بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Perumpamaan Nafs
Perumpamaan Nafs adalah seperti seorang penjaga harta kekayaan sebuah rumah. Allah, sebagai Raja pemilik rumah (pemilik basyar), menitipkan ruh (harta kekayaan) kepada Nafs. Rumah itu memiliki pelayan-pelayan (hawa) yang menjaga pintu dan jendela (nafsu jasmaniah) serta pintu-pintu bawah tanah (nafsu yang lebih lembut). Sedangkan syetan merupakan perampok yang ada di luar rumah yang senantiasa mengintai dan mencuri-curi kesempatan untuk merampok harta kekayaan Raja.
1. Jika Nafs lengah, tidak amanah, dan lalai mendidik para pelayan maka:
2. Pelayan-pelayan akan menjadi liar
3. Pelayan akan bekerjasama dengan perampok, meracuni penjaga rumah sehingga menjadi lemah dan sakit.
Pelayan itu selanjutnya akan membukakan pintu dan jendela kepada para perampok sehingga dapat leluasa membelenggu penjaga rumah (Nafs) serta berpesta pora menjarah harta kekayaan Raja.
Agar Anda tidak beroleh murka dari Sang Raja, maka Anda perlu mendidik para pelayan agar disiplin dengan tugasnya menjaga pintu dan jendela tempat masuknya syetan. Pintu dan jendela tersebut sebagaimana disampaikan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya Mukâsyafatul Qulûb adalah sebagai berikut:
1. Kemarahan dan kegembiraan
2. Keinginan dan kerakusan
3. Kenyang dari makanan
4. Kesenangan hidup dalam kemewahan
5. Tamak mengharap manusia
6. Ketergesaan dan penundaan dalam menyelesaikan segala urusan
7. Uang dan harta kekayaan
8. Kikir dan takut miskin
9. Fanatik dan suka meremehkan orang lain
10. Berburuk sangka, dendam dan Kedengkian
Melalui Dzikir dan ingat kepada Allah SWT, maka Sang Raja akan ingat pula pada hamba-Nya kemudian memberikan cahaya dan perlindunganNya kepada penjaga rumah. Sehingga Nafs menjadi tenang dan tenteram serta diliputi dengan kebahagiaan.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ ۞
“Karena itu, ingatlah kalian padaKu, niscaya akupun ingat pada kalian. Serta bersyukurlah padaKu jangan mengingkari nikmatKu” (QS. Al-Baqarah: 152)
Bagi Nafsul Ammârah, Dzikir ibarat lampu yang menerangi rumah yang gelap gulita. Nafsul Ammârah yang sudah berhasil dijinakkan akan membantu Nafs dalam mengawasi pelanggaran-pelanggaran Nafsul Lawwâmah.
Bagi Nafsul Lawwâmah dzikir akan menyadarkan dirinya bahwa ia berada dalam sebuah rumah yang penuh dengan hal buruk seperti kotoran, anjing, babi, ular, macan dan gajah. Ia sempat bergumul dengan berbagai macam keburukan tersebut, ia berusaha untuk mengeluarkannya, ia pun sempat terluka oleh binatang-binatang buas tersebut. Dzikir dan munajat membantu Nafs Lawwâmah untuk mengalahkan dan mengeluarkan mereka dari rumah jiwa.
Tatkala dzikir menempati rumah jiwa, dan tatkala Al-Haqq tampak dengan jelas, Nafs itupun kembali pada kondisi muthmainnah.
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ۞
”Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra’du: 28).
Metafora Kereta Kuda
Terdapat tujuh lapis tingkatan ruhani, dari yang paling sederhana hingga ruh tingkat tinggi yang tidak bisa dijangkau oleh pengetahuan makhluk, sebagaimana firman Allah SWT:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ۞
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (Al Isra’ : 85)
Ketujuh tingkatan ruh itu sebagai berikut:
1. Ruh Mineral, terletak di rangka dan tulang belakang
2. Ruh Nabati, liver dan sistem pencernaan membangun kehidupan tubuh
3. Ruh Hewani, jantung dan peredaran darah, terletak motivasi, amarah, kesenangan
4. Ruh Nafs (Pribadi), otak dan sistem syaraf, terletak ego dan kecerdasan
5. Ruh Insani: hati spiritual, tempat belas kasih dan kreativitas
6. Ruh Sirr (Rahasia): zuhud, hati nurani, tempat kebebasan dan kesadaran batiniah
7. Ruh Sirrul Asrar (Maha rahasia): sultan jiwa, kearifan ilahiah, kesatuan dengan Tuhan
Ada sebuah metafora sufi kuno yang menyamakan ruh-ruh tersebut dengan sebuah kereta kuda. Ruh Mineral adalah rangka dan as roda, sedangkan Ruh Nabati adalah badan dari kereta kuda tersebut. Ruh Hewani adalah kudanya, ruh Pribadi adalah pengendara/kusirnya. Ruh Insani bersanding bersama ruh Rahasia dan maha Rahasia merupakan Sang pemilik, yang ketiganya duduk di dalam bilik kereta kuda tersebut.
Seluruh ruh tersebut haruslah sehat dan bekerjasama agar kereta kuda dapat berfungsi dengan baik untuk mencapai tujuan-tujuannya. Kerangka dan badan haruslah kokoh, roda-roda dan as roda haruslah kuat. Atap dan jendela harus kedap air, untuk berjaga-jaga dari turunnya hujan. Sebab jika kereta kuda tersebut rusak, maka perjalanan tidak dapat dilanjutkan.
Kuda-kudanya, satu hitam dan satu putih, haruslah sehat. Kuda hitam mewakili amarah, kuda putih mewakili hasrat. Kita membutuhkan jiwa hewani dan kemampuannya. Karena tanpa kekuatan motivasi dari mereka, kita tidak akan pergi ke mana pun. Kita menginginkan agar sang kuda sehat dan kuat. Kita juga menginginkan mereka untuk tunduk, patuh dan terlatih dengan baik.
Sang kusir haruslah cukup kuat dan cukup terlatih untuk mengarahkan kuda-kuda tersebut dan dapat mengemudikan kereta kuda dengan benar. Mungkin yang paling utama adalah bahwa sang kusir harus mampu mengikuti petunjuk dari sang pemilik. Jika kusir tidak memahami tujuan perjalanan yang akan dituju maka ia akan membawa kereta beserta pemiliknya menuju tujuan lain atau bahkan tersesat di perjalanan.
Sang pemilik haruslah sehat dan kuat, serta mampu melakukan komunikasi sehingga sang kusir dapat membuat keputusan yang tepat. Bagi sebagian orang tabung komunikasi antara pengendara dan pemilik tersumbat akibat pemakaian yang jarang. Sang kusir bahkan telah lupa bahwa ada sang pemilik yang berada di dalam kereta kuda tersebut, dan ia telah mengambil alih kekuasaan. Ego adalah budak yang baik namun tuan yang sangat buruk. Latihan dzikir pada satu sisi bertujuan untuk belajar mendengar suara samar-samar dari sang pemilik Kereta. Dengan disiplin berlatih maka suara dari sifat ke-Ilahian kita yang terdalam menjadi lebih jelas dan keras, serta lebih mudah untuk difahami.
Kecerdasan ruh Pribadi adalah alat yang baik, namun terbatas dan berpusat pada dirinya sendiri. Kita memerlukan ruh Insani, Rahasia dan Maharahasia untuk mengarahkan kereta kuda tersebut pada arah tujuannya. Ruh-ruh ini mengandung belas kasih, kearifan, dan petunjuk Ilahiah yang diperlukan untuk menjalani kehidupan yang bermakna sebagai seorang manusia. Idealnya, ketujuh ruh tersebut haruslah bekerja sama di dalam keselarasan. Jika salah satu ruh tidak dapat berfungsi, maka kereta kuda tersebut tidak dapat melanjutkan perjalanannya dengan baik.
Wallâhu A’lamu bish-Shawâb
Oleh: M. Zahri Johan
Source: Kawan Islam