Sedemikian rupa Pemerintah Repubklik Rakyat Tiongkok berupaya menanamkan pengaruhnya dalam kebijakan perekonomian nasional Indonesia maupun dalam menguasai sektor energi di Indonesia, sehingga segala macam cara ditempuh.
Terbetik kabar, dua perusahaan negara Tiongkok yang bergerak dalam bidang energi, yaitu China Nuclear Power Operation Techology Corporation Ltd (CNPO) dan General Nuclear Power Corporation (CGN), beberapa waktu berselang telah memberi informasi yang salah kepada Pemerintah Indonesia mengenai adanya dampak buruk terhadap Lingkungan Hidup melalui penggunaan teknologi-teknologi nuklir buatan Rusia.
Jika informasi ini benar, maka tak pelak lagi pihak pemerintah Tiongkok telah memainkan isu dampak lingkungan hidup dengan dalih untuk mendukung gerakan peduli terhadap perlindungan lingkungan hidup. Nampaknya pemerintah Tiongkok meniru pola yang dimainkan Amerika Serikat dan sekutu-sekutu baratnya dalam memainkan isu demokrasi, hak-hak asasi manusia dan lingkungan hidup, sebagai sarana untuk menekan kebijakan luar negeri dan perekonomian negara-negara berkembang yang sedang jadi sasaran untuk dikuasai wilayah geopolitiknya.
Begitulah yang nampak jelas melalui manuver yang dilakukan oleh CNPO dan CGN dalam memainkan isu lingkungan hidup, untuk membendung kemungkinan kerjasama strategis antara Indonesia dan Rusia. Tujuan strategis dari manuver CNPO dan CGN ini nampak jelas. Bahwa melalui manuver tersebut, pihak Tiongkok berusaha untuk menunda program nuklir Indonesia, sehingga pada perkembangannya kemudian, menggunakan momentum ditundanya pelaksanaan program nukklir Indonesia, untuk memperkuat posisi strategis pasar dalam negeri Tiongkok sendiri di sektor teknologi nuklir, terkait posisi tawarnya terhadap pemerintah Indonesia.
Padahal kalau kita cermati dengan seksama kepentingan dan sepak-terjang Tiongkok dalam memainkan kepentingan ekonominya di Indonesia, terlihat sekali berakibat buruk dan punya daya rusak yang cukup tinggi. Lihat saja bagaimana dampak sepak-terjang Tiongkok ketika memaksakan program tenaga listrik sebesar 35 ribu mega watt. Bahkan termasuk juga dalam mempengaruhi program pembangunan infrastruktur maritim Indonesia dalam jangka panjang.
Namun demikian, terlepas reputasi buruknya sebagai mitra kerjasama dalam menerapkan kerjasama proyek-proyek teknologi nuklir, Beijing nampaknya tetap berupaya untuk menciptakan posisi dan kondisi yang menguntungkan dalam pasar dalam negeri teknologi nuklirnya, seraya berusaha memperluas ekspansi teknologi-teknologi nuklirnya di Indonesia.
Bagi pemerintah Indonesia dan Komisi VII bidang Energi DPR, manuver yang tidak fair dari pemerintah Tiongkok maupun kedua perusahaan andalannya yaitu CNPO dan CGN, perkembangan tersebut nampaknya harus diwaspadai dan mendapatkan perhatian yang cukup intensif. Sehingga Indonesia tidak akan masuk perangkap permainan Beijing.
Sebab berdasarkan beberapa kajian-kajian terkait kiprah Tiongkok dalam pengembagnan bidang teknologi nuklir di luar negeri, sama sekali tidak ada proyek teknologi nuklir yang bisa jadi catatan cemerlang reputasi cemerlang Tiongkok di sektor ini. Bahkan di dalam negeri Tiongkok sendiri, Pembangunan Pembangkit Tenaga Atom-nya praktis dilakukan dengan menggunakan teknologi-teknologi buatan Rusia.
Berdasarkan sekelumit cerita tersebut, nampak jelas Indonesia sedang dalam bahaya masuk dalam kendali pengaruh Tiongkok, bahkan berpotensi untuk disandera oleh Tiongkok. Apalagi dalam visi geopolitik Tiongkok, penguasaan beberapa kepulauan Indonesia merupakan bagian integral dari skema bantuan ekonomi Tiongkok terhadap Indonesia.
Keinginan Tiongkok untuk menguasai Bitung di Sulawesi Utara melalui skema bantuan pembangunan infrastruktur maritim Indonesia, atau bantuan Tiongkok untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda, sekadar dua contoh nyata adanya niat Tiongkok untuk menaklukkan wilayah geopolitik Indonesia melalui bantuan ekonomi.
Manuver Tiongkok untuk memperluas ekspansi tekonologi nuklirnya dengan mengaitkannya dalam penguasaan beberapa pulau di Indonesia, justru pada perkembangannya akan mengancam timbulnya kerusakan lingkungan hidup di bumi nusantara ini. Tidak saja dalam skala nasional, bahkan secara regional di kawasan Asia Tenggara.
Penulis : Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Indonesia (GFI)