“Menghadirkan Allah dalam tiap peribadatan termasuk shalat dan ibadah lainnya bukanlah hal yang bisa disepelekan…”
Oleh: H. Derajat*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَا تُهُ
Sahabatku yang dikasihi Allah, di malam Jumat yang penuh keberkahan ini, telah berkalam Syekh Muhammad Fathurahman, Mursyid dari Tarekat Idrisiyyah dalam ceramahnya tentang hakikat daripada ibadah:
Yang mana beliau mengutip isi Kitab Adabu Sulukil Murid karya Syekh Abdullah Al-Hadad:
وَاعْلَمْ أَنَّ رُوْحَ جَمِيْعِ الْعِبَادَاتِ وَمَعْنَاهَا إِنَّمَا هُوَ الْحُضُوْرُ مَعَ اللّٰهِ فِيْهَا، فَمَنْ خَلَتْ عِبَادَتُهُ عَنِ الْحُضُوْرُ، فَعِبَادَتُهُ هَبَآءٌ مَنْثُوْرٌ.
“Ketahuilah, bahwa ruh (esensi) seluruh ibadah dan maknanya adalah menghadirkan diri bersama Allah (hudhur) di dalam ibadahnya. Oleh karena itu, barang siapa ibadahnya tidak ada wujud hudhur-nya maka ibadahnya seperti debu yang berhamburan.”
Menghadirkan Allah dalam tiap peribadatan termasuk shalat dan ibadah lainnya bukanlah hal yang bisa disepelekan sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Ghazali dengan mengutip hadits nabi perihal perhatian Allah pada shalat yang seperti apa:
وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَا يَنْظُرُ اللّٰهُ إِلَى صَلَاةٍ لَا يَحْضُرُ الرَّجُلُ فِيْهَا قَلْبَهُ مَعَ بَدَنِهِ
“Rasulullah bersabda, ‘Allah tidak memandang shalat orang yang hati dan badannya tidak menghadap (kepada Allah),’” (Lihat Imam Al-Ghazali, 2018 M: I/195).
Imam Al-Ghazali mengutip hadits Nabi perihal tujuan dasar ibadah:
وَقَالَ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِنَّمَا فُرِضَتِ الصَّلَاةُ وَأُمِرَ بِالْحَجِّ وَالطَّوَافِ وَأُشْعِرَتِ الْمَنَاسِكُ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللّٰهِ تَعَالَى فَإِذَا لَمْ يَكُنْ فِي قَلْبِكَ لِلْمَذْكُوْرِ الَّذِيْ هُوَ الْمَقْصُوْدُ وَالْمُبْتَغِى عَظَمَةٌ وَلَا هَيْبَةٌ فَمَا قِيْمَةُ ذِكْرِكَ
“Rasulullah SAW bersabda, ‘Shalat diwajibkan, haji dan thawaf diperintahkan, dan manasik disyi’arkan untuk menegakkan zikrullah. Jika di hatimu Allah yang dimaksud dan dituju tidak hadir dengan keagungan dan kehebatan, maka tidak ada nilai zikirmu.’” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi), (Lihat Imam Al-Ghazali, 2018 M: I/195).
Kewajiban untuk menghadirkan Allah dalam ibadah telah difirmankan dalam Surat Al-A’raf ayat 205:
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَّخِيْفَةً وَّدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ وَلَا تَكُنْ مِّنَ الْغٰفِلِيْنَ ۞
“Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut pada waktu pagi dan petang, dengan tidak mengeraskan suara, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf [7]: 205).
Semoga Allah merahmati kita semua dengan memberikan keledzatan dalam beribadah dan juga bisa menghadirkan Wajah Allah di dalam beribadah. Ãmîn yã rabbal ‘ãlamîn.
__________
* Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita