بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Sayyidah Fathimah Az-Zahra radhiyallâhu ‘anhâ adalah satu dari empat perempuan pemuka surga. Putri kesayangan Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam (SAW) ini merupakan perempuan terhormat dan pemberani. Beliau lahir menjelang tahun ke-5 sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul.
Ibunya bernama Khadijah binti Khuwailid RA, juga salah satu dari perempuan pemuka surga. Allah Ta’ala memilih Sayyidina Ali bin Abi Thalib sebagai suaminya. Kemuliaan akhlak Sayyidah Fathimah menjadikannya sebagai teladan bagi kaum muslimah. Beliau pun dijuluki sebagai pemimpin perempuan umat Islam.
Karena khidmatnya yang begitu besar kepada ayahnya, beliau diberi gelar “Ummu abîhâ” yang artinya ibu dari ayahnya. Fathimah lah yang menjaga ayahnya dari kekejaman orang-orang kafir Quraisy. Beliau adalah putri yang sangat dicintai Rasulullah SAW. Nabi SAW pernah bersabda:
إِنَّمَا فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّيْ يٌرِيْبُنِيْ مَا أَرَابَهَا وَيُؤْذِيْنِيْ مَا آذَاهَا
“Sungguh Fathimah bagian dariku. Barangsiapa ragu kepadanya, berarti dia ragu kepadaku. Barangsiapa yang menyakitinya, maka dia menyakitiku“.
Fathimah sangat mirip dengan Rasulullah SAW . Sayyidah ‘Aisyah RA berkata: “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang perkataannya mirip dengan Rasulullah SAW selain Fathimah. Jika Fathimah mendatangi Rasulullah SAW, Rasulullah pun berdiri dan menciumnya serta menyambutnya sebagaimana yang dilakukan Fathimah ketika menyambut Nabi SAW.”
Putri terakhir Rasulullah SAW ini dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Ia mewarisi sifat-sifat mulia dari kedua orang tuanya. Beliau juga banyak berperan dalam perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW.
Saat Fathimah berusia lima tahun, ayahnya diangkat menjadi Rasul. Meskipun hanya gadis belia, beliau sudah menyadari beban yang dipikul ayahnya, bahkan ia pun ikut merasakan penderitaannya.
Setelah ibunya wafat, Fathimah lah yang mendampingi dan menyiapkan segala kebutuhan ayahnya. Bahkan Fathimah juga yang menjaga ayahnya dari perbuatan zalim kafir Quraisy.
Dikisahkan, suatu hari, orang-orang kafir Quraisy berkumpul di sebuah tempat. Mereka berkata “Apabila Muhammad lewat maka pukullah ia, setiap satu orang harus memukulnya satu pukulan”. Fathimah yang mendengar hal itu langsung bergegas mengabarkannya kepada ayahnya. Rasulullah SAW pun berkata: “Wahai anakku, diamlah (jangan kau menangis)”
Di waktu lain, ketika Rasulullah SAW keluar dari rumahnya, seorang kafir Quraisy menghadangnya dan melemparnya dengan debu. Beliau kemudian masuk lagi ke rumahnya, dengan segera Fathimah membawakan baskom besar berisi air dan membersihkan wajah ayahnya dengan kedua tangannya sambil menangis. Rasulullah SAW pun berkata: “Wahai anakku, janganlah menangis, karena sesungguhnya Allah Ta’ala adalah pelindung ayahmu“.
Fathimah adalah sosok gadis pemberani. Beliau tak pernah takut menghadapi orang kafir yang menyakiti ayahnya.
Abdullah bin Masud pernah bercerita: “Kami sedang bersama Rasulullah SAW di masjid saat beliau sedang shalat. Ketika itu ada seekor domba yang disembelih dan tersisa isi perutnya. Abu Jahl kemudian berkata: “Adakah seseorang yang mau mengambil isi perut ini dan melemparkannya ke Muhammad?” Uqbah bin Mu’ith pun menyanggupi tawaran tersebut.
Tepat saat Rasulullah SAW sujud, Uqbah bin Mu’ith melemparkan isi perut tersebut ke punggung Nabi SAW yang mulia. Mereka pun tertawa keras sedangkan orang-orang di sekitar Nabi SAW tak berani bertindak.
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Kami takut untuk mengangkatnya dari punggung Nabi SAW sedangkan aku hanya berdiri melihatnya. Seandainya aku memiliki kekuatan, maka akan aku lempar isi perut tersebut dari punggung Rasulullah SAW”. Rasulullah SAW masih saja bersujud hingga akhirnya putri tercinta Fathimah datang dan membersihkan kotoran itu dari punggung Rasulullah SAW.
Begitulah besarnya kecintaaan Fathimah kepada Rasulullah SAW. Apapun beliau lakukan untuk membela sang ayah.
Setelah perang badar berkecamuk, Fathimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, tepat saat umurnya remaja. Sayyidina Ali dan Fathimah hidup dalam kesederhanaan. Kasur mereka terbuat dari kulit domba, apabila mereka hendak tidur, maka mereka membalikkan bulunya, sedangkan bantalnya terbuat dari kulit yang diisi dengan rumput kering.
Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah dikaruniai empat orang anak. Mereka adalah Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kultsum. Dari Fathimah lah garis keturunan Rasulullah SAW terjaga hingga saat ini.
Setelah Rasulullah SAW wafat, Sayyidah Fathimah jatuh sakit, beliau kemudian menghembuskan nafas terakhirnya di usianya yang ke-27, pada malam Selasa, 13 Ramadhan 11 Hijriyah, tepat enam bulan setelah kepergian ayahnya.
Malam itu, salah satu perempuan terbaik telah kembali kepada Rabbnya. Umat Islam berduka, bahkan langit pun ikut berkabung melepas kepergian putri kesayangan Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW bersabda:
أَفْضَلُ نِسَآءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ؛ خَدِيْجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ وآسِيَةُ بِنْتُ مُزَاحِمٍ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ
“Sebaik-baiknya perempuan penghuni surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Aisyah binti Muzahim (istri Fir’aun) dan Maryam binti Imran.” (HR Ahmad)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, Rasulullah SAW mengabarkan pada Fathimah, bahwa ia adalah orang pertama dari keluarganya yang akan menyusulnya. Beliau berkata kepada Fathimah, “Tidakkah engkau ridha, menjadi penghulu wanita di surga?“.
Subhanallah, semoga ridha Allah senantiasa tercurah kepada sayyidah Fathimah dan keluarganya serta menempatkannya di tempat yang tertinggi.
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
“Wahai Allah, sampaikanlah shalawat kepada Junjungan kami Muhammad, dan kepada Keluarga Junjungan kami Muhammad”.
Oleh: Rusman H. Siregar