Home / Relaksasi / Renungan / Rasulullah SAW Berdialog dengan Anak Yatim di Hari Raya ‘Iedul Fitri

Rasulullah SAW Berdialog dengan Anak Yatim di Hari Raya ‘Iedul Fitri

Oleh: H. Derajat

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wash-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Saudaraku, hari ini adalah hari kemenangan bagi umat Islam yang telah menunaikan kewajiban puasa Ramadhan 1442 H./2021 M., selama sebulan penuh. Semoga puasa kita diterima oleh Allah SWT dan dinilai seperti puasanya orang-orang yang rindu perjumpaan dengan-Nya SWT, aamiin Yaa Rabbal ‘aalamiin.

Keluarga Besar Pasulukan Loka Gandasasmita mengucapkan:

Selamat Hari Raya ‘Iedul Fitri 1442 H./2021 M.“.

تَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمٌ، جَعَلَنَا اللّٰهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ غَيْرَ الْمَرْدُوْدِيْنَ، كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ وَلُطْفٍ وَعَافِيَةٍ وَسَلَامَةٍ فِي الدَّارَيْنِ آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ ۞

Taqabbalallaahu minnaa wa minkum taqabbal yaa Kariim, ja’alanallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidiina wal faaiziina wal maqbuuliina ghairal marduudiin, kullu ‘aamin wa antum bikhairin wa luthfin wa ‘aafiyatin wa salaamatin fid daaraini, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

“Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian semua, terimalah wahai Yang Maha Mulia, dan semoga Allah menjadikan kami dan kalian semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kembali, golongan orang-orang yang menang, dan golongan orang-orang yang diterima, bukan golongan orang-orang yang tertolak, dan semoga sepanjang tahun kalian semua berada dalam kebaikan, kasih sayang, kesehatan dan keselamatan di dalam ‘dua rumah’, kabulkanlah permohonan kami wahai Tuhan Pengatur Alam Semesta”.

Saudaraku, sahabatku, dan kekasihku, orang yang berpuasa adalah orang yang berlatih untuk mempersiapkan diri berjumpa dengan Tuhannya. Rasulullah SAW menegaskan dalam sabdanya bahwa orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ ۞

“Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya.” (HR. Al-Bukhâri no. 1894, 1904, 5927, 7492, 7538; Muslim no. 1151; Ahmad II/232, 266, 273; Ibnu Mâjah no. 1638; An-Nasa-i IV/163-164; dan Ibnu Khuzaimah no. 1896, 1900)

Kebahagiaan pertama ketika berbuka, dan yang kedua ketika berjumpa dengan Tuhannya. Dua kebahagiaan itu adalah kebahagiaan yang bersifat bathiniyyah. Kebahagiaan pertama ketika terbuka hijab-hijab bathiniyyahnya lalu muncul fitrahnya atau kemurniannya dan setelah itu, ia akan disambut dengan kebahagiaan kedua, yakni berjumpa dengan Tuhannya. Kebahagiaan kedua hadir karena kebahagiaan pertama telah didapat.

Baiklah para saudaraku dan sahabatku, kita simak sebuah kisah yang sangat menyentuh hati. Sebuah kisah yang diceritakan oleh Anas bin Malik r.a. tentang seorang anak yatim yang bertemu dan berdialog dengan Rasulullah SAW di hari raya ‘Iedul Fitri. Lafadz kisah tersebut berbunyi;

(حَكَى عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، أَنَّهُ) خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْعِيْدِ لِأَجْلِ صَلَاةِ الْعَيْدِ، فَرَأَى الصِّبْيَانَ يَلْعَبُوْنَ وَوَجَدَ صِبْيًا وَاقِفًا يَبْكِيْ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ لَهُ: مَا يُبْكِيْكَ أَيُّهَا الصَّبِيُّ ؟ فَقَالَ لَهُ الصَّبِيُّ: وَهُوَ لَمْ يَعْرِفْ أَنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دَعَانِيْ أَيُّهَا الرَّجُلَ فَإِنَّ أَبِيْ مَاتَ فِي إِحْدَى الْغَزَوَاتِ مَعَ رَسُوْلِ اللّٰهِ وَأُمِّيْ تَزَوَّجَتْ بِغَيْرِ أَبِيْ فَأَخَذَ دَارِيْ وَأَكَلَ مَالِيْ فَصِرْتُ كَمَا تَرَانِيْ عَارِيًا جَائِعًا حَزِيْنًا ذَلِيْلًا، فَلَمَّا أَتَى يَوْمُ الْعِيْدِ رَأَيْتُ الصِّبْيَانَ يَلْعَبُوْنَ فَتَشَدَّدَ حُزْنِيْ فَبَكَيْتُ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا تَرْضَى أَنْ أَكُوْنَ لَكَ أَبًا وَعَائِشَةُ أُمًّا وَفَاطِمَةُ أُخْتًا وَعَلِيُّ عَمًّا وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ إِخْوَةً ؟ فَقَالَ لَهُ الصَّبِيُّ: أَكَيْفَ لَا أَرْضَى يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ … فَأَخَذَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَوَصَّلَ بِهِ إِلَى دَارِهِ فَأَقَامَهُ وَأَلْبَسَهُ لِبَاسَ الْعِيْدِ، فَخَرَجَ الصَّبِيُّ يَلْعَبُ مَعَ الصِّبْيَانِ، فَقَالَ لَهُ الصِّبْيَانُ: كُنْتَ وَاقِفًا بَيْنَنَا الْآنَ تَبْكِيْ وَمَا يُضْحِكُكَ الْآنَ ؟ فَقَالَ لَهُمْ: كُنْتُ جَائِعًا فَشَابِعًا وَكُنْتُ عَارِيًا فَكُسِيْتُ وَكُنْتُ بِغَيْرِ أَبٍ فَأَصْبَحَ رَسُوْلُ اللّٰهِ أَبِيْ وَعَائِشَةُ أُمِّيْ وَفَاطِمَةُ أُخْتِيْ وَعَلِيٌّ عَمِّيْ وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ إِخْوَتِيْ، فَقَالَ لَهُ الصِّبْيَانُ: يَا لَيْتَ آبَائَنَا مَاتُوْا فِي إِحْدَى الْغَزَوَاتِ مَعَ رَسُوْلِ اللّٰهِ ۞

(Dihikayatkan dari Anas bin Malik RA dari Nabi SAW, bahwasanya) Nabi SAW keluar untuk menjalankan shalat Id. Beliau melihat anak-anak sedang bermain, beliau menemukan seorang anak yang berdiri menangis. Lalu beliau bertanya: “Apa yang membuatmu menangis wahai anak?” Anak itu menjawab, dia tidak tahu yang bertanya itu Nabi SAW, “Doakanlah aku wahai seseorang! Bapakku wafat dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah SAW, lalu ibuku menikah dengan orang lain, mereka mengambil rumahku dan memakan hartaku, jadilah aku seperti yang engkau lihat, telanjang, kelaparan, sedih, dan hina. Ketika tiba Hari Raya ‘Ied, aku melihat teman sebayaku bermain, aku jadi bertambah sedih, lalu aku menangis.”

Nabi SAW menawarkan, “Apakah kamu mau aku jadi bapakmu, ‘Aisyah jadi Ibumu, Fatimah jadi saudara perempuanmu, ‘Ali jadi pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudara lelakimu?” Anak itu lalu menimpali, “Bagaimana aku tidak mau wahai Rasulullah?!” Segera Rasul SAW mengambil anak itu dan membawa ke rumahnya, anak itu disuruh berdiri tegak dan diberi pakaian ‘ied.

Lalu Anak itu keluar bermain bersama teman sebayanya. Anak-anak yang lain bertanya, “Kamu berdiri di antara kami, (sebelumnya) kamu menangis, sekarang apa yang membuatmu dapat tersenyum?” Anak itu menjawab, “Semula aku lapar sekarang jadi kenyang, semula aku telanjang lalu aku diberi pakaian, semula aku tidak punya bapak, sekarang Rasulullah SAW jadi bapakku, ‘Aisyah jadi ibuku, Fatimah jadi saudara perempuanku, ‘Ali jadi pamanku, Hasan dan Husain jadi saudara laki-lakiku. “Anak-anak yang lain lalu berkata, “Oh seandainya bapak-bapak kami wafat dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah SAW”.

Penjelasan:

Kisah ini dikutip dari Durratun Nāsihīn karya Syekh Utśmān bin Hasan bin Ahmad Syākir Al-Khubawi, tanpa tahun, Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa’ad bin Nabhan wa Aulāduh, halaman 264-265.

Sebetulnya ada beberapa hadits lain yang inti redaksinya mirip, antara lain: Dari Basyīr bn Aqraba al-Juhāni, ia berkata: “Ayahku mati syahid bersama Nabi SAW dalam beberapa peperangannya, maka (pada suatu waktu) Nabi SAW melewatiku ketika aku sedang menangis, dan dia berkata kepadaku: “Diam, apakah kamu mau jika aku jadi ayahmu dan ‘Aisyah jadi ibumu?” Aku menjawab: Tentu Ya Rasullah, engkau ayahku, dan ‘Aisyah ibuku, wahai Rasulullah. (HR al-Bukhari) dalam al-Tarikh al-Kabir (I/395).

Dari Basyīr bin Aqraba al-Juhāni, dia berkata: Aku bertemu Rasulullah waktu perang Uhud aku berkata kepadanya: “Apa yang terjadi pada ayahku? Rasulullah bersabda: Dia mati syahid, semoga Allah merahmatinya, aku pun menangis, lalu beliau mendekapku, mengusap kepalaku dan membawaku besertanya lalu berkata: ‘Apakah engkau mau aku jadi bapakmu dan ‘Aisyah menjadi ibumu’.“ (HR Al Bazzar).

Menurut Imam Al Haśami dalam kitabnya Majma’ al-Zawaid wa Manba al-Fawaid: Hadits itu diriwayatkan Al-Bazzar dan seseorang yang tidak dikenal.  Ini adalah asal mula hadits yang dhaif (lemah), tetapi para pengisah dan pengkhutbah, sepanjang sejarah, telah menghiasinya dengan fiksi-fiksi seperti yang kita dengar dari para penyanyi.

Kisah ini mendapat sorotan Syekh Masyhur Hasan al-Salman dalam bukunya (Kutub Hażara minha al-Ulamā) 2/212, dan al-Sugairi dalam kitab Al-Sunan wa Al-Mubtadiāt, dan yang dihubungkan dengan kitab Al-Tuhfah Al-Mardliyah.

Sekalipun demikian, banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan orang yang mengasuh atau memelihara anak yatim, sehingga  Imam Bukhari mencantumkan hadits-hadits itu dalam bab: keutamaan orang yang mengasuh anak yatim. Hadits ini antara lain:

عَنْ سَهْلٍ بْنِ سَعْدٍ قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (” أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هكَذَا “)  وَأَشَارَ بِالسَّبَابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا ۞

“Dari Sahal bin Sa’ad Rasulullah SAW bersabda: “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau SAW mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya, serta agak merenggangkan keduanya”. (HR Bukhari).

Hadits ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim, sehingga kelak di Surga berdekatan dengan Rasulullah SAW.

Jika diperhatikan dengan seksama, hadits di atas berasal dari hadits yang diriwayatkan Bukhari dan al-Bazzar lalu mendapatkan banyak improvisasi. Jadi sumber asal itu hadits sahih, lalu guna menambah efek sedih dan haru di sana sini ada pengembangan gaya bahasa.

Namun demikian, hadits di atas jika dinyanyikan penyanyi berkelas (seperti Dorsaf Hamdani) dengan suara lembut dan aransemen yang mendayu-dayu menambah suasana kekhidmatan untuk memaknai misi yang diembannya yaitu agar umat Islam lebih menyayangi anak yatim, yang bukan hanya di hari raya.

Video kisah anak yatim yang bertemu dan berdialog dengan Rasulullah SAW telah dibawakan oleh Dorsaf Hamdani diiringi dengan backsound mudhrib yang sangat menyentuh hati. Saksikan videonya di bawah ini:

About admin

Check Also

Makna Bashirah dan Tingkatannya

“Syaikh Ahmad ibn ‘Athaillah Assakandary dalam al-Hikamnya membagi bashîrah dalam tiga tingkatan; Syu’ãul bashîrah, ‘Ainul bashîrah ...