Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Wasshalaatu wassalaamu ‘alaa Muhammadin wa aalihi ma’at tasliimi wabihii nasta’iinu fii tahshiilil ‘inaayatil ‘aammati wal-hidaayatit taammah, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin”.
Saudaraku, Rasulullah SAW adalah seorang manusia pilihan yang diamanahkan di atas pundaknya sebuah amanah besar menjadi seorang pemimpin para nabi, bahkan pemimpin umat manusia akhir zaman. Bahkan beliau juga disebut sebagai “Sayyidul Anaam“, poros alam semesta. Proses penciptaan tubuhnya pun menjadi sebuah proses yang sangat spesial. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Kita simak kisah penciptaan beliau pada artikel di bawah ini.
Ka’ab al-Ahbaar RA., mengatakan, “Ketika Allah SWT menginginkan untuk menciptakan Muhammad SAW, Ia memerintahkan Malaikat Jibril untuk membawa kepada-Nya tanah liat yang menjadi jantung dari bumi, yang menjadi kemegahan dan cahayanya. Jibril pun turun, ditemani beberapa malaikat dari tempat tertinggi di surga. Ia mengambil segenggam tanah untuk penciptaan Nabi SAW dari suatu tempat yang kini menjadi makam suci beliau SAW. Tanah itu berkilau putih cerah. Kemudian ia meremas dan mengadun tanah itu dengan air ciptaan terbaik dari air terjun surgawi Tasniim, yang berada dalam sungai-sungai jernih yang mengalir di Surga. Ia mengaduninya sampai tanah itu menjadi suatu mutiara putih dengan pancaran warna putihnya yang cemerlang. Para malaikat membawanya, mengelilingi ‘arasy surgawi dan gunung-gunung dan samudera. Dengan begitu, para malaikat dan seluruh makhluq menjadi tahu akan keberadaan junjungan kita Muhammad SAW dan kehormatan beliau; sebelum mereka mengetahui Adam.”
Ibn ‘Abbas RA mengatakan, “Asal usul dari tanah liat Nabi Muhammad SAW adalah dari pusat bumi, di Makkah, di titik di mana Ka’bah berdiri. Karena itu pula, Muhammad SAW menjadi asal-usul penciptaan, dan semua makhluq ciptaan adalah pengikut-pengikut beliau.”
Pengarang Awarif al Ma’arif (al-Suhrawardi), berkata bahwa ketika banjir meluap, menebarkan buih ke seluruh penjuru, esensi dari Nabi SAW berhenti hingga ke suatu tempat di dekat tanah kubur beliau di Madinah, sehingga beliau SAW menjadi seseorang yang termasuk dalam ahlu Makkah maupun Madinah.
Diriwayatkan bahwa ketika Allah SWT menciptakan Adam AS, Ia SWT mengilhamkan kepada Adam untuk bertanya, “Wahai Tuhan, mengapakah Engkau memberiku nama panggilan Abu Muhammad (ayah dari Muhammad)?” Allah menjawab, “Wahai Adam, angkat kepalamu.” Adam pun mengangkat kepalanya dan ia melihat cahaya dari Muhammad SAW dalam kubah ‘Arsy. Adam kemudian bertanya lagi, “Wahai Tuhan, cahaya apakah ini?” Allah menjawab, “Ini adalah cahaya dari seorang Nabi keturunanmu. Namanya di surga adalah Ahmad, dan di bumi namanya Muhammad SAW. Jika bukan demi dirinya, tentu Aku tidak akan menciptakan dirimu, tidak pula langit, tidak pula bumi.”
‘Abd al-Razzaq meriwayatkan, dari Jabir bin ‘Abdullah RA, bahwa ia berkata, “Ya Rasulallah, semoga ayahku dan ibuku dikorbankan demi dirimu, ceritakan padaku tentang hal pertama yang Allah ciptakan, sebelum yang lain-lainnya.” Beliau menjawab, “Wahai Jabir, Allah menciptakan, sebelum apapun yang lain, cahaya Nabimu dari cahaya-Nya. Cahaya itu mulai bergerak ke mana pun Allah kehendaki dengan Qudrat Ilahiah Allah. Pada saat itu belum ada lauh belum pula pena; belum ada surga maupun neraka, tidak ada malaikat, tidak ada langit, tidak pula bumi; tak ada matahari maupun bulan, tak ada jin ataupun manusia. Ketika Allah ingin menciptakan makhluq-Nya, Ia membagi cahaya itu menjadi empat bagian. Dari bagian pertama, Ia menciptakan pena, dari yang kedua, lauh, dan dari yang ketiga, ‘arsy. Kemudian, Ia membagi lagi bagian keempat menjadi empat bagian: bagian pertama membentuk para pembawa ‘Arsy, bagian kedua menjadi penunjang kaki ‘arsy, dan dari bagian ketiga Ia menciptakan malaikat-malaikat lainnya. Ia kemudian membagi bagian keempat menjadi empat bagian lagi: Ia menciptakan langit dari bagian pertama, bumi-bumi dari bagian kedua, surga dan neraka dari bagian ketiga. Kemudian Ia membagi lagi bagian keempat sisanya menjadi empat bagian: menciptakan cahaya firasat orang-orang beriman dari bagian pertama, cahaya kalbu-kalbu mereka(yaitu ma’rifat Allah) dari bagian kedua, dan dari bagian ketiga Ia ciptakan cahaya kesenangan dan kegembiraan (Uns, yaitu Laa ilaha illaa Allah, Muhammadun Rasuulullah).
Suatu riwayat lain dari ‘Ali ibn Al-Husain RA, dari ayahnya (yaitu Husain ibn ‘Ali ibn Abi Talib, peny.) RA., dari datuknya (yaitu ‘Ali ibn Abi Talib KWH), dari Nabi SAW bersabda, “Aku adalah suatu cahaya di hadapan Tuhanku, empat belas ribu tahun sebelum penciptaan Adam”. Telah pula diriwayatkan bahwa ketika Allah menciptakan Adam AS, Ia SWT menaruh cahaya itu di punggung Adam, dan cahaya itu biasa berkilau dari bagian depannya, menelan seluruh sisa cahayanya. Kemudian Allah menaruh cahaya itu ke ‘Arsy Kekuasaan-Nya, dan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya membawanya di pundak mereka, dan memerintahkan mereka pula untuk membawa Adam berkeliling di langit dan mempertunjukkan padanya keindahan-keindahan Kerajaan-Nya.
Ibn ‘Abbas RA berkata, penciptaan Adam adalah pada hari Jum’at di sore hari. Allah kemudian menciptakan baginya Hawa’, istrinya, dari satu tulang rusuk kirinya ketika ia sedang tertidur. Saat ia bangun dan melihat Hawa’, Adam merasa tenteram dengannya, dan ia mulai merentangkan tangannya ke Hawa’. Malaikat berkata, “Berhenti, Adam.” Adam berkata, “Kenapa, tidakkah Allah menciptakannya untukku?” Mereka menjawab, “Tidak boleh hingga kau membayar mas kawin padanya”. Adam bertanya, “Apa mas kawinnya?” Para Malaikat menjawab, “Dengan membaca shalawat atas Muhammad tiga kali.” (dan dalam riwayat lain, dua puluh kali).
Telah pula diriwayatkan bahwa ketika Adam AS meninggalkan surga, ia melihat tertulis di kaki ‘Arsy dan di setiap titik dalam surga, nama Muhammad SAW di samping nama Allah. Adam bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah Muhammad?” Allah menjawab, “Dia adalah anakmu, yang jika seandainya tidak demi dirinya, tentu Aku tidak akan menciptakanmu.” Kemudian Adam berkata, “Wahai Tuhan, demi anak ini, kurniakanlah rahmat pada ayahnya.” Allah memanggil, “Wahai Adam, seandainya engkau akan bersyafa’at melalui Muhammad SAW bagi seluruh penduduk langit dan bumi, Kami akan kabulkan permohonan syafa’atmu.”
‘Umar Ibn al-Khattab RA berkata bahwa Sayyidina Muhammad SAW bersabda, “Ketika Adam berbuat dosa, ia berkata, ‘Ya Allah, aku memohon kepadamu demi Muhammad untuk mengampuniku.’ Allah SWT berfirman padanya, ‘Bagaimana dirimu tahu akan Muhammad padahal Aku belum menciptakannya?’ Adam menjawab, ‘Karena ketika Engkau, Ya Tuhanku, menciptakanku dengan Tangan-Mu, dan meniupkan padaku dari Ruh-Mu, aku memandang ke atas dan melihat tertulis di kaki-kaki ‘Arsy, Laa ilaaha illaa Allah, Muhammadun Rasuulullah. Aku tahu bahwa Engkau tidak akan menaruh suatu nama di samping Nama-Mu, melainkan pastilah itu adalah nama seseorang yang paling Kau cintai dari makhluq-Mu.’ Allah berfirman, ‘Oh, Adam, kau telah mengatakan kebenaran: dialah yang paling Kucintai di antara makhluq ciptaan-Ku. Dan karena engkau telah memohon pada-Ku demi dirinya, engkau Ku ampuni. Seandainya tidak untuk Muhammad, Aku tak akan menciptakanmu. Dialah penutup para Nabi dari keturunanmu.’”
Dalam Hadits Salman RA., diriwayatkan bahwa Jibril AS., turun menemui Nabi SAW dan berkata, “Tuhanmu mengatakan, ‘Jika Aku telah menjadikan Ibrahim sebagai yang Ku-cintai, sahabat dekat (khaliil), Aku pun menganggapmu demikian. Tak pernah Ku-ciptakan makhluq apapun yang lebih berharga bagi-Ku daripada dirimu, dan telah Ku-ciptakan dunia ini dan penduduknya dengan maksud untuk membiarkan mereka mengetahui kehormatanmu dan mengetahui arti keberadaanmu bagi-Ku; dan seandainya tidak untukmu, tidaklah Kuciptakan dunia ini’”.
Hawa’ AS melahirkan empat puluh anak dari Adam AS, dalam dua puluh kali kelahiran; tetapi ia melahirkan Seth (Syits AS) secara terpisah, sebagai kehormatan bagi junjungan kita Muhammad SAW, yang cahayanya berpindah dari Adam ke Seth. Sebelum wafatnya, Adam menitipkan pemeliharaan anak-anaknya kepada Seth, dan ia pun, sebagai gilirannya, mempercayakan pada anak-anak tersebut, wasiat dari Adam: untuk menaruh cahaya itu hanya pada wanita yang suci. Wasiat ini berlanjut, abad demi abad, sampai Allah memberikan cahaya itu kepada Abdul Mutthalib dan puteranya, Abdullah. Dengan cara inilah, Allah menjaga kemurnian silsilah tanpa cela dari Nabi Muhammad SAW dari perzinaan orang-orang bodoh.
Ibn ‘Abbas RA berkata, “Muhammad SAW bersabda, ‘Tak satu pun perzinaan jahil menyentuh kelahiranku. Aku dilahirkan tidak lain hanya dengan pernikahan Islam”.
Hisyam ibn Muhammad Al-Kalbi meriwayatkan bahwa ayahnya berkata, “Aku menghitung bagi (silsilah) Nabi Muhammad SAW ada lima ratus ribu ibu, dan tak kutemukan di antara mereka satu jejak pun perzinaan, atau apa pun dari interaksi orang-orang bodoh.”
Ali KWH berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Aku datang dari pernikahan, aku tidak datang dari perzinaan; dari Adam hingga diriku dilahirkan dari ayah dan ibuku, tak satupun perzinaan orang jahil yang menyentuh diriku.”
Ibn ‘Abbas RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Orang tua moyangku tak pernah melakukan perzinaan. Allah menjaga dan memindahkanku dari sulbi yang baik ke rahim yang suci, murni dan tersucikan; bila saja ada dua jalan untuk berpindah, aku menuju ke yang terbaik di antara mereka.”
Anas RA berkata bahwa Nabi Muhammad SAW membaca, “Laqad jaa’akum rasuulum min anfusikum…” (QS. [9]: 128), dan bersabda, “Aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam silsilahku, dalam hubungan-hubungan-ku dan nenek moyangku: tak ada perzinaan pada ayah-ayahku dalam setiap tingkat hingga ke Adam.”
‘Aisyah RA meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa Jibril AS berkata, “Aku telah meneliti bumi dari timur ke barat, dan tak kutemui seorang manusia pun yang lebih baik dari Muhammad SAW, dan tak kutemui seorang anak laki-laki dari ayah mana pun yang lebih baik dari anak-anak Hasyim (Bani Hasyim).”
Dalam Shahih Al-Bukhari, Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Aku telah diutus dari generasi terbaik dari Anak-anak Adam, satu demi satu hingga aku mencapai keadaanku sekarang ini.”
Dalam Shahih Muslim, Watsila ibn al-Aska’ meriwayatkan bahwa Muhammad SAW bersabda, “Allah telah memilih Kinana dari anak-anak Isma’il, dan Quraisy dari Kinana, dan dari Quraish, anak-anak Hasyim, dan akhirnya memilihku dari Bani Hasyim.”
Al-‘Abbas RA berkata Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah menciptakan makhluq, dan menempatkanku dalam kelompok-kelompok terbaik, dan yang terbaik dari dua kelompok; kemudian Ia memilih suku, dan menaruhku pada yang terbaik di antara keluarga-keluarga mereka. Karena itulah, aku memiliki kepribadian terbaik, roh dan sifat terbaik, dan memiliki asal-usul terbaik di antara mereka.”
Ibn ‘Umar RA berkata bahwa Muhammad SAW bersabda, “Allah memeriksa ciptaan-Nya dan memilih Bani Adam (manusia) dari mereka; Ia memeriksa Bani Adam dan memilih orang-orang Arab darinya; Ia memeriksa kaum Arab dan memilihku dari antara mereka. Karenanya, aku selalu menjadi yang terpilih di antara yang terpilih. Lihatlah, orang-orang yang mencintai kaum Arab, adalah karena cinta kepadaku hingga mereka mencintai kaum Arab, dan mereka yang membenci kaum Arab, adalah karena mereka membenciku hingga mereka pun membenci Arab.”
Ketahuilah bahwa Muhammad SAW tidaklah terkait (memiliki) secara langsung pada saudara laki-laki atau perempuan siapa pun dari orang-orang tuanya; beliau SAW adalah anak satu-satunya mereka dan silsilah mereka berhenti pada beliau. Dengan begitu, beliau secara eksklusif ‘memegang penuh’ suatu silsilah yang Allah SWT inginkan menjadi yang tertinggi yang dapat dicapai suatu kenabian, dan yang memegang puncak kehormatan.
Jika Anda memeriksa status silsilah beliau SAW dan mengetahui kesucian kelahiran beliau SAW, Anda akan yakin bahwa silsilah beliau adalah suatu keturunan dari ayah-ayah yang terhormat, karena beliau adalah Al-Nabi SAW, Al-‘Arabi SAW, Al-Abtahi SAW, Al-Harami SAW, Al-Hasyimi SAW, Al-Quraisyi SAW. Elite dari Bani Hasyim, seseorang yang telah dipilih dari suku-suku terunggul bangsa Arab, dari silsilah terbaik, keturunan paling mulia, cabang yang paling subur, pilar tertinggi, asal usul terbaik, akar-akar terkuat, memiliki lidah terfasih, gaya bicara terhalus, derajat kebajikan yang paling memberatkan, iman paling sempurna, persahabatan paling kuat, kaum kerabat paling terhormat dari kedua pihak orang tua, dan dari tanah Allah yang paling mulia. Beliau SAW memiliki banyak nama dan yang paling terkemuka adalah Muhammad SAW ibn (putera) Abdullah. Beliau juga adalah putera Abdul Mutthalib, yang namanya adalah Syaybat al-Hamd, anak Hasyim, yang namanya adalah Amr; anak dari Abd Manaaf, yang namanya adalah al-Mughiirah, anak dari Qusay, yang namanya adalah Mujammi’, anak dari Kilaab, yang namanya Hakiim, ibn Murra, ibn Ka’b (dari suku Quraisy), ibn Lu’ai, ibn Ghalib, ibn Fihr, yang namanya adalah Kinana, ibn Khuzaima, ibn Mudrika, ibn Ilias, ibn Mudhar, ibn Nizar, ibn Ma’add, ibn Adnan.
Ibn Dhihya berkata, “Para ulama setuju dan kesepakatan ulama adalah bukti bahwa Nabi Muhammad SAW telah menyebutkan silsilah beliau hingga Adnan, dan tidak menyebutkan di atas itu.”
Ibn ‘Abbas RA meriwayatkan bahwa bila saja Muhammad SAW menyebutkan silsilahnya beliau tak pernah menyebut di atas Ma’add, ibn Adnan, dan akan berhenti, dengan mengatakan, “Para genealogis (ahli silsilah) telah berbohong”. Beliau akan mengulangi ucapannya itu dua atau tiga kali. Ibn ‘Abbas juga berkata, “Di antara Adnan dan Isma’il ada tiga puluh ayah yang tak diketahui (namanya, red.)”.
Ka’b al-Ahbaar RA berkata, “Ketika cahaya Muhammad SAW sampai pada Abdul Mutthalib, dan dia telah mencapai usia kedewasaan, dia tidur suatu hari di halaman Ka’bah; ketika ia bangun, matanya terhitamkan dengan antimony (kohl), rambutnya terminyaki, ia terhiasi dengan jubah yang indah dan cantik. Ia terkejut, tak mengetahui siapa yang telah melakukan hal itu padanya. Ayahnya menggapai tangannya dan segera membawanya ke tukang ramal Quraisy; mereka menasihatinya untuk menikah, dan ia pun menikah. Bau dari misk terbaik biasa memancar keluar dari dirinya, dengan Nur (cahaya) dari Muhammad SAW berkilauan dari dahinya. Bila saja terjadi kekeringan, kaum Quraisy biasa membawanya ke Gunung Tsabiir, dan berdoa kepada Allah melalui dirinya memohon Allah untuk menurunkan hujan. Allah akan menjawab doa mereka dan menurunkan hujan karena barakah dari Nur Muhammad SAW”.
Ketika Abrahah, raja Yaman datang untuk menghancurkan rumah suci (Ka’bah) dan kabar tentang ini sampai ke kaum Quraisy, Abd al-Mutthalib berkata pada mereka, “Ia tak akan sampai ke Rumah ini, karena Rumah ini di bawah perlindungan Tuhannya.” Dalam perjalanannya ke Makkah, Abrahah menjarah unta-unta dan domba kaum Quraisy, di antaranya empat ratus unta betina milik Abd Al-Mutthalib. Ia dan banyak dari kaum Quraisy pergi ke Gunung Tsabiir. Setelah mendaki gunung tersebut, cahaya dari Nabiyullah SAW muncul dalam bentuk suatu lingkaran di dahinya seperti sebuah bulan sabit, dan sinarnya terpantulkan ke Rumah Suci Ka’bah. Ketika ‘Abdul Mutthalib melihat hal itu, ia berkata, “Wahai, kaum Quraisy, engkau boleh kembali sekarang, sudah aman. Demi Allah, kini cahaya ini telah membentuk suatu lingkaran pada diriku, tak ada keraguan bahwa kemenangan menjadi milik kita.”
Mereka kembali ke Makkah, di mana mereka bertemu seorang laki-laki yang diutus Abrahah. Saat melihat wajah ‘Abdul Mutthalib, laki-laki tersebut tertegun, lidahnya tergagap-gagap. Ia pun pingsan, sambil melenguh seperti lembu jantan yang tengah disembelih. Ketika ia sadar kembali, ia pun jatuh bersujud kepada Abdul Mutthalib, sambil berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Pemimpin Kaum Quraisy.”
Telah diriwayatkan pula bahawa ketika Abdul Mutthalib muncul di depan Abrahah, gajah putih yang besar dalam pasukannya melihat ke wajah Abdul Mutthalib dan jatuh berlutut seperti seekor unta, dan jatuh bersujud. Allah membuat gajah tersebut berbicara, berkata, “Keselamatan bagi cahaya di sulbimu, wahai Abd al-Mutthalib.” Ketika pasukan Abrahah mendekat untuk menghancurkan Ka’bah suci, gajah tadi berlutut kembali. Mereka memukuli kepalanya dengan hebat untuk membuatnya berdiri, yang tak mau ia (gajah tersebut) lakukan. Tetapi, ketika mereka memutarnya menuju Yaman, ia pun berdiri. Kemudian Allah mengirimkan untuk melawan mereka, armada-armada burung dari lautan, setiap ekor dari mereka membawa tiga batu: satu dalam paruhnya, dan satu dalam setiap cakar kakinya. Batu-batu itu memiliki ukuran seperti miju-miju, dan jika satu batu mengenai seorang prajurit, prajurit itu akan terbunuh. Pasukan Abrahah lari tunggang langgang. Abrahah sendiri terserang suatu penyakit. Ujung-ujung jarinya terlepas, satu demi satu. Tubuhnya mengeluarkan darah dan nanah, dan akhirnya jantungnya terbelah, dan ia pun tewas.
Peristiwa inilah yang diacu oleh Allah ketika Ia berfirman pada Nabi-Nya SAW mengatakan, “Tahukah engkau bagaimana Tuhanmu memperlakukan Pasukan Gajah…” (QS Al-Fiil:1-5). Peristiwa ini adalah suatu tanda akan martabat dari junjungan kita, Muhammad SAW, dan suatu tanda akan kenabiannya, dan kedudukannya. Peristiwa ini juga menunjukkan kehormatan yang dikaruniakan pada masyarakatnya, dan bagaimana mereka dilindungi, yang membuat kaum Arab menyerah pada mereka, dan percaya pada kemuliaan dan keunggulan mereka, karena adanya perlindungan Allah atas diri mereka dan pembelaan-Nya pada mereka melawan plot dari Abrahah yang seakan-akan tak terkalahkan.
Demikian mengenai penciptaan Tubuh Suci Nabi Muhammad SAW. Semoga pancaran cahayanya terpancar kepada kita melalui kecintaan kita kepada beliau shallallãhu ‘alaihi wa sallam, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb