Ilmuwan Brazil Professor Santos memaparkan tesis yang menggemparkan dunia tentang asal-muasal benua Atlantis yang disebutnya terletak di Nusantara. Publik segera heboh sebab Atlantis dianggap sebagai negeri yang menjadi muara mengalirnya kebudayaan Sumeria, Mesir Kuno, hingga peradaban Maya.
Santos mengungkapkan tesisnya setelah melakukan analisis atas karya Plato yang menggambarkan Atlantis. Ia lalu membandingkan kemiripan secara geologis antara naskah Plato dengan keadaan Nusantara. Ia menjawab teka-teki yang selama ini memantik rasa kepenasaranan bangsa Eropa dan Amerika. Namun, apakah riset tersebut didukung data-data secara arkeologis bahwa di sinilah surga Atlantis yang memiliki peradaban tinggi tersebut?
Selama beberapa bulan ini, saya bergabung dengan sejumlah peneliti muda di Kelompok Geger Nuswantara atau Turonggo Seto yang sangat yakin bahwa Nusantara pernah menjadi pusat peradaban dunia. Mereka adalah para peneliti muda yang lahir dari perguruan tinggi besar di negeri ini. Mereka lapis intelektual terdidik yang kemudian mengejutkan saya dengan eksplorasi serta penjelajahan di banyak tempat. Tulisan tentang Nusantara Versus Peradaban Maya ini adalah hasil ekspedisi dari tim Turonggo Seto yang dituliskan Agung Bimo Sutejo dan Timmy Hartadi dalam bentuk makalah. Saya hanya menyajikannya ulang.
Latar belakang para peneliti di tim ini berbeda-beda. Ada yang arkeologi, antropologi, fisikawan, geolog, hingga arsitek. Mereka mengumpulkan data lalu membandingkan temuan tersebut dengan temuan di negeri lain. Salah satu temuan mereka yang mencengangkan adalah relief beberapa candi yang justru mengisahkan hal-hal yang mengejutkan. Salah satunya adalah penaklukan yang pernah dilakukan nenek moyang hingga ke Amerika Latin. Kaget?
Salah satu candi yang memuat kisah penaklukan itu adalah Candi Penataran di Jawa Timur. Candi ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, tepatnya di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Blitar, Jawa Timur, pada ketinggian 450 meter di atas permukaan air laut. Candi ini menyimpan misteri besar sebagaimana yang terukir di relief-relief di sekitarnya. Dari sisi material, candi ini agak berbeda dengan material candi lain yang dibangun pada masa Majapahit. Candi penataran dibangun dari batu kali, berbeda dengan candi di era majapahit yang kebanyakan dibuat dengan bata merah, sehingga ditarik kesimpulan bahwa candi ini berasal dari peradaban yang jauh lebih tua dari Majapahit.
Yang mengejutkan adalah banyak relief candi ini yang menggambarkan bangsa lain seperti Sumeria, Mesir, hingga Maya. Sebegitu menakjubkannya relief di situ hingga Wapres Budiono pun meminta supaya ada riset yang lebih mendalam untuk mengungkap sejarah kita di masa silam. Mudah-mudahan saya bisa memuatnya secara berseri dalam berbagai tulisan berikutnya.
Mungkin kita bisa saja mengatakan bahwa pada masa silam sudah ada kontak kebudayaan. Namun bukankah fakta itu sudah cukup mengejutkan sebab menunjukkan jauhnya penjelajahan leluhur kita hingga ke negeri-negeri lain lalu menaklukannya.
Mulanya saya tak percaya. Tapi saya lihat salah satu relief tumbuhan kaktus. Saya tersentak karena kita sama mafhum bahwa tumbuhan kaktus ini hanya bisa ditemukan di benua Amerika. Lantas, kenapa sampai bisa ditemukan gambar kaktus di Candi Penataran?
Tak hanya kaktus, ada juga relief tentang seorang prajurit dari peradaban Maya. Perhatikan gambar relief prajurit Maya tersebut dan bandingkan dengan patung prajurit Maya sebagaimana bisa ditemukan di Honduras. Jika masih penasaran, bisa cek gambar prajurit Maya di google.
Peneliti Agung Bimo Sutejo dan Timmy Hartadi menyimpulkan bahwa relief ini bercerita tentang penaklukan yang dilakukan nenek moyang kita atas bangsa Indian atau bangsa Maya di Amerika latin. Bangsa Indian digambarkan mempunyai sejenis pasukan gajah, dan gajah tersebut seperti gajah sekarang dan serta tidak menyerupai mammoth. Terlihat di relief bahwa daerah yang dikuasai adalah daerah yang ada pohon kaktusnya. Padahal kaktus diketahui berasal dari benua Amerika. Dengan bukti relief gajah dan kaktus, maka dapat diperkirakan bahwa bangsa yang ditaklukkan leluhur kita adalah bangsa Maya dari Kerajaan Copan yang sekarang terletak di negara Honduras.
Secara lengkap, relief itu menggambarkan sebuah cerita menarik. Kali ini, saya tidak akan banyak beropini. Silakan menyimak gambar-gambar yang buat Agung Bimo Sutejo dan Timmy Hartadi. Silakan menyimak!
Leluhur Nusantara berhasil mengambil alih salah satu kereta berkuda dan memanah ke arah lawan Penambahan pasukan Indian untuk menyerang leluhur Nusantara
Kelihatan bala bantuan Indian terburu-buru dan berlari menuju ke medan perang Pasukan Indian membawa pasukan gajah Leluhur Nusantara menikam panglima Indian Maya sebuah klimaks ketika leluhur Nusantara diangkat sebagai pemimpin.
Perhatikan relief kaktus yang menandakan lokasi pengangkatan tersebut
Dalam tulisan ini, saya akan membahas lebih jauh tentang relief di Candi Cetho. yang mencengangkan, beberapa patung di candi ini justru menampilkan prajurit Sumeria yang sedang menyembah. Pertanyaannya, apa yang terjadi di masa silam? Apakah ini kian menguatkan tesis Profesor Santos, ilmuwan asal Brazil yang menyebutkan Nusantara sebagai pusat peradaban dunia.
Candi Ceto yang berbentuk seperti kuil di Amerika Latin Candi Ceto terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi ini terletak pada ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Pertama melihat candi ini, saya tersentak melihat bentuknya yang mengingatkan saya pada candi-candi milik peradaban Maya di Amerika Latin. Tulisan ini disusun dengan mengacu pada hasil ekspedisi tim Turonggo Seto dari Geger Nuswantara yang disusun dalam sebuah makalah oleh peneliti Agung Bimo Sutejo dan Timmy Hartadi. Gambar-gambar juga mengacu pada temuan mereka.
Menurut situs Wikipedia, candi ini merupakan candi yang bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. AJ Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut.
Apa yang menarik dari candi ini? Ada banyak hal. Pertama, sejarahnya. Kata arkeolog, candi ini warisan majapahit kelang runtuh. bagi saya, ini aneh. Sebab batu yang digunakan adalah batu kali, berbeda dengan candi Majapahit yang pakai batu bata merah. Artinya, usia candi ini bisa jauh lebih tua.
Kedua, ketika memasuki candi ini segera akan nampak sebuah patung yang aneh. Beberapa arkeolog menyebutnya sebagai patung penjaga. Agung Bimo Sutejo dan Timmy Hartadi, peneliti dari tim Turonggo Seto, menyebut patung itu sebagai patung seorang prajurit Sumeria. Kok bisa?
Sumeria disebut-sebut sebagai salah satu peradaban kuno di Timur Tengah, terletak di sebelah selatan Mesopotamia (tenggara Irak) dari catatan terawal abad ke-4 SM sampai munculnya Babilonia pada abad ke-3 SM. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Sumeria. Mereka bercocok tanam dan sudah memiliki sistem pengairan. Bangunan-bangunan mereka dibuat dari lumpur. Mereka menganut agama politeis. Jika Sumeria adalah salah satu peradaban kuno, lantas mengapa patung seorang prajuritnya bisa ditemukan di Candi Ceto?
Perhatikan patung dengan teliti, termasuk hiasan telinga dan hiasan di pergelangan tangan yang mirip jam tangan
Perhatikan patung di atas. Wajah dan potongan rambut sama sekali tidak menunjukkan penduduk Nusantara, tetapi justru memiliki kesamaan dengan orang Sumeria, Viking, Romawi, atau Yunani. Namun dari sisi pembentukan mata sangat identik dengan patung Sumeria. Pertanyaannya, mengapa dipatungkan dalam posisi ketakutan serta menyembah?
Bandingkan hiasan kepala patung itu dengan hiasan kepala orang Sumeria yang bisa ditemukan di internet
Menurut catatan peneliti Agung Bimo Sutejo dan Timmy Hartadi, bila diperhatikan dari sisi perhiasan, untuk telinga biasanya orang Jawa menggunakan Sumping, sedangkan pada patung ini hanya menggunakan anting-anting. Pada lengan tangan biasanya menggunakan kelat bahu dan pada patung ini tidak, juga pergelangan tangan orang Jawa biasanya memakai gelang keroncong, tetapi pada patung ini terlihat menggunakan gelang yang sangat mirip dengan jam tangan, gelang sejenis ini merupakan gelang ciri khas dari daerah Sumeria.
Berbagai versi gambar orang Sumeria. Rata-rata memakai hiasan jam tangan dan bentuk rambut yang sama dengan patung di Candi Ceto
Kita bisa membandingkan beberapa gambar orang Sumeria yang bisa ditemukan di internet. Rata-rata menggunakan hiasa seperti jam tangan di pergelangan tangannya. Kebiasaan di Sumeria, perhiasan berupa gelang menyerupai jam tangan yang hanya digunakan oleh mereka yang dari kalangan bangsawan dan ksatria. Begitu juga dengan bentuk mahkota rambut dan jenggot yang mirip, dari sisi cara berpakaian agak lain dengan yang di gambar ini. Bentuk mata sangat mirip, karena digambarkan mata yang besar dan lebar. Menurut catatan sejarah, orang Sumeria menggunakan pakaian itu di zaman 3.000 – 4.000 tahun sebelum masehi. Jika mereka memang mempunyai peradaban dan tata sosial yang sudah bagus, lantas mengapa mereka menyembah dan takluk di Candi Ceto?
Source: forum.viva.co.id