Home / Agama / Kajian / Shalat Syari’at dan Shalat Hakikat

Shalat Syari’at dan Shalat Hakikat

“Banyak yang tidak paham bahwa Allah memerintahkan dua macam shalat”

Oleh: H. Derajat*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.

Sahabatku yang sangat kukasihi, izinkanlah kami mendedahkan dua macam Shalat yang wajib kita jalankan sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 238:

حَافِظُوۡا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الۡوُسۡطٰى وَقُوۡمُوۡا لِلّٰهِ قٰنِتِيۡنَ ۞

Hãfidzû ‘alash shalawãti wash Shalãtil Wusthã wa qûmû lillãhi qãnitîn

“Peliharalah semua shalat dan shalat wusta. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan khusyuk.”

Dalam ayat itu tegas dinyatakan bahwa kita wajib menjaga shalat (bentuk jamaknya shalawat) mengandung makna shalat jasmani lima waktu sehari semalam, kemudian shalãtil wusthã yaitu shalat batin atau shalat hati.

Shalat Wustho adalah shalat tanpa keraguan di dalamnya, karena kita betul-betul diterima Allah dan berhadapan dengan Allah tanpa hijab. Hal ini telah dikatakan oleh Mursyid kami yang mulia, Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam Kitab Al-Hikam:

كَيْفَ يـُـتَصَوَّرُ أَنْ يَــحْجِبَهُ شَيْءٌ وَهُـوَ أَظْهَرُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ

“Bagaimana dapat digambarkan bahwa sesuatu itu dapat menghijab-Nya, sedangkan Dia lebih dzahir dari segala sesuatu.”

Mengenai kedua macam Shalat ini diutarakan oleh sahabat kami, Gus Mukhlason Rosyid, dalam kanal youtubenya:

Sebagaimana dijelaskan oleh sahabat kami Gus Mukhlason Rosyid bahwa shalat lima waktu ataupun shalat jasmani lainnya dibatasi dengan menghadap Ka’bah di Mekkah, namun demikian hal ini tentunya harus diuji kembali agar bisa mencapai kekhusyu’an di dalam shalat dengan ayat sbb:

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجْهُ ٱللّٰهِ ۚ ۞

“maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah”

Apapun Shalat yang kita lakukan baik shalat jasmani maupun shalat ruhani haruslah bisa mencapai kalimat:

إِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Sungguh aku hadapkan wajahku dengan penuh ketundukan kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, dan aku bukanlah termasuk orang-orang menyekutukan (Allah)”.

Artinya di dalam pelaksanaan shalat kita wajib mengenal Allah, bertemu dengan Dia dan bercakap-cakap dengan-Nya. Untuk hal ini tentunya kita perlu bimbingan Mursyid yang bisa mengurainya.

Dalam kitab al-Hikam dikatakan tentang Guru Mursyid adalah:

وَإِنَّمَا شَيْخُكَ الَّذِىْ رَفَعَ بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ الْحِجَابَ

“Tetapi, yang disebut guru bagimu itu adalah orang yang (bisa) menyingkap hijab (penutup) antara dirimu dan diri-Nya.”

Ketika kita ditanya apakah ibadah shalat kita diterima Allah, maka jawaban kita pada umumnya in syã Allãh karena kita tidak memiliki kepastian tentang hal itu. Berbeda dengan orang yang sudah mengenal Allah dengan baik maka jawabnya:

قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللّٰهُ مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ ۞

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (ibadah apapun) dari orang-orang yang bertakwa”. (Al-Maidah ayat 27)

Akhirul kalam, kami ingin mengutip apa yang telah dikalamkan Mursyid kami Sunan Bonang, bahwa orang yang unggul dalam shalat adalah orang yang mampu memahami dan menghayati sejatinya shalat. Bukanlah orang yang tidak mengerjakan shalat lima kali sehari itu. Orang yang unggul ialah orang yang memahami dan menghayati hakikat shalat, sembah, dan pujian. Hal ini jelas tidak sama dengan mengerjakan shalat hanya sebatas shalat saja. kita terkadang berpikir, lalu apa yang disembah sesungguhnya dalam mengerjakan shalat? Mari kita perhatikan bait lanjutan dari Suluk Wujil:

Endi ingaran sembah sejati
Aja nembah yén tan katingalan
Temahé kasor kulané
Yén sira nora weruh
Kang sinembah ing dunya iki
Kadi anulup kaga
Pungluné dén sawur
Manuké mangsa kenaa
Awekasa amangéran adam sarpin
Sembahé siya-siya//

“Manakah yang disebut shalat yang sesungguhnya itu? janganlah menyembah bila tidak tahu siapa yang disembah. Akibatnya akan direndahkan martabat hidupmu. Apabila engkau tidak mengetahui siapa yang disembah di dunia ini, engkau seperti menyumpit burung, pelurunya disebar tetapi tak ada satupun yang mengenai burungnya. Akhirnya, hanya menyembah adam sarpin, penyembahan yang tiada guna.”

Al-Qur’an memerintahkan kita untuk “menegakkan shalat”. Masyarakat banyak yang berpandangan bahwa menegakkan shalat sama dengan mengerjakan shalat, padahal kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Kata “mengerjakan shalat” bermakna menjalankan shalat hanya secara lahiriah. Namun yang dikehendaki dalam Al-Quran tidak demikian. Dalam Al-Qur’an untuk menyatakan perbuatan shalat adalah aqama. Arti aqama adalah menegakkan sesuatu dalam arti yang sebenarnya. Dalam shalat terkandung tindakan “washala”, yaitu menyatukan diri dengan Tuhan.

Demikianlah sementara kami tutup risalah singkat ini, in syã Allãh akan dilanjutkan tentang bab risalah shalat makrifat dalam kesempatan lain.

___________

* Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita

 

About admin

Check Also

Kisah Sayyidah Aminah Saat Mengandung Rasulullah SAW

“Bertebaran petunjuk dan cahaya, betapa haru biru perasaan Sayyidah Aminah saat mengandung bayi Nabi Suci ...