Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيم
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.
Di hari Jum’at yang mulia ini, marilah kita panjatkan doa:
اَللّٰهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَزَآئِنِ فَضْلِكَ
Allaahumma innii as’aluka min khazaa-ini fadhlika
“Ya Allah, aku meminta kepadaMu bagian dari perbendaharaan karunia-Mu”.
Semoga dengan do’a singkat tadi, Allah akan membukakan hijabNya sehingga kita dapat mengenalNya secara sempurna. Aamiin…
Saudaraku yang sangat kukasihi, janganlah engkau puas dengan bentuk peribadatan Syariat belaka. Karena, disamping kewajiban kita dalam peribadatan umum itu, sesungguhnya ada kewajiban yang harus kita pahami, yaitu mengenal Allah. Sebagaimana dikatakan; “Awaluddin Ma’rifatullah” (sesungguhnya awal beragama adalah mengenal Allah).
Jangan pernah takut untuk engkau menyebarkan ilmu dan jangan pernah pula dirimu minder menyampaikan ayat Allah karena sesungguhnya pengetahuanmu adalah milikNya jua.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).
Rasulullah SAW pun bersabda:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَنْظُرُ اِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلَا اِلَى صُوَرِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُ اِلَى قُلُوْبِكُمْ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak melihat bentuk tubuhmu dan tidak pula melihat rupamu tetapi Allah melihat hatimu.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman Bin Shakhr ra)
Marilah kita mulai peribadatan hati agar kita bisa melihat jelas Allah dan RasulNya yang selalu mengasihimu. Marilah kita simak apa yang diajarkan Guru kami.
Yang Mulia Tuanku Syeikh Ibrahim Muhammad menasehati kita semua; “barangsiapa yang inginkan kemenangan dunia dan akhirat, jangan biarkan masa berlalu dengan penuh kerugian. Jadikan setiap nafasmu adalah ibadah”.
Wahai saudaraku,
Setelah engkau memiliki ilmu, tiadalah lagi perkara yang penting melainkan beramal dengan ilmu, berilmu tanpa amal adalah binasa. Janganlah engkau berpaling lagi ke belakang, terus sucikan dirimu untuk menghampiri Tuhanmu sehingga terbuka cahaya hatimu dengan ilmu terus dariNya tanpa perantaraan.
Hatimu akan bersinar dengan cahaya makrifat dan engkau memiliki harta yang amat bernilai. Harta yang tiada dijual di maya ini, tiada dimiliki oleh para jutawan dan para raja, harta yang menyebabkan engkau senantiasa tenang dan tiada mengharapkan bantuan apapun dari sekelilingmu.
Engkau akan diangkat menjadi kekasihNya sehingga segala hajatmu akan dipenuhi. Engkau akan dijagaNya sehingga siapapun yang menyakitimu akan dinyatakan perang kepadanya. Tiadalah kejayaan yang hakiki melainkan berada dalam taman keridhaan takdirNya. Hati yang terang menatap rahasiaNya, hati yang asyik dengan AsmaNya, hati yang fana dengan kewujudanNya.
Wahai saudaraku,
Apabila engkau benar-benar beramal dan bersungguh-sungguh dalam mujahadah dengan penuh keikhlasan, engkau akan dikasihiNya sehingga akan dilimpahkan ke dalam hatimu rahasia di balik rahasia. Engkau akan diperlihatkan hakikat di balik syariat, engkau mengenal dirimu dengan pengenalan yang hakiki, bukan di atas hafalan ilmu semata-mata tetapi dengan dzauq dan Penglihatan. Hatimu diberiNya Nur sehingga dengan Nur tersebut akan dapat menyaksikan Rahasia DiriNya.
Engkau mencapai makrifat denganNya, bukan dengan Guru manusia. Dia sendiri yang akan membisikkan pada sirrmu bahwa “Anaa al-Haqq”, maka tenggelamlah engkau dalam makrifat sehingga engkau tiada melihat segala sesuatu melainkan Ia. Engkau akan melihat bahwa tiada suatu gerak melainkan gerak dariNya, tiada suatu yang mawjud melainkan di sana ada wujudNya. Engkau akan memahami firmanNya; “Kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah”; “Wahai manusia, sesungguhnya kamu adalah faqir di sisi Allah”; “Di mana saja kamu berada di situlah Ia berada”, dengan pemahaman yang tiada dimiliki oleh orang biasa.
Penafsiran syari’at adalah permukaan, sedangkan penafsiran hakikat dengan dzauq adalah kedalaman. Tidak akan sama seorang yang melihat permukaan laut dengan mereka yang menyelam ke dasar laut. Tidak akan sama mereka yang mengenal diriNya pada permukaan dzahir, dengan mereka yang menyelam ke dalam lautan rahasia diri. Tidak akan sama seseorang yang belajar mengenal Tuhan melalui Guru manusia dengan seseorang yang mengenal Tuhan dengan Tuhan sendiri. Tidak akan sama mereka yang mengucapkan Laa ilaaha illaa Allaah di alam syari’at dengan mereka yang mengucapkannya di alam hakikat. Tidak akan sama huruf, kalimat dan bunyinya pada alam syari’at dengan alam hakikat. Tidak akan sama kenikmatan atau kepedihan di alam nyata ini dengan alam hakikat. Tidak akan sama orang yang mati hatinya dengan orang yang hatinya senantiasa hidup dan asyik dengan Tuhannya. Inilah yang mesti dipahami sebagaimana firman Allah; “Tidak sama orang yang berilmu dengan orang yang tiada berilmu”, “Tidak akan sama ahli surga dengan ahli neraka”.
Wahai para Salik,
Jika engkau bersungguh-sungguh mengamalkan dzikir di bawah bimbingan Guru yang telah terbuka baginya rahasia segala alam sehingga telah mencapai kesempurnaan makrifat, engkau akan merasakan perubahan pada ruhanimu. Ruhmu akan mengalami pendakian dari hati yang lalai kepada hati yang hidup dan senantiasa mengingat Allah, dari hati yang hidup lalu mendaki kepada hati yang ‘asyiq, terus mendaki kepada hati yang fana, hingga akhirnya mendaki kepada “meminum rahasia makrifat di alam yang tinggi”. Nabi SAW telah melakukan isra’ mi’raj, membuka dan membelah langit bagi umatnya untuk menuju kepada Tuhannya.
Janganlah menjadi manusia yang bodoh dan lalai, pintu yang yang terbuka perlulah dilalui. Nabi dipimpin oleh malaikat Jibrail menujuNya dan engkau memerlukan Mursyid yang memimpin tanganmu dengan kasih sayang menuju TuhanMu. Kamu dibawa ke alam “peleburan diri” sehingga tak ada siapapun yang kamu temui di sana, kecuali Dia saja Yang Wujud. Engkau akan memahami kalimat laa ilaaha illaa Allah wahdahuu laa syariika lahu dengan pemahaman yang mengunci lisanmu sehingga tak bisa dinyatakan.
Engkau juga akan memahami bahwa banyak orang yang tidak mencapai kesempurnaan maqam ini sehingga nampak keliru tafsirannya; ada yang mengaku dirinya Tuhan, mengaku dirinya jelmaan Tuhan, mengaku abhwa antara dirinya dan Tuhan bersatu sehingga ada di kalangan mereka yang meninggalkan syariat. Mereka tak dibukakan rahasia dengan sempurna. Pandangan makrifat mereka diiringi dengan syaitan atau Jin. Mereka mencoba berbicara tentang ilmu para sufi namun mereka gagal dalam menyelami rahasia “Adam” dan “Muhammad”. Mereka juga gagal memahami rahasia mufarraqah (keterpisahan), sebagaimana terpisahnya air laut dengan air sungai atau terpisahnya api dengan asap.
Wahai saudaraku,
Berjalanlah kamu menuju kepada Tuhan dengan pakaian syari’at, tarekat, hakikat dan makrifat. Syari’at itu adalah pakaian Nabi, tarekat itu adalah perjalanan Nabi, hakikat itu adalah batin Nabi, dan makrifat itu adalah rahasia Nabi. Pakaian syari’at tanpa hakikat adalah fasiq, sedangkan hakikat tanpa pakaian syariat adalah zindiq.
Seseorang yang hanya berada di alam syari’at akan selalu tertipu. Karena apa yang dilihat dan didengar oleh jasad tidak menjamin akan kebenaran hakikat, seraya perlu menyelam ke dalam lautan hakikat. Tak ada cara yang efektif untuk bisa menghubungkan antara ilmu syari’at dengan ilmu hakikat, kecuali berilmu dan mengamalkan tarekat.
Apabila dadamu benar-benar memiliki rahasia ilmu para auliya, engkau akan memahami mengapa mereka begitu amat kuat takutnya pada Allah, amat kuat berpegang teguh pada syari’at, amat kuat wara’-nya dalam setiap pekerjaan, amat kuat zuhud-nya pada dunia, amat luas ridha-nya dengan takdir Allah, amat kuat ibadahnya, amat baik akhlak jiwanya, amat kuat tawakkal-nya, amat tinggi syukurnya dan amat tinggi cintanya pada Allah dan Rasul.
Mereka memiliki penglihatan yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Ia adalah Nur yang dipancarkan ke dalam dada oleh Tuhannya sehingga tembus penglihatannya pada alam rahasia. Ia Fana dan Baqa’ dengan kekasihnya. Pahamilah rahasia cahaya di balik cahaya. Berbahagialah mereka yang mencapainya. Merekalah yang sebenarnya telah mencapai kemenangan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
Wallaahu A‘lamu bish-Shawaab