Home / Agama / Kajian / Segala yang Bathin Adalah Allah dan Segala yang Dzhahir Adalah Muhammad

Segala yang Bathin Adalah Allah dan Segala yang Dzhahir Adalah Muhammad

“Inilah cara pandang orang yang bersyahadat dengan benar”

Oleh: H. Derajat*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.

Telah berkalam KH. Ir Asep Setiawan, beliau adalah murid dari Abah Anom Suralaya di dalam ceramahnya tentang cara pandang orang yang bersyahadat:

Pelajaran khusus bagi yang telah mempunyai Guru Mursyid yang bisa membimbingnya mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam ceramah singkat KH. Ir Asep Setiawan tadi, beliau mengutarakan sebuah hadits; “Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu” bahwasanya siapa yang kenal dirinya maka akan mengenal Rabbnya.

Ada pula hadits qudsi lain yang nuansa redaksinya tak jauh beda: “al-insanu sirri wa Ana sirruhu wa sirri sifati wa sifati la ghairihi: manusia itu rahasia-Ku dan Aku rahasia manusia, dan rahasia itu adalah sifat-Ku, dan sifat-Ku tiada lain adalah Aku.”

Demikian pula Allah mengutarakan tentang diriNya yang dinyatakan firman-firmanNya di dalam Al-Qur’an:

وَاِذَا سَاَلَـكَ عِبَادِىۡ عَنِّىۡ فَاِنِّىۡ قَرِيۡبٌؕ ۞

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186)

وَنَحۡنُ اَقۡرَبُ اِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ الۡوَرِيۡدِ ۞

“… dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. (QS. Qaf [50]: 16)

سَنُرِيۡهِمۡ اٰيٰتِنَا فِى الۡاٰفَاقِ وَفِىۡۤ اَنۡفُسِهِمۡ ۞

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri,” (QS. Fusshilat [41]: 53)

اَلَاۤ اِنَّهٗ بِكُلِّ شَىۡءٍ مُّحِيۡطٌ ۞

“…..sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu dengan ilmu dan kekuasaan-Nya.” (QS. Fusshilat [41]: 54)

وَهُوَ مَعَكُمۡ اَيۡنَ مَا كُنۡتُمۡ‌ؕ وَاللّٰهُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِيۡرٌ ۞

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS. Al-Hadid [57]: 4)

لَـقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِكُمۡ ۞

“Telah datang kepada kalian seorang utusan dari diri (Nafs)-mu sendiri”. (QS. At-Taubah [9]: 128).

وَفِىۡۤ اَنۡفُسِكُمۡ‌ؕ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ ۞

“… dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan”. (QS. Adz-Dzariyat [51]: 21)

وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ يَحُوۡلُ بَيۡنَ الۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهٖ ۞

“… dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menempatkan Diri antara manusia dan hatinya”. (QS. Al-Anfal [8]: 24)

لَقَدۡ خَلَقۡنَا الۡاِنۡسَانَ فِىۡۤ اَحۡسَنِ تَقۡوِيۡمٍ ۞

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tin [95]: 4)

Setelah menciptakan manusia dengan sempurna maka Allah meniupkan Ruh-Nya kepada jasad manusia tersebut sebagaimana Al Qur’an mengatakan:

فَاِذَا سَوَّيۡتُهٗ وَنَفَخۡتُ فِيۡهِ مِنۡ رُّوۡحِىۡ فَقَعُوۡا لَهٗ سٰجِدِيۡنَ ۞

“Maka apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan roh-Ku ke dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al-Hijr [15]: 29)

Maka jelaslah tidak peduli manusia berasal dari negara manapun, dari daerah apapun tetap di dalam dirinya telah berada Ruh Tuhannya, dan kita wajib menghormati serta mengasihinya. Itulah yang dikatakan Baqa dalam Tuhan dan kita jelas melihat Allah dalam setiap helaan nafas kita, sehingga kita tidak dibutakanNya dalam memandang wajahNya. Ingatlah apabila di dunia ini kita buta untuk melihatNya maka di akhirat pun kita buta sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

وَمَنۡ كَانَ فِىۡ هٰذِهٖۤ اَعۡمٰى فَهُوَ فِى الۡاٰخِرَةِ اَعۡمٰى وَاَضَلُّ سَبِيۡلًا ۞

“Dan barang siapa buta (hatinya) di dunia ini, maka di akhirat dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan (yang benar).” (QS. Al-Isra [17]: 72)

Sahabatku, ketahuilah bahwa sesungguhnya Rasul Muhammad adalah bapaknya ruh seluruh alam semesta, sedangkan Nabi Adam adalah bapaknya jasad seluruhnya demikian yang dikatakan dalam hadits.

Karena keterbatasan ilmuku dalam membahas tentang Hakikat Ketuhanan dan akulah murid terbodoh di hadapan Mursyid-mursyid kami yang mulia, pelajaran ini aku cukupkan sampai di sini dahulu.

Ketahuilah sahabatku, selamilah ayat-ayat di atas dengan qalbumu sebagaimana ajaran para Wali-wali Allah yang selalu mengungkapkan makna ayat Allah maupun hadist Nabi secara rahasia kepada orang yang dipercayainya saja.

Para Wali Allah adalah orang yang banyak mengetahui rahasia Allah dan selamanya menjadi rahasianya pula, maka beruntunglah orang yang mendapatkan sepercik ilmu para Wali Allah ini. Akhirul kalam aku mengutarakan sebuah hadits:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « إنَّ اللّٰهَ قَالَ: مَنْ عَادَى لِيْ وَليًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِليَّ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبُّ إِليَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِليَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنْ اِسْتَعَاذَنِيْ لَأُعِيْذَنَّهُ، وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ، يَكْرَهُ الْمَوْتََ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ ».

“Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi waliKu, maka Aku telah menyatakan perang dengannya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nawafil (sunnah) hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar. (Aku akan menjadi) penglihatannya yang dengannya ia melihat. (Aku akan menjadi) tangannya yang dengannya ia memukul. (Aku akan menjadi) kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya. Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya. Tidaklah Aku ragu untuk berbuat sesuatu seperti keraguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin, ia membenci kematian sedangkan Aku tidak suka menyakitinya.” (HR. Bukhari Juz 5: 6137)

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

_____________

* Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita

About admin

Check Also

Makna Bashirah dan Tingkatannya

“Syaikh Ahmad ibn ‘Athaillah Assakandary dalam al-Hikamnya membagi bashîrah dalam tiga tingkatan; Syu’ãul bashîrah, ‘Ainul bashîrah ...