Oleh: M. Tatam Wijaya*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Mengapa kisah Fir’aun dan nasib tragis di penghujung hidupnya dikisahkan dalam Al-Quran? Salah satunya agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang takut terhadap ancaman, hukuman, dan balasan Allah.
Kisah itu sekaligus menunjukkan bahwa Allah tidak pernah ingkar janji terhadap hamba-hamba-Nya yang taat dan tidak pernah menghukum hamba-hamba-Nya yang maksiat kecuali dengan keadilan-Nya.
Lantas seperti apa sosok Fir’aun dan apa saja bentuk kezalimannya? Disebutkan dalam Al-Quran surat Yunus ayat 75-92 dan dijelaskan oleh sejumlah kitab tafsir, Fir’aun adalah penguasa Mesir yang zalim dan sombong.
Di antaranya kesombongannya tampak saat diseru Nabi Musa dan Harun a.s. untuk menerima tanda-tanda kebesaran Allah, mengakui risalah keduanya, sehingga mau menuhankan Allah dan beribadah kepada-Nya.
Alih-alih menerima risalah Nabi Musa dan Nabi Harun serta mengesakan Allah, Fir’aun dan pembesar kaumnya malah menuduh risalah keduanya sebagai sihir. Malahan Fir’aun sempat mendatangkan para penyihir untuk menantang Musa dan Harun dengan sihir-sihir andalan mereka.
Disebutkan pula, Fir’aun merupakan penguasa tiran dan sewenang-wenang. Sehingga tidak ada yang berani beriman kepada Musa selain turunan kaumnya. Itu pun disertai ketakutan terhadap Fir’aun dan para pengikutnya.
فَمَا آمَنَ لِمُوسَى إِلَّا ذُرِّيَّةٌ مِنْ قَوْمِهِ عَلَى خَوْفٍ مِنْ فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِمْ أَنْ يَفْتِنَهُمْ وَإِنَّ فِرْعَوْنَ لَعَالٍ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الْمُسْرِفِينَ ۞
“Tidak ada yang beriman kepada Musa selain keturunan dari kaumnya disertai ketakutan pada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya yang akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir‘aun benar-benar sewenang-wenang di bumi. Sesungguhnya ia benar-benar termasuk orang-orang yang melampaui batas,” (QS. Yunus [10]: 83).
Fir’aun juga merupakan penguasa yang mementingkan perhiasan dan kekayaan dunia. Namun, akibat kekayaan itu, Fir’aun dan para pengikutnya malah terkesan dan menyesatkan kaumnya dari jalan Allah. Itu pula yang menyebabkan mereka binasa dan terkunci hatinya. (Lihat: Tafsir ath-Thabari, juz XV, 154-156).
Puncak kesombongan Fir’aun juga dicatat Al-Quran sebagai penguasa tangan besi dan manusia yang pernah mengaku tuhan, “Aku adalah tuhan kalian yang paling tinggi,” (QS. an-Nazi’at [79]: 24). Itu terjadi karena Fir’aun tak pernah ditimpa penyakit apa pun.
Terhadap rakyatnya, Fir’aun membagi mereka menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga menjadi lemah tak berdaya. Ia tak sungkan menyiksa siapa pun yang menentang perintah dan keinginannya. Penyiksaan terhadap Siti Asiah yang juga istrinya sendiri yang beriman kepada Allah dan ingkar terhadap kekuasaannya adalah salah satu buktinya.
Perilaku kejam Fir’aun kian tak terkira manakala mendapat ramalan bahwa akan ada anak laki-laki yang lahir dan akan menjadi penyebab kehancuran raja Mesir di tangannya.
Mendapat ramalan demikian, ia segera memerintah bala tentaranya untuk membunuh anak-anak dari Bani Israil karena khawatir akan adanya anak tersebut. Setiap perempuan yang hendak melahirkan disiagakan para algojo. Jika ternyata anak yang dilahirkannya laki-laki, maka tak sungkan si algojo menyembelih anak tersebut di hadapan sang ibu yang baru melahirkannya. (Lihat: Ibnu Katsir, Qashashul-Anbiya, [Kairo: Darut-Ta’lif], 1968, juz II/4).
Ternyata, anak yang dikhawatirkan itu tak lain adalah Musa yang diselamatkan Allah dengan cara mengilhami ibunya untuk memasukkan bayi Musa tersebut ke dalam tabut (kotak) dan melemparkannya ke sungai Nil. Hingga akhirnya bayi Musa ditemukan oleh istri Fir’aun sendiri dan dibesarkannya di lingkungan istana. Istimewanya, berkat skenario Allah, ibu Musa kembali bisa menyusuinya.
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ ۞
“Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung). Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih. Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul,’” (QS. al-Qashash [28]: 7).
Di penghujung hidupnya, Fir’aun pun bernasib tragis. Ia tenggelam di laut Merah saat mengejar Nabi Musa dan kaum Bani Israil. Menjelang detik-detik kematiannya, ia baru berserah diri dan mengakui Tuhan yang diimani oleh Bani Israil. “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan (yang berkuasa dan berhak disembah) selain (Tuhan) yang telah dipercayai oleh Bani Israil dan aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri kepada-Nya),” (QS. Yunus [10]: 90).
Bahkan, dalam hadits riwayat at-Tirmidzi dari Ibnu Abbas, dikisahkan bahwa Fir’aun nyaris saja mengucap kalimat tauhid Lã ilãha illallãh. Namun, karena kekesalannya, malaikat Jibril segera menjejali mulut Fir’aun dengan lumpur laut. Sehingga ia gagal beriman dan mengakui ketuhanan Allah. Demikianlah sekilas kisah Fir’aun, kekejaman, dan nasib tragis yang dialami bersama bala tentaranya. Mereka dibinasakan dan ditenggelamkan di lautan.
The mummy of Ramses II (1301-1235 BC), son of Sethy I, in April 2006, at Cairo Museum, Egypt. The mummy was discovered with the other royal mummies in the Deir el Bahari hiding place by Maspero, Ahmed Bey Kamal and Brugsch Bey. (Photo by Patrick Landmann/Getty Images) |
Kemudian, Allah berkehendak menyelamatkan jasadnya sebagai pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahnya. Hingga kini jasad Fir’aun dimumifikasi dan masih tersimpan di Museum Kairo Mesir. Menurut para ahli, Fir’aun ini merupakan Firaun Amenhotep I yang umurnya mencapai 3.500 tahun. Sayangnya, kebanyakan orang lengah mengambil pelajaran dari peristiwa ini.
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ اٰيَةً ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ اٰيٰتِنَا لَغٰفِلُوْنَ ࣖ ۞
“Pada hari ini Kami selamatkan jasadmu (Fir’aun) agar kamu menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelah kamu. Sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar lengah (tidak mengindahkan) tanda-tanda (kekuasaan) Kami.” (QS. Yunus [10]: 92)
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.
___________
* Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
* Source: NUOnline