KH. A. Mustofa Bisri atau Gus Mus (Rais ‘Aam PBNU) mengungkapkan, saat ini dunia sedang melirik Indonesia sebagai referensi keislaman, sudah tidak lagi melirik ke Islam di Timur-Tengah yang hingga kini masih terjadi banyak keributan.
“Sampean (kalian) jangan bingung, mana yang Islam mana yang bukan Islam. Sana kok membunuh orang, sini kok membunuh orang juga. Sana kok ngebom, sini kok ngebom. Itu Islam dengan sesama Islam, apa non-Islam dengan non-Islam?”.
Kita dibingungkan oleh kondisi Islam di Timur Tengah selama ini sebagai kiblat Islam, khususnya Saudi Arabia, tetapi kenyataannya banyak pihak yang tidak cocok dengan Saudi Arabia.
“Kacau balau, antara politik dan agama sudah campur aduk ora karu-karuan. Akhirnya terjadi di negara-negara yang penduduknya mayoritas tidak muslim timbul Islamophobia. Ketika melihat orang Islam, pada ketakutan karena takut dibunuh, takut dibom. Pokoknya yang anti Islam semakin lama semakin meningkat gara-gara umat Islam yang tidak mencerminkan keislaman yang rahmatan lil alamin, tapi justru laknatan lil alamin”.
Untuk itulah, Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) membuat tema pada muktamar ke-33 tentang Islam Nusantara “Meneguhkan Islam Nusantara Untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”.
“Tapi pada geger, kaget-kaget bagi orang yang tidak pernah ngaji. Kalau pernah ngaji pasti tahu idhofah (penyandaran) mempunyai berbagai makna, dalam arti mengetahui kata Islam yang disandarkan dengan kata Nusantara,”.
Gus Mus mencontohkan istilah “air gelas” apakah maknanya airnya gelas, apa air yang digelas, apakah air dari gelas, apa gelas dari air. padahal bagi santri di pesantren sudah diajari untuk memahami seperti itu.
Secara sederhana, Gus Mus menjelaskan maksud Islam Nusantara yakni Islam yang ada di Indonesia dari dulu hingga sekarang yang diajarkan Walisongo.
“Islam ngono iku seng digoleki wong kono (Islam seperti itu yang dicari orang sana), Islam yang damai, guyub (rukun), ora petentengan (tidak mentang-mentang), dan yang rahmatan lil ‘alamin.
Walisongo memiliki ajaran-ajaran Islam yang mereka pahami secara betul dari ajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Walisongo tidak hanya mengajak bil lisan, tapi juga bil hal, tidak mementingkan formalitas, tetapi inti dari ajaran Islam,”
Sumber : Ustadz Zawawi Arrozi, Mkub