“Global power derived from command of the sea”
(A.T. Mahan, The Influence of Sea Power Upon History: 1660–1783)
Berabad-abad sebelum A.T. Mahan (1840-1914) dan Sir Julian Stanford Corbet (1854-1922) mendefinisikan tentang pentingnya konsep “command and control at sea“.
Ternyata wanita Indonesia di abad ke 15 Masehi sudah menerapkan konsep strategis pertahananan dan ketahanan dalam merebut pengaruh di kawasan regional serta mempertahankan kedaulatan kerajaan yang menjadi wilayahnya.
Wanita kuat, visioner dan berkharisma tersebut adalah “Sang Ratu Kalinyamat”, Madame de Jepara.
1. Konsep Kontrol Laut Untuk Perdagangan dan Ekonomi
Konsep pembangunan pengendalian Sea Lines of Communication (SLOC) dan Sea Line Transportation (SLOT) di wilayah pesisir pulau Jawa hingga wilayah perairan Nusantara telah terbangun dengan pusat kendali kontrol lautnya di pesisir Utara Jawa, yaitu Jepara. Pada era tersebut konektifitas Maritim kerajaan Kalinyamat dan wilayah pesisir Jepara mengalami masa keemasan.
Karena terbukti berdasar literatur sejarah, wilayah pesisir Utara Jepara telah berubah menjadi kota pelabuhan ramai di abad ke-16. Kota pelabuhan tersebut berhasil menghubungkan perdagangan Jepara dengan daerah seberang laut. Pedagang-pedagang dari kota-kota pelabuhan di Jawa seperti Banten, Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, dan juga Jepara menjalin hubungan dengan pasar internasional Malaka.
Dari Jepara para pedagang mendatangi Bali, Maluku, Makasar, dan Banjarmasin dengan barang-barang hasil produksi daerahnya masing- masing (Meilink Roelofsz, 1962: 103-115). Dari pelabuhan-pelabuhan di Jawa diekspor beras ke daerah Maluku. Sebaliknya dari Maluku diekspor rempah- rempah untuk kemudian diperdagangkan lagi. Bersama dengan Demak, Tegal, dan Semarang, Jepara merupakan daerah ekspor beras (Cortesao, Armando. 1967. The Suma Oriental of Tome Pires. Nendeln/Lichtenstein: Kraus Reprint-Limited, 1967)
Ilustrasi Ekspor Rempah Nusantara di Era Kolonial |
2. Penguasaan Jalur Laut untuk Pertahanan dan Kedaulatan
Kiprah Ratu Kalinyamat dalam menegakkan kedaulatan kerajaannya serta upaya untuk merebut pengaruh di kawasan regional dan global pun juga telah dibuktikan. Tidak hanya lihai dalam berdiplomasi, beliau juga memiliki visi pembangunan pertahanan kerajaannya sesuai dengan teori pengendalian laut dalam peperangan modern. Hal ini terbukti dengan sumber literatur sejarah di Portugis yang menuliskan dalam konflik perebutan jalur laut di Selat Malaka.
Serangan pertama di tahun 1550, Kerajaan Johor mengirim surat kepada Ratu Kalinyamat dan mengajak untuk melakukan “perang suci” melawan Portugis yang saat itu mengusai kota Malaka, yang merupakan pelabuhan teramai di Selat Malaka. Ratu Kalinyamat menyetujui permintaan tersebut.
Tahun 1551 Kerajaan Kalinyamat mengirimkan ekspedisi ke Malaka. Dari 200 buah kapal armada persekutuan Muslim, 40 kapal perang berasal dari Jepara. Armada itu membawa empat sampai lima ribu prajurit, jika dihitung berarti sekitar 200.000 prajurit laut di bawah panji gugus laut kerajaan Kalinyamat dan dipimpin oleh seorang yang bergelar Sang Adipati.
Walau pun telah melakukan taktik pengepungan dan blokade laut selama tiga bulan, ekspedisi ini akhirnya mengalami kegagalan dan terpaksa kembali ke Jawa (H.J. de Graaf en G. Th. Pigeaud, 1974 : 105).
Selain itu, 20 kapal penuh muatan terdampar di pantai dan menjadi jarahan orang Portugis akibat adanya badai besar. Dari seluruh armada Jepara, hanya kurang dari separuh kekuatan armadanya yang bernasib baik dan selamat kembali ke Jepara (Diego de Couto, 1778-1788, : IX, 5 dan H.J. de Graaf, 1987 : 33).
Serangan kedua ke Malaka terhadap Portugis digelar di tahun 1573. Berkoalisi dengan Sultan Aceh, Ali Riayat Syah. Permasalahan utama di aksi militer kedua ini adalah ketidak sinkronan aksi penyerangan yang mengakibatkan keuntungan bagi armada Portugis. Seandainya orang Aceh dan Jawa pada waktu itu bersama-sama menyerang dalam waktu yang bersamaan, maka kehancuran Malaka tidak dapat dielakkan (Diego de Couto, 1778- 1788, XVII).
Armada Jepara baru muncul di Malaka pada bulan Oktober 1574. Kekuatan armada Jepara yang dikirim ke Selat Malaka terdiri dari 300 buah kapal layar dan 80 buah di antaranya berukuran besar. Awak kapalnya terdiri dari 15.000 prajurit pilihan, yang dilengkapi dengan banyak sekali perbekalan, meriam, dan mesiu.
Salah satu pemimpin ekspedisi militer ke Malaka pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat ini adalah Kyai Demang Laksamana yang oleh sumber Portugis disebut dengan nama Quilidamao (H.J. de Graaf en Th. G. Th. Pigeaud, 1974, : 273).
Kalau digambarkan sudah pasti kapal-kapal tersebut seukuran dengan kapal induk di era modern, karena mampu menampung puluhan ribu prajurit beserta kebutuhan logistik dan peralatan pertempurannya.
Terbukti, walaupun di abad ke 15 ternyata Ratu Kalinyamat memiliki visi maritim yang visioner dan menerapkan definisi armada laut sebagai fungsi diplomasi dan pertahanan. Karena beliau mampu mengirimkan proyeksi kekuatan maritimnya untuk merebut pengaruh di kawasan Malaka yang bertujuan agar politik “gun boat diplomacy” akan memberikan keuntungan kepada kepentingan dalam negeri kerajaan Kalinyamat bidang perdagangan, ekonomi, pertahanan, keamanan dan kedaulatan.
gun boat diplomacy (canton featured illustration) |
3. Sosok pemimpin visioner dengan sudut pandang ‘out of the box’ di zamannya
Menjadi Ratu setelah wafatnya sang suami merupakan suatu ujian hidup terberat dalam perjalanan kehidupan yang dilaluinya. Setelah berhasil memenangkan pertempuran atas Aryo Penangsang, Sang Ratu melanjutkan memimpin kerajaan Kalinyamat dengan visi maritim agraris.
Sang Ratu memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya dari hasil pertanian, perikanan, perdagangan, industri perkapalan dan aktifitas kemaritiman. Jejak sejarah di wilayah Jepara dan pesisir pantai Utara di sekitarnya, sebelum adanya sedimentasi menjadi bukti nyata bahwa kejayaan masyarakat Kalinyamat saat itu diperoleh dari majunya industri maritimnya.
Kemajuan sektor maritim tidak hanya untuk membangun kekuatan militer, namun juga sebagai sarana diplomasi, karena kapal-kapal yang dibangun digunakan untuk memperkuat hubungan yang baik dengan raja-raja kerajaan di luar Jawa, Maluku, sampai dengan kerajaan di Sumatera dan Malaka.
Permohonan bantuan armada militer oleh Raja Melayu di Malaka dan Raja Aceh di Sumatera menunjukkan bahwa kemajuan industri perkapalan dan maritim di Jepara kala itu menjadi mercusuar di kawasan Asia Tenggara. Dengan puluhan kapal yang dikirimkan dalam ekspedisi penyerangan membuktikan superioritanya kekuatan yang dimiliki. Karena dalam azas peperangan, pihak yang berani mengambil keputusan menyerang pastilah kekuatan yang memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan kekuatan lawan yang bakal diserang.
Ilustrasi kekuatan Armada Maritim |
Dengan menerapkan prinsip-prinsip yang menyerupai doktrin Corbett tentang “maritime superiority” yang berisi pengertian dasar dalam ‘modern’s navale warfare‘, yaitu :
1. Melindungi garis penghubung atau SLOC/SLOT di sekitar laut Malaka dan Maluku agar tidak digunakan oleh Portugis (To protect lines of communication).
2. Mencegah penggunaan musuh (Portugis) dalam penggunaan laut untuk kepentingan armadanya (To deny the enemy commercial and military use of the seas).
3. Menentukan daerah operasi dan blokade laut untuk menghambat pergerakan musuh di medan operasi serta melaksanakan penyerangan pasukan ke pantai Malaka oleh pasukan Jepara (To establish an area of operations for projecting power ashore and To support amphibious operations).
5. Dan berusaha untuk melindungi jalur atau titik-titik logistik yang mampu menopang operasi armada Jepara (To protect the naval logistic support to forward deployed battle forces).
Dari kelima point vital tersebut, keempat point bisa terpenuhi dalam dua kali serangan pasukan Jepara atas Portugis di Malaka. Point kelima pasukan Jepara tidak diuntungkan oleh cuaca dan kedinamisan situasi kondisi yang terjadi saat itu. Karena selain banyaknya kapal logistik yang terdampar akibat badai besar, sekitar 20 kapal yang mengangkut pasukan beserta logistiknya mengalami kebakaran hebat.
Terlepas kejadian tersebut akibat kelalaian ABK atau sabotase oleh pihak Portugis, namun upaya Ratu Kalinyamat menaklukan Armada Portugis di luar wilayah teritorial kerajaan Jepara adalah suatu pemikiran visioner yang brillian.
Sehingga tidak salah, dalam suatu literatur Portugis sosok Ratu Kalinyamat adalah Sang Ratu Pemberani dari pesisir Jawa yang gigih berjuang dalam pertempuran dengan segala kekuatan serta kekuasaan yang dimilikinya (Rainha de Japara, senhora paderosa e rica yang berarti Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa, Diego de Couto, 1778-1788).
Apabila disandingkan, tidak berlebihan jika Ratu Kalinyamat setara dengan PM Inggris Margaret Tatcher yang berhasil mengirimkan armada perangnya ke Kepulauan Falklands yang jaraknya ribuan mil dari teritorial Inggris dan mengharumkan nama Britania Raya karena berhasil mempertahankan kedaulatan kepulauan Malvinas serta memenangkan pertempuran laut modern atas Argentina. Tetapi yang membedakan hanyalah ‘takdir’ kemenangan belum bisa direngkuh oleh kerajaan Jepara atas Portugis di Malaka.
Saksikan Film Dokumenter tentang “Ratu Kalinyamat: Pemimpin Yang Melampaui Zaman” di bawah ini:
________________
Oleh: LCN Dua Tujuh Delapan
Source: Kompasiana.Com