mahasantri Mahad Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta
Source: NU Online

About admin

Check Also

Makna Bashirah dan Tingkatannya

“Syaikh Ahmad ibn ‘Athaillah Assakandary dalam al-Hikamnya membagi bashîrah dalam tiga tingkatan; Syu’ãul bashîrah, ‘Ainul bashîrah ...