Obama mengklaim bahwa Tehran telah terisolasi dan menghadapi sanksi yang melumpuhkan selama Republik Islam terus mengabaikan tuntutan masyarakat internasional. Ditegaskannya, “AS bertekad untuk mencegah Iran mendapatkan senjata nuklir, dan saya akan membuka semua opsi untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, resolusi damai masih mungkin dalam masalah ini dan jauh lebih baik. Jika Iran menunjukkan perubahan dan memenuhi kewajibannya, negara itu dapat bergabung kembali dengan komunitas internasional.”
Obama menilai keputusan Uni Eropa untuk mengembargo ekspor minyak Iran sebagai sebuah kesuksesan kebijakan luar negeri AS. Dia mengklaim bahwa dengan diplomasinya, mampu menyatukan dunia yang tadinya tercerai-berai, untuk bangkit melawan program nuklir Iran.
Pidato Obama ini tidak lebih dari sebuah propaganda di tengah pertarungan sengit pemilu presiden AS dan dalam kerangka untuk menarik dukungan komunitas Zionis. Obama ingin bergerak sejalan dengan kepentingan-kepentingan Israel dan ingin menunjukkan dukungan tak tergoyahkan Washington kepada rezim Tel Aviv. Retorika ancaman merupakan kelanjutan dari dekade panjang permusuhan AS dan kekuatan hegemonik terhadap bangsa Iran.
Meski demikian, ada beberapa poin yang patut diperhatikan. Ekspor minyak Iran ke beberapa negara Eropa kurang dari 18 persen dan ini diklaim sebagai keberhasilan pemerintahan Obama dalam menekan Uni Eropa untuk bergabung bersama AS. Di samping itu, keputusan tersebut telah membuat frustasi para pembeli minyak Iran di Eropa, yang tengah berjuang keluar dari krisis utang.
AS dan Uni Eropa mempersiapkan berbagai pendahuluan untuk mengurangi kekhawatiran atas embargo minyak Iran. Mereka mendorong negara-negara Arab untuk meningkatkan produksi sebagai pengganti minyak Iran dan memberi waktu enam bulan kepada anggotanya untuk menghadapi sanksi sepihak itu.
Menurut sejumlah pengamat politik, peran Iran sebagai pemasok penting minyak Asia dan Eropa, akan menyebabkan kegagalan segala bentuk koalisi untuk menekan Tehran. Selain itu, Iran juga dapat dengan mudah menemukan para pembeli baru.
Poin lain berhubungan dengan manuver AS, Inggris, dan Perancis untuk menciptakan krisis di Teluk Persia dengan mengerahkan mesin-mesin perang mereka ke kawasan. Langkah ini mengindikasikan upaya Barat untuk menggalang dukungan pada tingkat regional agar menekan Iran.
AS dalam beberapa tahun terakhir telah memberlakukan sejumlah sanksi terhadap Iran, baik itu melalui Dewan Keamanan PBB atau sanksi sepihak Washington. Semua gerakan ilegal ini hanya memiliki satu tujuan, yaitu memaksa Iran untuk mengabaikan hak-hak absolutnya soal program nuklir damai. Akan tetapi, AS sendiri mengetahui bahwa langkah itu tidak dibenarkan oleh undang-undang internasional dan butir-butir Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT).
Sebagai penandatangan NPT dan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Iran bersikeras berhak untuk memanfaatkan energi nuklir untuk tujuan damai. (IRIB Indonesia/RM/NA)