Home / Agama / Kajian / “Saha Dat?” (Siapakah Dzat Allah SWT)
"...Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada...". (QS. Al-Hadiid [57]: 4)

“Saha Dat?” (Siapakah Dzat Allah SWT)

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيم
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.

Dalam suatu diskusi di kediaman Abah Jatnika bersama saudara-saudara, saya mengutarakan tentang langkah-langkah pendekatan ruhani “Dua Kalimat Syahadat” agar menjadi sah ucapan syahadat kita yaitu bathiniyah kita harus melalui 4 tahapan sbb :

1. Batin haruslah menetapkan “Saha Dat”. Artinya, hati kita harus sudah menetapkan siapa Dzat Allah yang kita sembah itu. Sebagaimana dikatakan “Awwaluddiini Ma’rifatullah” (yang paling awal dalam beragama adalah mengenal Allah).

2. “Sah Dat”. Setelah mengenal Allah, maka mulailah kita mengesahkannya dalam bentuk mengucapkan dua kalimah syahadat yang lafadznya sbb :

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللّٰهِ

“Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wa asyhadu anna muhammadar-rasuulullah”

3. “Sa Adat”. Yaitu berakhlak Allah.

Rasulullah SAW dalam membimbing manusia menuju kesempurnaan akhlak, memerintahkan kita agar berakhlak sebagaimana akhlak Allah swt.

تَخَلَّقُوْا بِأَخْلَاقِ‏ اللّٰهِ

“Berakhlaklah dengan akhlak Allah SWT”

Apakah yang dimaksud dengan berakhlak dengan akhlak Allah SWT?

Kita meyakini bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Sempurna. Artinya, tidak ada sifat dan perbuatan tercela pada Diri-Nya. Semuanya indah dan penuh hikmah. Kita bisa melihat keindahan sifat dan perbuatan-Nya melalui “Asmaaul Husnaa” (nama-nama yang indah). Di dalamnya ada ar-Rahmaan (Maha Pengasih), ar-Rahiim (Maha Penyayang), al-‘Afuwwu (Maha Memaafkan), dan lain sebagainya.

Berakhlak dengan akhlak Allah SWT adalah berusaha untuk memiliki sifat-sifat kesempurnan-Nya dan berperilaku seperti perilaku-Nya. Artinya, segala perbuatan yang kita lakukan sesuai dengan kehendak dan keridhaan-Nya, bukan berdasarkan kehendak dan kepuasan diri kita. Dalam ‘irfan, keadaan ini disebut dengan fana dalam perbuatan-Nya, yang mana seorang pesuluk sudah tidak memiliki kehendak dan iradah kecuali kehendak-Nya. Para ‘arif melihat bukan lagi dengan matanya, akan tetapi dengan mata Allah SWT. Begitu juga dengan telinga, tangan, dan kakinya.

Mereka ini adalah manifestasi atau cermin dari akhlak dan perbuatan Allah SWT.

4. Sadat (Satu Dzat). Sebagaimana firman Allah Ta’ala mengatakan :

وَفِيْ أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُوْنَ

Wa fii anfusikum afalaa tubshiruun (“dan Dia dalam dirimu apakah engkau tidak memperhatikan”).

Kemudian :

وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ

Wa huwa ma’akum ainamaa kuntum (“dan Dia bersamamu di manapun kamu berada”)

Untuk lebih memudahkan keterangan di atas, sebaiknya ambilah kesimpulan dalam hal berikut ini :

Allah Ta’ala berfirman,..

“Wahai hamba…!
Engkau tiada memiliki sesuatu pun,
kecuali apa yang Aku kehendaki untuk menjadi milikmu.

Tiada juga engkau memiliki dirimu,
karena Akulah Maha PenciptaNya.
Tiada pula engkau memiliki jasadmu,
maka Akulah yang membentukNya.

Hanya dengan pertolonganKu,
engkau dapat berdiri.
Dan dengan ”kalimah-Ku”,
engkau datang ke dunia ini.

Wahai hamba…!
Katakanlah, tiada Tuhan melainkan Allah,
kemudian tegaklah berdiri di jalan yang benar,
maka tiada Tuhan melainkan Aku.

Dan tiada pula wujud yang sebenarnya wujud kecuali untuk-Ku,
dan segala yang selain daripadaKu…,
adalah dari buatan tanganKu,
dan dari tiupan Ruh-Ku.

Wahai hamba…!
Segala sesuatu adalah kepunyaanKu,
BagiKu dan untukKu…,
Jangan sekali-kali engkau merebut apa yang menjadi kepunyaanKu.

Kembalikan segala sesuatu kepadaKu,
niscaya akan Kubuahkan pengembalianmu dengan tanganKu,
dan Kutambah padanya dengan kemurahanKu…,

Serahkan segala sesuatu kepadaKu,
niscaya Ku-selamatkan engkau dari segala sesuatu.

Ketahuilah…,
bahwa hambaKu yang terpercaya adalah
yang mengembalikan segala yang selainKu kepadaKu.

Tengoklah dengan pandangan tajam kepadaKu,
bagaimana caraKu melakukan pembagian,
niscaya engkau akan melihat pemberian dan penolakan,
merupakan dua bentuk yang di-asma-kan,
agar dengan demikian engkau mengenalKu.

Wahai hamba…!
Sesungguhnya engkau telah melihat Daku sebelum dunia terhampar,
dan engkau mengenal siapa yang telah engkau lihat.
Dan kepadaKulah engkau akan kembali…

Kemudian Aku ciptakan sesuatu untukmu,
dan Aku labuhkan tirai (hijab) atasmu.
Lalu engkau pun tertutup dengan tirai dirimu sendiri,
kemudian Aku menghijab engkau dengan diri-diri yang lain,
yang mana diri-diri yang lain itu menyeru kepadamu dan pada dirinya,
dan menjadi penghijab daripadaKu…

Setelah semuanya itu…,
maka Aku pun kembali menyata di balik semuanya itu,
dan dari belakang semuanya itu,
Kuperkenankan akan diriKu,

Kukatakan kepadamu…;
Bahwasanya Akulah Maha Pencipta,
Akulah yang menciptakan kesemuanya itu,
dan bahwasanya Aku menjadikan engkau khalifah atas semuanya itu.

Dan ketahuilah…,
bahwa kesemuanya itu adalah amanah pada sisimu…,
dan diharuskan kepada pengemban amanah itu untuk mengembalikannya…

Maka telitilah dirimu setelah engkau mempercayaiKu…,
sudahkah engkau mengembalikan segala sesuatu itu kepadaKu?
Dan sudahkah engkau memenuhi perjanjian yang telah engkau buat denganKu?

وَمَنْ أَوْفَىٰ بِمَا عَٰهَدَ عَلَيْهُ ٱللّٰهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (QS. Al-Fath [48]: 10)

Wahai hamba…!
Kuciptakan segala sesuatu itu untukmu,
maka bagaimana Aku akan rela kalau engkau peruntukkan dirimu bagi sesuatu itu.

Sesungguhnya Aku melarang engkau untuk menggantungkan dirimu pada sesuatu (selainKu),
karena Aku adalah pencemburu padamu.

Wahai hamba…!
Aku tidak rela engkau peruntukkan dirimu bagi sesuatu,
walau harapanmu akan surga sekalipun,
karena sesungguhnya Aku ciptakan engkau hanya untukKu,
supaya engkau berada di sisiKu.
Di sisi yang tiada sisi, dan di mana yang tiada mana…

Kuciptakan engkau atas pola gambaranKu;
seorang diri, tunggal, mendengar, melihat dan berkemauan serta berbicara.
Dan Aku jadikan engkau mempunyai kemampuan untuk tajalli-nya (menyatakan) asma-asmaKu…,
dan tempat untuk pemeliharaanKu.
Engkau adalah sasaran pandanganKu…,
Tiada dinding penghalang yang memisahkan antaraKu dan antaramu.
Engkau teman duduk semajelis denganKu, maka tiada pembatas antaraKu dan antaramu.

Wahai hamba…!
Tiada antaraKu dan antaramu, antaraKu lebih dekat kepadamu dari dirimu sendiri.
Aku lebih dekat kepadamu dari ucapan lisanmu…
Maka pandanglah kepadaKu…,
karena Aku senang memandang kepadamu.”

(Al-Mawaqif, Imam An-Nafri ra.)

About admin

Check Also

Wirid Sakran

“Thariqah Ba’alawiy sudah biasa mengamalkan di dalam kehidupan sehari-hari”. Oleh: H. Derajat Asysyathari* بِسْمِ اللّٰهِ ...