Penulis : Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)
Potensi pecah perang antara Amerika Serikat dan Cina di kawasan Asia Pasifik nampaknya semakin nyata menyusul peringatan yang dikumandangkan pakar strategi asal Australia Hugh White di Canberra belum lama ini. Menurut Hugh White, pemicu dari perang Amerika Serikat versus Cina adalah ketegangan konflik perbatasan antara Jepang dan Cina terkait dengan Pulau Senkaku/Diaoyu di Laut Cina Timur di awal tahun 2013.
Analisis dan prediksi Hugh White nampaknya sejalan dengan kenyataan semakin menegangnya hubungan diplomatic antara Tokyo dan Beijing terkait dengan konflik perbatasan di Laut Cina Selatan atau di wilayah-wilayah yang berbatasan langsung antara kedua negara seperti di wilayah sekitar Pulau Senkaku/Diaoyu. Apalagi secara historis Jepang pernah menorehkan sejarah kelam di Nanjing, ketika tentara Jepang melakukan pemerkosaan missal yang terkenal dengan The Rape of Nanjing pada 1937.
Eskalasi konflik yang kian meluas antara Jepang dan Cina di kawasan Laut Cina Timur dan Selatan ini, barang tentu akan mendorong Amerika serikat untuk melibatkan diri secara militer di kawassan ini. Sehingga pada perkembangannya akan meningkatkan eskalasi konflik bersenjata antara Amerika versus Cina.
Early warning signal yang disampaikan Hugh White bisa jadi merupakan refleksi kecemasan para perancang kebijakan strategis keamanan nasional Australia terhadap potensi pecah perang terbuka antara Amerika dan Cina. Dan Hugh White, bisa jadi merupakan corong Departemen Pertahanan Australia untuk mengumandangkan kecemasan para perancang kebijakan strategis dan keamanan nasional di Canberra. Betapa tidak.
Dari berbagai informasi yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Institute, mengindikasikan bahwa pemerintahan Presiden Barrack Obama telah mengadakan pembicaraan intensif dengan Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Bisa dipastikan pembicaraan ketiga negara tersebut bertujuan mengantisipasi ancaman dari Cina. Karena hasil pembicaraan empat negara tersebut ternyata bermuara pada sistim anti rudal (a regional anti-missile system) . Semacam tameng pertahanan sama persis seperti yang mereka bikin di kawasan Eropa untuk menghadapi Rusia.
Menurut beberapa informasi, Amerika Serikat saat ini sedang aktif-aktifnya menjajaki beberapa opsi untuk penempatan beberapa radar di Jepang dan beberapa tempat di kawasan Asia Tenggara. Yang tujuannya adalah sebagai benteng terhadap rudal balistik yang sewaktu-waktu bisa dilancarkan oleh Korea Utara.
Kalau Australia cemas dengan kemungkinan ancaman dari Cina jika terjadi pecah perang bersenjata antara Amerika versus Cina atau Cina versus Jepang, maka Rusia punya kecemasan yang berbeda. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov beberapa waktu lalu menyuarakan kecemasannnya terhadap rencana-rencana strategis Amerika Serikat di kawasan Tmur Jauh dan Asia Pasifik. Tentu saja yang dia maksud adalah rencana pengembangan angkatan bersenjata Amerika dalam skala yang semakin meluas di kawasan Timur Jauh dan Asia Pasifik. “Kami secara intensif mengikuti terus terhadap apa yang sedang terjadi antara Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Asia.” begitu tutur Wakil Menlu Sergei Ryabkov.
Secara spesifik, kekhawatiran Rusia nampaknya juga diarahkan pada kemungkinan adanya system anti rudal kawasan regional yang tentunya di kawasan Asia Pasifik. Pihak Rusia nampaknya sudah memeperingatkan Amerika agar meredam kecemasan Rusia. Jika tidak, Sergey Ryabkov memperingatkan kemungkinan Rusia akan melakan langkah-langkah dalam rangka mengantisipasi potensi ancaman yang dipicu oleh manvuer Amerika membangun sistem anti rudal di kawasan Asia Pasifik.
Kecemasan Rusia nampaknya cukup beralasan. September 2012 lalu, harian terkemuka Amerika Serikat The New York Times mewartakan adanya kesepakatan strategis Washington-Tokyo untuk menempatkan rudal pertahanan (a Second Advanced missile defense) di wilayah-wilayah vital yang berada dalam kedaulatan Jepang. Apalagi secara terang-terangan Menteri Pertahanan Amerika Leon E Panetta tiba dalam kunjungannya ke Jepang beberapa waktu lalu, menegaskan bahwa penempatan sistem rudal pertahanan di Jepang sangatlah penting dan vital untuk meningkatkan persekutuan Amerika-Jepang. Sekaligus meningkatkan kemampuan pertahanan Jepang terhadap kemungkinan serangan mendadak dari Korea Utara.
Memang dalam maneuver Amerika menggalan persekutuan strategis dengan Jepang, Menteri Pertahanan Panetta hanya menyebut potensi ancaman dari Korea Utara, tanpa menyebut Cina. Namun kenyataan membuktikan bahwa persekutuan strategis Korea Utara dan Cina boleh dibilang cukup erat bahkan sejak era Perang Dingin pada 1950-an.
Karena itu tidak heran jika para pemegang otoritas keamanan nasional di Cina mengecam keras penempatan sistem rudal pertahanan di Jepang. Dan mencurigai manuver Amerika tersebut pada dasarnya diarahkan ke Cina. Untuk melumpuhkan program persenjataan nuklir Cina.
Pada tataran ini, reaksi keras pihak otoritas keamanan nasional Cina sejalan dengan analisis Hugh White yang memandang penempatan rudal pertahanan di Jepang untuk mematahkan manuver Cina mengklaim Pulau Senkaku di Jepang. Sehingga dengan penempatan rudal pertahanan tersebut, akan mendorong Jepang dalam posisi yang semakin agresif dalam menghadapi konflik perbatasan (border dispute) dengan Cina terkait Pulau Senkaku.
Bagi Cina, ini merupakan berita yang sangat tidak menyenangkan. Begitu menurut pakar hubungan internasional Cina Shi Yinhong. “Jepang tak akan mungkin bisa begitu agresif secara militer tanpa dukungan aktif dari Amerika Serikat,”begitu tukas Profesor Yinhong.
Dan Cina, sepertinya tidak tinggal diam dan cuma berteriak-teriak mengecam ulah Amerika. Seakan bereaksi terhadap situasi yang tidak menguntungkan Cina di kawasan Asia Pasifik, Cina beberapa waktu lalu menggelar latihan angkatan lautnya dengan meluncurkan sekitar 40 rudalnya. Bukan itu saja. Cina juga memamerkan pesawat-pesawat silumannya (stealth Fighter). Sekaligus Cina mau menunjukkan bahwa “negara tirai bamboo” ini sudah beberapa langkah lebih maju dalam pengembangan industri strategis, khususnya dalam industri kedirgantaraan.
Yang mencemaskan dari perkembangan terkini terkait ketegangan antara Amerika Serikat dan Cina, yaitu indikasi semakin terkepungnya Cina di kawasan Asia Pasifik. Persis seperti Jepang ketika terkepung oleh blockade Amerika dan sekutu-sekutunya di kawasan Asia Pasifik, sehingga mendorong Jepang untuk melakukan manuver militer yang agresif dan ekspansif.
Selain persekutuan Amerika dan Jepang, Amerika juga semakin intensif menjalin kerjasama strategis dengan Korea Selatan. Kalau kita telisik sejak 2010, PresidenObama telah memerintahkan kapal induk USS George Washinton menuju Semananjung Korea 24 November 2012. Indikasi ini bisa dibaca sebagai salah satu bentuk dukungan terbuka Amerika kepada Korea Selatan menyusul serangan artileri dari Korea Utara di Pulau Yeonpyeong. Berarti, sejak 2010 Amerika sudah membangun basis militer yang cukup solid di Korea Selatan.
Kehadiran kapal induk memang bukan perkara main-main karena bisa mengangkut sekitar 6 ribu personil tentara Amerika dan 75 unit pesawat tempur.
Karena itu, kesepakatan yang dicapai antara Amerika dan Korea Selatan pada 7 Oktober 2012 terkait peningkatan penempatan rudal-rudal balistik (Balistic Missiles) dalam skala dua kali lipat daripada sebelumnya, kiranya cukup masuk akal dan bukan yang mengejutkan. Lagi-lagi, alasannya untuk membalas kemungkinan serangan dan ancaman dari Korea Utara.
Seperti halnya Jepang, tentu saja Cina dan Rusia memandang manuver persekutuan AS-Korea Selatan tersebut akan mendorong postur militer Korea Selatan pada posisi yang semakin agresif. Karena melalui kesepakatan ini, Korea Selatan akan mampu mengembangkan daya jangkau rudalnya dari 800 km dari sebelumnya yang hanya mampu sekitar 300 km.
Selain itu, Amerika juga mendukung Korea Selatan untuk mengembangkan pesawat tempur tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicles atau UAV. Sebuah perkembangan industri pertahanan Korea Selatan yang tentunya sangat mencemaskan Cina dan Rusia dalam beberapa waktu mendatang.
Khusus bagi Cina, kekhawatiran pihak Beijing dikumandangkan oleh kantor berita Cina Xinhua. Menurut sebuah artikel yang ditulis di Xinhua, bagian dari pantai timur Cina dan beberapa provinsi perairan timur Cina seperti Heilongjiang, Jilin dan Liaoning, saat ini berada dalam jangkaun sasaran tembak rudal-rudal balistik Korea Selatan. Sehingga pada perkembangannya akan meningkatkan eskalasi konflik di Semenanjung Korea.
Mungkinkah Perang Pasifik Amerika-Cina pecah dipicu oleh ketegangan segitiga antara Jepang-Korea Selatan dan Cina?