Pertanyaan :
1. Kenapa disebut Yasin Fadlilah dan bagaimana hukum membacanya?
2. Benarkah doa-doa dan sholawat dalam Yasin Fadlilah menambah-nambahi atau mencampuri ayat-ayat Al-Qur’an?
3. Adakah referensi atau rujukan bagi bacaan Yasin Fadlilah?
Jawaban :
1. Yasin Fadilah adalah surat Yasin yang pada ayat-ayat tertentu dibaca secara berulang-ulang, juga disisipi bacaan sholawat dan do’a tertentu selain al-Quran. Dan sisipan bacaan sholawat dan do’a itu berkaitan dengan ayat sebelumnya. Oleh karena ada sholawat dan do’a-do’a yang terkait dengan ayat tertentu dalam surat Yasin itu, maka kemudian dinamai “Yasin Fadlilah”.
Membaca sholawat, do’a atau kalimat lainnya di tengah-tengah surat yasin atau surat yang lain, hukumnya sunnat apabila do’a atau kalimat-kalimat tersebut mempunyai keterkaitan dengan tuntutan makna ayat atau surat yang dibaca itu. Di dalam kitab Ihya’ Ulumiddin juz I hal. 279 disebutkan :
وَفِيْ أَثْنَاءِ الْقِرَاءَةِ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ تَسْبِيْحٍ سَبَّحَ وَكَبَّرَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ دُعَاءٍ وَاسْتِغْفَارٍ دَعَا وَاسْتَغْفَرَ، وَإِنْ مَرَّ بِمَرْجُوٍّ سَأَلَ، وَإِنْ مَرَّ بِمَخُوْفٍ اسْتَعَاذَ. يَفْعَلُ ذَلِكَ بِلِسَانِهِ أَوْ بِقَلْبِهِ.
“Di tengah-tengah membaca Al-Qur’an, ketika seseorang melewati suatu ayat yang berisi mensucikan Allah, dia bertasbih dan bertakbir, ketika melewati ayat yang berisi doa dan istighfar, dia berdo’a dan beristighfar, ketika melewati ayat yang berisi harapan dia mengajukan permohonan dan ketika melewati ayat yang berisi hal-hal yang menakutkan, dia memohon perlindungan. Itu semua dia lakukan dengan ucapan lisannya atau digerakkan dalam hatinya”.
Berdo’a di tengah bacaan Al-Qur’an juga pernah dilakukan oleh Nabi SAW. sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam An-Nasa’i :
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ صَلَّى إِلَى جَنْبِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَرَأَ فَكَانَ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ وَقَفَ وَتَعَوَّذَ وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ وَقَفَ فَدَعَا وَكَانَ يَقُولُ فِى رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ. وَفِى سُجُودِهِ: سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
“Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah RA, bahwa dia melakukan shalat malam di samping Rasulullah SAW. beliau membaca surat ketika sampai pada ayat yang menerangkan adzab, beliau berhenti dan meminta perlindungan dan ketika sampai pada ayat yang menerangkan rahmat beliau berhenti dan berdo’a meminta rahmat, ketika ruku’ beliau membaca Subhana Rabbiyal Adzimi, dan ketika sujud beliau membaca Subhana Rabbiyal A’la” (HR. Nasa’i).
2. Adanya sholawat dan doa yang disisipkan di dalam Yasin Fadlilah itu bukan berarti menambah-nambahi atau mencampurkan ayat-ayat al-Qur’an dengan kalimat-kalimat lain yang bukan al-Qur’an. Sebab penulisannya diberi jeda sekiranya tidak menimbulkan dugaan bahwa sisipan itu termasuk Al-Qur’an, sama seperti tafsir Al-Ibriz karangan KH Bisyri Mustofa Rembang, di mana di antara ayat-ayat Al-Qur’an ada terjemah gandul berbahasa jawa pegon.
Memang kalau penulisan itu bercampur tanpa jeda maka hukumnya makruh, karena akan menimbulkan dugaan bahwa sholawat dan do’a-do’a tersebut termasuk ayat atau surat Al-Qur’an, sebagaimana tersebut dalam kitab Al-Itqan, Juz III hal. 171 :
وَقَالَ الْحَلِيْمِيْ: تُكْرَهُ كِتَابَةُ اْلأَعْشَارِ وَاْلأَخْمَاسِ وَأَسْمَاءِ السُّوَرِ وَعَدَدِ اْلآيَاتِ فِيْهِ لِقَوْلِهِ: جَرِّدُوا الْقُرْآنَ. وَأَمَّا النُّقَطُ فَيَجُوْزُ لَهُ لأَنَّهُ لَيْسَ لَهُ صُوْرَةٌ فَيُتَوَهَّمُ لأَجْلِهَا مَا لَيْسَ بِقُرْآنٍ قُرْآناً. وَإِنَّمَا هِيَ دَلاَلاَتٌ عَلَى هَيْئَةِ الْمَقْرُوْءِ فَلاَ يَضُرُّ إِثْبَاتُهَا لِمَنْ يَحْتَاجُ إِلَيْهَا. وَقَالَ الْبَيْهَقِيْ: مِنْ آدَابِ الْقُرْآنِ أَنْ يُفْخَمَ فَيُكْتَبُ مُفَرَّجاً بِأَحْسَنِ خَطٍّ، فَلاَ يُصَغَّرُ وِلاَ يُقَرْمَطُ حُرُوْفُهُ، وَلاَ يُخْلَطُ بِهِ مَا لَيْسَ مِنْهُ كَعَدَدِ اْلآيَاتِ وَالسَّجَدَاتِ وَالْعَشَرَاتِ وَالْوُقُوْفِ وَاخْتِلاَفِ الْقِرَاءَاتِ وَمَعَانِي اْلآيَاتِ.
“Imam Halimi berkata : makruh hukumnya menulis tanda sepersepuluh, seperlima, nama surat dan bilangan ayat di tengah-tengah surat/ayat al-Qur’an. Karena sabdanya : bersihkanlah tulisan al-Qur’an (dari hal yang bukan al-Qur’an). Adapun memberi titik maka hukumnya boleh, karena tidak merubah bentuk yang sekiranya menimbulkan dugaaan bahwa yang bukan al-Qur’an dianggap al-Qur’an. Hal itu hanyalah petunjuk atas keberadaan huruf yang dibaca. Imam Baihaqi berkata : Di antara tata krama terhadap al-Qur’an adalah hendaklah bersikap serius kepada al-Qur’an, hendaklah menulisnya dengan hitam putih, tulisannya harus yang indah, jangan dibuat terlalu kecil hurufnya, jangan terlalu rapat baris-barisnya jangan mencampurnya dengan tulisan-tulisan yang bukan termasuk al-Qur’an, seperti bilangan ayat, tanda ayat sajdah, tanda sepersepuluh, tanda waqaf, perbedaan bacaan dan makna kandungan ayat”.
Sedangkan di dalam Yasin Fadlilah tidak ada penulisan dan pembacaan sholawat dan doa yang bersifat menambah-nambahi atau bercampur menjadi satu dengan ayat-ayat dari surat Yasin, tetapi dalam pembacaan dan penulisannya, ada jedanya agar tidak menimbulkan dugaan bahwa sholawat dan doa itu termasuk Al-Qur’an. Metoda pembacaan dan penulisan Al-Qur’an dengan mengulang-ulang ayat dan menambahi doa itu sebetulnya juga terjadi pada bacaan tahlil, yaitu ketika sampai pada bacaan ayat terakhir surat al-Baqoroh seperti di bawah ini :
رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ (وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ٣) أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (اِرْحَمْنَا يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ٣)
3. Ada kitab yang menjadi referensi dan rujukan bagi bacaan Yasin Fadlilah yaitu kitab “Abwàbul Faroj” yang ditulis oleh Al-Imam As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Mailiki. Pada halaman 158 pada kitab tersebut, beliau berkata:
وسورة يس عظيمة المقدار، شهيرة الفضل والاجر، وهي قلب القران، والمجلية للاحزان الماحية للاشحان وهي العدة لكشف النوازل والمهمات والسلامة من الفتن والبليات وقد اوصى بها العارفون وواظب عليها الاولياء الصالحون، وكل صادق يجد ألنجاح في مقاصده وقضاء الحوائج بها فافزع اليها عند كل هم ونازلة يحصل الفرج ويزول الضيق والحرج وينشرح الصدر ويتيسر لك الامر … وان قرئت ثلاثا او خمسا او سبعا الى الاربعين كان حسنا فقد ذكرت هذه الاعداد واستحسنوا ادعية بعدها مشهورة وتكرير بعض الايات مثل ان يقول عند قوله (وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُكْرَمِيْنَ) اللهم اكرمني بقضاء حوائجي كلها يا ارحم الراحمين، يكرر قوله (ذَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ) اثنتي عشرة مرة وقوله تعالى (سَلَامٌ قَوْلاً مِنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ) ست عشر مرة. وعند قوله تعالى (اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى اَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى) بلى ان يفعل لي كذا وكذا ويذكر حاجته الخ. ابواب الفرج ص ١٥٨
“Surat Yasin itu besar derajatnya, masyhur keutamaan dan pahalanya. Dia adalah intisari Al-Qur’an, dapat menghilangkan kesusahan dan menghapus kegelisahan. Yasin Fadlilah adalah senjata untuk menghilangkan bencana dan kesusahan, menjadi penyelamat dari fitnah dan cobaan. Pembacaan Yasin Fadlilah telah ditausiyahkan orang-orang arifin, dan selalu dilakukan auliya’ yang sholihin. Setiap orang yang sungguh-sungguh dengan membaca Yasin Fadlilah akan menemukan kesuksesan dalam semua tujuannya, dan terlaksanaka semua hajatnya. Bacalah Yasin Fadlilah ketika ada bencana dan kesusahan, maka akan dihasilkan kesukaan, akan hilang kesempitan dan kesulitan, hati akan menjadi lapang dan semua perkara menjadi mudah. Kalau dibaca 3, 5, 7 atau 40 kali, maka itu adalah baik. Hitungan-hitungan ini telah disebutkan. Para ulama menganggap baik terhadap bacaan doa-doa yang masyhur sesudah ayat-ayat tertentu, dan terhadap pengulangan ayat-ayat tertentu, seperti sesudah
وَجَعَلَنِيْ مِنَ اْلمُكْرَمِيْنَ
membaca doa ini
اللهم اكرمني بقضاء حوائجي كلها يا ارحم الراحمين
kemudian bacaan di bawah ini :
ذَلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ
diulang-ulang sebanyak 12 kali. Dan bacaan:
سَلَامٌ قَوْلاً مِنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ
diulang-ulang sebanyak 16 kali. Ketika membaca :
اَوَلَيْسَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَى اَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ بَلَى
maka disambung dengan doa ini :
بلى ان يفعل لي كذا وكذا
dengan menyebutkan hajatnya” (Abwàbul Faroj halaman 158).
Selain uraian di atas, dalam kitab Abwàbul Faroj mulai dari halaman 157 sampai dengan halaman 170, Sayyid Muhammad Al-Maliki menguraikan Yasin Fadlilah secara luas dan tuntas.
Beliau adalah tokoh Ahlussunnah yang hidup di kandang Wahabi, tepatnya di kampung Rushaifah, 8 km dari Masjidil Harom Makkah. Kebanyakan ulama Indonesia yang sekarang masih hidup adalah murid-muridnya. KH Maemun Zubair dalam salah satu kitabnya mengatakan bahwa Sayyid Muhammad Al-Maliki adalah gurunya dan guru bagi anak-anaknya, dalam bahasa Arabnya berbunyi :
هو شيخي وشيخ اولادي
“Dia (Sayyid Muhammad Al-Maliki) adalah guruku dan guru bagi anak-anakku”.
Bahkan Mbah Mun juga mewiridkan Yasin Fadlilah dan mengatakan bahwa beliau mendapat ijazah dari Sayyid Muhammad Al-Maliki. Kemudian Mbah Mun mengijazahkannya kepada santri-santrinya.
Untuk mengetahui derajat keulamaan Sayyid Muhammad Al-Maliki, simaklah penjelasan Prof. Khalid bin Hasan As-Syarif yang dikutip dalam kitab Ikhbarul Muhtadin sbb :
فان الإمام السيد محمد علوي المالكي الحسنى يعتبر العدو الأول لهذا التيار برموزه الدينية في بداية هذا القرن , فقد استطاع وبجدارة أن يكون مجدد القرن الخامس عشر بلا منازع , لعدة أسباب : فهو المواطن أو العالم الوحيد الذي كّفر من خلال المؤسسة الوهابية الدينية قبل أكثر من ربع قرن، ومع ذلك لم تؤثرعليه هذه الفتوى. اخبار المهتدين ص ٦٠٥-٦٠٦
“Maka sungguh Al-Imam As-Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki dianggap musuh pertama bagi arus Wahhabi melalui rumus-rumus agama pada permulaan abad 15 Hijriyah. Maka beliau mampu dengan sangat layak untuk menjadi “Pembaharu Islam Abad 15 Hijriyah” tanpa ada yang menentang, karena beberapa sebab, di antaranya karena beliau adalah pribumi atau alim satu-satunya yang pertama dikafirkan oleh yayasan agama Wahhabi seperempat abad yang lalu. Meski demikian, beliau tidak terpengaruh oleh fatwa kafir itu” (Ikhbaarul Muhtadin hal 605-606).
Sebenarnya, penyusunan Yasin Fadlilah oleh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki mempunyai silsilah atau sanad yang bersambung kepada Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Alwi Ba’Alawi (574-653 H). Al-Faqih al-Muqaddam adalah seorang ulama besar, seorang wali qutub yang agung, cucu Rasulullah SAW, Imam bagi Thariqah Alawiyyah sebagaimana Syekh Abdul Qadir menjadi imam bagi para penganut Thariqah Qadiriyah. Jika demikian, maka antara sanad penyusunan tahlil dan sanad penyusunan Yasin Fadlilah ada titik temu pada pusaran al-Faqih Al-Muqaddam, RadliyAllaahu ‘Anhum Wa ‘Annà Ajma’ien.