Home / Agama / Kajian / Risalah ‘Ibãdah, ‘Ubûdiyyah dan ‘Ubûdah

Risalah ‘Ibãdah, ‘Ubûdiyyah dan ‘Ubûdah

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Was-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Mursyid kami pernah mengatakan bahwa pada tingkatanIbãdah kita hanya terbatas pada pencapaian untuk sekedar dinyatakan SAH telah memenuhi persyaratan. Namun secara ruhani, ibadah kita belum mencapai kenikmatan ibadah yang menyerap pada Qalbu kita.

Sementara pada tingkatan Ubûdiyyah, kita bisa meningkat kepada merasakan kenikmatan ibadah yang menyerap pada Qalbu. Lebih tinggi lagi, pada tingkatan Ubûdah kita bisa merasakan kenikmatan ibadah dengan bermakrifat kepada Allah SWT dikarenakan telah larutnya setiap gerak-gerik kita pada peribadatan hanya milik Allah semata. Lã haula wa lã quwwata illã billãh.

“Ibãdah” dan “ubûdiyyah” sering diartikan sebagai: melaksanakan perintah-perintah Allah dan merasa hina serta tunduk di hadapan Allah SWT. Meski keduanya memiliki pengertian yang sama oleh sementara orang, namun sebagian besar menyatakan bahwa kedua kata ini berbeda artinya sebagaimana halnya bahwa keduanya berbeda dalam segi bentuknya.

Yang dimaksud “ibãdah adalah: Menghabiskan hidup dengan melaksanakan perintah-perintah dan taklîf dari Allah SWT. Ini berbeda dari makna ubûdiyyah yang berarti: Selalu memiliki kesadaran sebagai hamba dari Allah SWT.

Perbedaan ini menjelaskan secara gamblang bahwa seseorang yang selalu melaksanakan ibadah akan disebut dengan julukan “al-‘âbid” (ahli ibadah), sementara orang yang melaksanakan “ubudiyah” adalah disebut dengan julukan “al-‘abd” (hamba). Selain kedua hal tersebut, masih terdapat beberapa pandangan berbeda mengenai masalah ini di dalam buku berjudul “Ta`ammulât haula Sûrah al-Fâtihah”.

Sebagian sufi ada yang mendefinisikan “ibãdah” sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban untuk menghambakan diri kepada Allah (al-riqq lillâh). Sementara “ubûdiyyah” adalah kewajiban yang ditunaikan oleh para pemilik perasaan (al-syu’ûr) dan mata batin (al-bashîrah). Adapun “ubûdah” adalah inti dari kejernihan dengan menunaikan semua taklîf.

‘Ibãdah adalah: amal yang dilakukan para pelaku mujãhadah. ‘Ubûdiyyah adalah: upaya para pelaku mukãbadah, yaitu mereka yang berusaha menaklukkan kesulitan yang tidak dapat ditaklukkan. ‘Ubûdah adalah: kondisi orang-orang yang bergerak menuju Allah al-Haqq SWT dengan keluasan hati dan kelapangan jiwa mereka.

Terdengar mirip, tetapi apakah ketiga istilah tersebut bermakna sama? Tentu jawabannya tidak, masing-masing memiliki makna yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Dalam Kitab Manhãj al-Sãwî Syarah Ushûl Tharîqah Sa’ãdati Bã’alawiy Karangan Habib Zain bin Ibrahim bin Smith, di dalamnya Imam Aydarus bin Umar al-Habsyi mendefinisikan makna dari ketiga istilah ini yaitu ‘Ibãdah, ‘Ubûdiyyah dan ‘Ubûdah tersebut.

Menurut Imam Aydarus, ‘Ibãdah adalah mengerjakan perbuatan yang diperintahkan dan meninggalkan semua larangan dalam Agama Islam. Kemudian, ‘Ubûdiyyah adalah mengerjakan seluruh perintah agama dengan tulus ikhlas karena hal tersebut merupakan perintah Allah SWT.

Sementara ‘Ubûdah adalah ibadah yang ia lakukan tidak mengatasnamakan kepada dirinya serta tidak menganggap bahwa dirinyalah yang melakukan setiap ketaatan tersebut. Karena dalam makna ini semuanya datang dari Allah Subhãnahu wa Ta’ãlã dan kembali kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an :

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللّٰهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللّٰهَ رَمَىٰ ۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا ۚ إِنَّ اللّٰهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ۞

“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 17)

Sedangkan Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi di dalam kitabnya, Marãqil ‘Ubûdiyah menyebutkan bahwa ‘Ibãdah adalah Syariat, ‘Ubûdiyyah adalah thariqat. Sedangkan ‘Ubûdah adalah hakikat.

Di dalam kitab itu pula, Abu Ali Ad-Daqqaq berkata bahwa istilah ‘Ibãdah ini diperuntukkan kepada orang-orang mukmin yang awam (orang biasa), seperti orang-orang shaleh. Kemudian penggunaan ‘Ubûdiyyah untuk mukmin khawãsh (orang khusus) seperti para ulama dan aulia Allah.

Dan ‘Ubûdah adalah istilah untuk mukmin khawãshul khawãsh (orang khusus dari yang khusus), artinya mukmin dengan derajat yang lebih tinggi dari orang sebelumnya, seperti para nabi dan rasul.

Untuk lebih mempermudah, dapatlah kami simpulkan di sini tentang perbedaan makna ketiga kalimat ‘Ibãdah, ‘Ubûdiyyah dan ‘Ubûdah yang disarikan dari kalam Syekh Ibrahim Niyas:

سُئِلَ الشَّيْخُ إِبْرَاهِيْمُ إِنْيَاسُ عَنِ الْعِبَادَةِ وَالْعُبُوْدِيَّةِ وَالْعُبُوْدَةِ فَأَجَابَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ :

Syeikh Ibrahim Niyas pernah ditanya tentang perbedaan ‘ibãdah, ‘ubûdiyyah dan ‘ubûdah

وَأَمَّا السُّؤَالُ عَنِ الْفَرْقِ بَيْنَ الْعِبَادَةِ وَالْعُبُوْدِيَّةِ وَالْعُبُوْدَةِ :

adapun pertanyaan berkaitan tentang hal itu:

فَالْعِبَادَةُ عَمَلُ الْعَبْدِ لِلّٰهِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ عَمَلُ الْعَبْدِ بِاللّٰهِ، وَالْعُبُوْدَةُ عَمَلُ الْعَبْدِ فِي اللهِ .

‘ibãdah merupakan melakukan penghambaan kepada Allah, ‘ubûdiyyah adalah melakukan penghambaan dengan Allah (mensetting antara Allah dan dirinya saja), ‘ubûdah adalah perbuatan penghambaan di dalam (karena kekuasaan/takdir) Allah.

أَوْ تَقُوْلُ : اَلْعِبَادَةُ الْعَمَلُ بِالشَّرِيْعَةِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ سُلُوْكُ الطَّرِيْقَةِ، وَالْعُبُوْدَةُ مُشَاهَدَةُ الْحَقِيْقَةِ .

atau bisa juga: ‘ibãdah adalah amalan syariat, ‘ubûdiyyah adalah jalan thariqah, dan ‘ubûdah adalah menyaksikan hakikat.

أَوْ تَقُوْلُ : اَلْعِبَادَةُ عَمَلُ الْمَحْجُوْبِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ عَمَلُ الْمُرِيْدِ، وَالْعُبُوْدَةُ عَمَلُ الْعَارِفِ .

atau bisa juga: ‘ibãdah adalah perbuatan orang yang terhijab, ‘ubûdiyyah adalah perbuatan orang yang menjalani wirid khusus, dan ‘ubûdah adalah perbuatan Ahli Ma’rifah.

أَوْ تَقُوْلُ : اَلْعِبَادَةُ عَمَلُ أَصْحَابِ الْيَمِيْنِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ عَمَلُ الْمُقَرَّبِيْنَ، وَالْعُبُوْدَةُ مَقَامُ السَّابِقِيْنَ .

atau bisa juga: ‘ibãdah adalah perbuatan Ahli Kebenaran, ‘ubûdiyyah adalah perbuatan orang-orang yang mendekatkan (jiwa dan raga) kepada Allah, dan ‘ubûdah adalah tempat orang-orang mulia.

أَوْ تَقُوْلُ : اَلْعِبَادَةُ عَمَلُ الظَّالِمِ لِنَفْسِهِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ عَمَلُ الْمُقْتَصِدِ، وَالْعُبُوْدَةُ عَمَلُ السَّابِقِ بِالْخَيْرَاتِ .

atau bisa juga: ‘ibãdah adalah perbuatan orang yang mendzalimi dirinya sendiri, ‘ubûdiyyah adalah perbuatan orang yang mempunyai maksud (tertentu kepada Allah untuk sampai kepada Ridha-Nya) dan ‘ubûdah adalah perbuatan orang-orang mulia dengan berbagai kebaikan.

أَوْ تَقُوْلُ : اَلْعِبَادَةُ عَمَلُ الْعَالِمِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ عَمَلُ الْوَلِيِّ، وَالْعُبُوْدَةُ عَمَلُ الْعَارِفِ الْكَبِيْرِ .

atau bisa juga: ‘ibãdah adalah perbuatan orang berilmu, ‘ubûdiyyah adalah perbuatan Wali (kekasih Allah) dan ‘ubûdah adalah perbuatan Ahli Ma’rifat yang mempunyai kebesaran (mulia).

أَوْ تَقُوْلُ : اَلْعِبَادَةُ مَقَامُ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ مَقَامُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ، وَالْعُبُوْدَةُ مَقَامُ الْمَحْوِ فِي شُهُوْدِ الْعِيَانِ .

atau bisa juga: ‘ibãdah adalah tempat bagi orang yang “Hanya kepada-Mu lah kami menyembah”, ‘ubûdiyyah adalah tempat bagi orang yang “Hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan”, dan ‘ubûdah adalah tempat bagi orang yang sirna dalam memandang (dzãhir).

أَوْ تَقُوْلُ : اَلْعِبَادَةُ عَمَلُ الْجَوَارِحِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ عَمَلُ الْقَلْبِ، وَالْعُبُوْدَةُ عَمَلُ الرُّوْحِ .

atau bisa juga: ‘ibãdah adalah perbuatan anggota badan, ‘ubûdiyyah adalah perbuatan hati, dan ‘ubûdah adalah perbuatan ruh.

فَالْمُتَعَبِّدُ فَائِزٌ مَثُوْبٌ وَثَوَابُهُ الْجَنَّةُ، وَالْعَابِدُ مَخْصُوْصٌ، وَخُصُوْصِيَّتُهُ الْقُرْبُ مِنَ اللهِ جَلَّ وَعَلَا، وَالْعَبْدُ مَرْضِيٌّ مَوْهُوْبٌ، وَهَبَتُهُ التَّصْرِيْفُ وَالْخِلَافَةُ عَنِ اللهِ جَلَّ وَعَلَا، قَالَ الْعَارِفُ الْبُوْصِيْرِيْ يَمْدَحُ شَيْخَهُ اَبَا الْعَبَّاسِ الْمُرْسِيّ :

maka orang yang beribadah adalah orang yang bahagia serta mendapat pahala, ganjarannya ialah surga, dan orang yang Ahli Ibadah itu orang yang khusus, kekhususan tersebut pendekatan dari Allah, seorang hamba (sejati) itu orang yang ridha serta orang yang menderma dan karunianya merupakan perubahan (dirinya) dan pergantian (wujud perwakilan) dari Allah. al-‘Arif Syeikh Bushairi berkata dengan memuji gurunya yaitu Syeikh Abul Abbas al-Mursi:

فَالْعِبَادَةُ حَقُّ الْأُلُوْهِيَّةِ وَالْوَحْدَانِيَّةِ، وَالْعُبُوْدِيَّةُ حَقُّ الْوَحْدَةِ، وَالْعُبُوْدَةُ حَقُّ الْأَحَدِيَّةِ، وَإِلَيْهِ يَشِيْرُ قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا وَسِعَنِيْ أَرْضِيْ وَلَا سَمَآئِيْ وَوَسِعَنِيْ قَلْبُ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ .

‘ibãdah adalah bentuk nyata menuhankan dan mengesakan, ‘ubûdiyyah adalah bentuk nyata dari ketunggalan (hakikatnya adalah Allah semata) dan ‘ubûdah adalah bentuk nyata segala sesuatu itu berujung satu (bahkan dirinya itu berbuat bukanlah dirinya. dirinya hanya mayat) dan dari sini Rasulullah SAW memberikan isyarat: aku ridha dengan sesuatu yang sanggup kepada (segala kekuasaan)-Ku, dan Aku tidak menjadi tinggi (karenanya). Dan hati hamba-Ku yang mu’minlah yang mampu (menuju) kepada-Ku.

Semoga Allah merahmati kita semua, dan menjaga diri kita dengan mengalirkan ilmu yang bermanfaat. Ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb

 

About admin

Check Also

Kisah Sayyidah Aminah Saat Mengandung Rasulullah SAW

“Bertebaran petunjuk dan cahaya, betapa haru biru perasaan Sayyidah Aminah saat mengandung bayi Nabi Suci ...