بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Jadi, yang membedakan antara manusia dan hewan adalah ekspresi Ruh yang ditiupkan oleh Allah selama proses penciptaan janin di dalam rahim, seperti firman Allah SWT:
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ ۞
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan) -Nya dan Dia membuat bagi Anda pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”. (QS. As-Sajdah: 9).
Kualitas ekspresi/perwujudan Ruh pada manusia melahirkan potensi-potensi sebagai berikut:
1. Akal/kecerdasan untuk observasi,
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ ۞
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (QS. Al-Hajj: 46)
2. Kefahaman,
وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ ۞
“Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka Telah sesat, merekapun berkata: “Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami, Pastilah kami menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 149)
3. Iman,
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ ۞
“Hari rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: ”Kami Telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman…” (QS. Al-Maidah: 41)
4. Rasa,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي ۖ ۞
“Dan (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu ?” Ibrahim menjawab: “Aku Telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)…” (QS. Al-Baqarah: 260)
5. Merenung
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۞ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ۞
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ali ‘Imran: 190-191)
6. Dzikir/Kesadaran
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ ۞
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya”. (QS. Qaf: 37)
Pertarungan Abadi
Rasulullah SAW bersabda sehabis perang Badar:
رَجَعْتُمْ مِنَ الْجِهَادِ الْاَصْغَرِ اِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الْأَكْبَرِ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ ؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ ۞
“Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah SAW. Apakah pertempuran besar wahai Rasulullah? Rasul menjawab “jihad (memerangi) hawa nafsu”.
Dalam hadits sahih, dari Abu Dzar, Rasulullah SAW bersabda:
أَفْضَلُ الْجِهَادِ أَنْ يُجَاهَدَ الرَّجُلُ نَفْسَهَ وَهَوَاهُ ۞
“Jihad yang paling utama adalah seseorang berjihad (berjuang) melawan dirinya dan hawa nafsunya”, (HR. Ibnu An-Najjar, Abu Nu’aim dan Ad-Dailami)
Nafs adalah unsur yang lembut yang membawa potensi kehidupan, perasaan, dan gerakan kehendak. Ia merupakan instrument perantara antara Qalbu (inti ruh) dan Basyar (Hawa). Nafs disebut sebagai pohon zaitun yang penuh berkah:
الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۞
“…Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api…” (QS. An-Nur: 35)
Tidak tumbuh di sebelah timur (alam ruh) atau di sebelah barat (alam basyar). Dengan Nafs manusia bisa bertambah mulia dan suci atau sebaliknya menjadi lebih hina dari hewan. Dalam surah asy-Syams Allah SWT berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا ۞ فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا ۞ قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا ۞ وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا ۞
“dan jiwa serta penyempurnaannya (7), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (8) sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10)”
Pertarungan antara Qalbu dengan Hawa berlangsung setiap saat, dan akan menghasilkan tiga macam karakter pribadi (Nafs) pada diri manusia:
Jika Hawa nafsu yang selalu memenangkan pertempuran, akan melahirkan Nafsul Ammarah:
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ ۞
“Dan Aku tidak membebaskan diriku, Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyayang”. (QS. Yusuf: 53)
Jika Kadangkala Ruh menang, di waktu lain Hawa yang dominan maka akan membentuk Nafsul Lawwamah:
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ ۞
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)”. (QS. Al-Qiyamah: 2).
Jika Ruh selalu memenangkan pertempuran sehingga secara istiqamah dapat mengendalikan hawa nafsu maka akan terbentuk karakter Nafsul Muthmainnah, seperti disebutkan dalam surat Al-Fajr:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ۞ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً ۞
“Hai jiwa yang tenang (27). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (28)” (QS. Al-Fajr: 27-28)
Wallâhu A’lamu bish-Shawâb
Oleh: M. Zahri Johan
Source: Kawan Islam