“Risalah kecil ini ditujukan bagi orang yang merasa putus asa dengan kejadian yang menimpanya, terutama kejadian yang menurutnya buruk.”
Oleh: H. Derajat*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Sahabatku, keputus asaan kita kepada sesuatu hal yang menimpa kita kadang membuat kita lupa akan ketetapan-ketetapan Allah terhadap jalannya kehidupan ini.
Terkadang kita merasa do’a kita tidak terkabul, terkadang kita menyalahkan amal perbuatan baik kita karena mengharap bahwa ganjaran dari Allah itu bisa menghapus takdir buruk dalam perjalanan hidup kita sehingga dengan tidak terasa kita menyalahkan Allah.
Istriku pernah mengeluh dan bertanya kepadaku : “ada seorang artis yang hidupnya tidak jauh dari zina, kenapa dia nampaknya selalu sehat, bergelimang harta, sedangkan aku, kalo sakit lama sembuh, setiap hari harus susah payah berpikir untuk mendapatkan rizki“.
Maka inilah jawaban kami agar tuntas jawaban atas pertanyaannya:
Dalam Shahih Muslim juga disebutkan hadits dari Jabir RA bahwa seseorang bertanya kepada Nabi SAW:
“Wahai Rasulullah, perbuatan hari ini sesuai dengan apa? Apakah sesuai dengan sesuatu yang pena-pena telah kering dengannya dan takdir-takdir berlangsung dengannya ataukah sesuai dengan sesuatu yang akan datang?”
Nabi SAW menjawab, “Tidak, namun sesuai dengan apa yang pena-pena telah kering dengannya dan takdir-takdir telah berlangsung.”
Orang tersebut berkata, “Kalau begitu, untuk apa perbuatan itu?” Nabi SAW lalu bersabda, “Berbuatlah kalian, karena segala hal dipermudah kepada apa yang diciptakan untuknya.” (HR Muslim No. 2648).
Allah berfirman dalam Surat Al-Hadid Ayat 22:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيرٌ ۞
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS Al-Hadid: 22).
Ibnu Rajab menukil dari Shahih Muslim bahwasannya disebutkan hadits dari Abdullah bin Amr RA dari Rasulullah SAW yang bersabda:
كَتَبَ اللّٰهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Sesungguhnya Allah telah menciptakan takdir-takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR Muslim No. 2653).
Untuk menjawab pertanyaan tentang do’a dan ijabahnya maka kami akan nukilkan apa yang dikatakan Mursyid kami Syekh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari dalam Al-Hikam Pasal 6:
لاَ يَــكُنْ تَــأَخُّرُ أَمَدِ الْعَطَاءِ مَعَ اْلإِلْـحَـاحِ فيِ الدُّعَاءِ مُوْجِـبَاً لِـيَأْسِكَ؛ فَـهُـوَ ضَمِنَ لَـكَ اْلإِجَـابَـةَ فِيمَا يَـخْتَارُهُ لَـكَ لاَ فِيمَا تَـختَارُ لِـنَفْسِكَ؛ وَفيِ الْـوَقْتِ الَّـذِيْ يُرِ يـْدُ لاَ فيِ الْـوَقْتِ الَّذِي تُرِ يدُ
“Janganlah karena keterlambatan datangnya pemberian-Nya kepadamu, saat engkau telah bersungguh-sungguh dalam berdoa, menyebabkan engkau berputus asa; sebab Dia telah menjamin bagimu suatu ijabah (pengabulan doa) dalam apa-apa yang Dia pilihkan bagimu, bukan dalam apa-apa yang engkau pilih untuk dirimu; dan pada waktu yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau kehendaki.”
Syarah untuk lebih memahami Hikmah yang dikatakan beliau:
Doa adalah sebuah bentuk ibadah. Dan dalam Al-Quran, Allah memerintahkan kepada kita untuk berdoa kepada-Nya- dan Dia Ta’ala pasti kabulkan.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ ۞
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.” Q.S. (QS. Al-Mu’min [40]: 60)
Tanda seorang mukmin sejati adalah dia lebih yakin dengan apa yang ada di Tangan Allah daripada apa yang dapat diusahakan oleh tangannya sendiri.
Ketika doa yang kita panjatkan seolah tidak mendapat pengabulan dari Allah Ta’ala, di situ terdapat ruang pengetahuan yang kosong yang harus kita cari dan isi. Doa di sini bukan hanya terkait masalah duniawi, tetapi juga termasuk dalam hal spiritual. Misalkan, kita berdoa agar diterima taubatnya dan dibersihkan dari segala dosa.
Hakikatnya setiap doa yang kita panjatkan adalah sebuah refleksi dari objek yang telah Allah siapkan.
Tidak serta merta kita menginginkan sesuatu di dalam hati, kecuali telah ada objeknya. Tanpa objek yang telah Allah sediakan, pada dasarnya setiap orang tidak akan punya keinginan untuk berdoa. Seperti ketika menginginkan sebuah makanan, karena baunya sudah tercium dari jauh.
Hanya saja manusia kerap terjebak oleh ketidak-sabaran dan waham (kesalahan pemikiran) tentang dirinya sendiri. Seperti ketika seorang sahabat meminta kepada Rasulullah SAW agar berjodoh dengan seorang perempuan, maka jawaban Rasulullah SAW adalah: sekalipun dirinya dan seluruh malaikat memanjatkan doa maka bila itu bukan haknya dan tidak tertulis di Lauh Mahfudz pasti tidak akan terlaksana.
Keinginannya untuk memiliki jodoh adalah sebuah isyarat akan objek yang telah Allah sediakan, tetapi keinginannya akan perempuan tertentu adalah karena syahwat dan wahamnya yang masih belum surut.
Doa membutuhkan pengenalan (ma’rifah) akan Allah dan akan diri sendiri. Allah yang lebih tahu apa yang terbaik bagi makhluknya, lebih dari seorang ibu mengetahui kebutuhan bayinya.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit RA, Nabi SAW pernah bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ اُكْتُبْ. قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اُكْتُبْ مَقَادِيْرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ
“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah pena kemudian Allah berfirman (kepada pena), ‘Tulislah.’ Lalu sejak saat itu, terjadilah sesuatu sejak ditakdirkan hingga Hari Kiamat.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
Akhir risalah:
اَللّٰهُمَّ إِنِّيْ عَرَفْتُكَ عَلَى مَبْلَغِ إِمْكَانِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّ مَعْرِفَتِيْ إِيَّاكَ وَسِيْلَتِيْ إِلَيْكَ
Allãhumma innî ‘araftuka ‘alã mablaghi imkãnî, faghfirlî, fa inna ma’rifatî iyyãka wasîlatî ilayka
“Ya Allah, sesungguhnya aku mengenal-Mu dengan sepenuh kemampuanku, maka ampunilah aku, karena sesungguhnya lewat mengetahui-Mu menjadi jalan bagiku untuk menemui-Mu.”
______________
* Ketua Pasulukan Loka Gandasasmita