بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Washshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
9. Nur Muhammad dalam Kitab ad-Diba’i
Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan tradisi pembacaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Salah satu kitab Maulid yang cukup sering dibaca adalah Maulid Diba’iy. Biasanya tradisi pembacaan kitab Maulid Diba’iy diistilahkan dengan Diba’an.
Kitab Maulid Diba’iy oleh mayoritas ulama’ diyakini sebagai karya seorang ulama besar dan merupakan ahli hadits (muhaddits), yaitu Imam Wajihuddin ‘Abdur Rahman bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf bin Ahmad bin ‘Umar ad-Diba`i asy-Syaibani al-Yamani az-Zabidiy asy-Syafi`iy.
Imam ad-Diba`iy dilahirkan pada hari kamis tanggal 4 Muharram tahun 866 H/1461 M di rumah orang tuanya di kota Zabid. Di akhir tahun kelahiran beliau, sang ayah pergi meninggalkan kota Zabid. Dan ad-Diba’i belum pernah melihat bagaimana rupa sang ayah.
Kitab Maulid Diba’iy adalah sebuah ringkasan yang terdapat dalam Kitab Mukhtashar fî Sirah an-Nabawiyyah yang ditulis oleh beliau. Dengan ukuran yang tidak terlalu besar dan tebal, Kitab tersebut membahas dan mengulik sedikit banyak Sirah Nabawiyyah atau sekelumit sejarah Nabi Muhammad SAW. Kandungan Kitab tersebut berisikan tentang bacaan Maulid ad-Dibã’iy dan penjabarannya dari beberapa kalam ulama yang ditulis pada footnote.
Secara gamblang, Kitab Maulid Diba’iy mengulas tentang penciptaan awal sebelum alam semesta ini diciptakan. Hal menarik yang ditulis dalam Kitab ad-Dibã’iy yakni sebuah dialog antara Allah dan Malaikat tentang penciptaan awal. Dialog tersebut terdapat pada kalimat:
فَسُبْحَانَهٗ وَتَعَالىٰ مِنْ مَلِكٍ أَوْجَدَ نُوْرَ نَبِيِّهٖ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نُوْرِهٖ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ اٰدَمَ مِنَ الطِّيْنِ اللَّازِبِ ۞ وَعَرَضَ فَخْرَهٗ عَلَى الْأَشْيَآءِ وَقَالَ هٰذَا سَيِّدُ الْأَنْبِيَآءِ وَأَجَلُّ الْأَصْفِيَآءِ وَأَكْرَمُ الْحَبَآئِبِ ۞ اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ ۞ قِيْلَ هُوَ اٰدَمُ، قَالَ اٰدَمُ بِهِ أُنِيْلُهُ أَعْلَى الْمَرَاتِبِ ۞ قِيْلَ هُوَ نُوْحٌ، قَالَ نُوْحٌ بِهِ يَنْجُوْ مِنَ الْغَرَقِ وَيَهْلِكُ مَنْ خَالَفَهُ مِنَ الْأَهْلِ وَالْأَقَارِبِ ۞ قِيْلَ هُوَ إِبْرَاهِيْمُ، قَالَ إِبْرَاهِيْمُ بِهِ تَقُوْمُ حُجَّتُهُ عَلَى عُبَّادِ اْلأَصْنَامِ وَالْكَوَاكِبِ ۞ قِيْلَ هُوَ مُوْسَى، قَالَ مُوْسَى أَخُوْهُ وَلَكِنْ هٰذَا حَبِيْبٌ وَمُوْسَى كَلِيْمٌ وَمُخَاطِبٌ ۞ قِيْلَ هُوَ عِيْسَى، قَالَ عِيْسَى يُبَشِّرُ بِهِ وَهُوَ بَيْنَ يَدَيْ نُبُوَّتِهِ كَالْحَاجِبْ ۞ قِيْلَ فَمَنْ هٰذَا الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ الَّذِيْ اَلْبَسْتَهُ حُلَّةَ الْوَقَارِ، وَتَوَّجْتَهُ بِتِيْجَانِ الْمَهَابَةِ وَالْإِفْتِخًارِ، وَنَشَرْتَ عَلَى رَأْسِهِ الْعَصَائِبْ؟ قَالَ هُوَ نَبِيُّ نِاسْتَخْرَجْتُهُ مِنْ لُؤَيِّ ابْنِ غَالِبْ، يَمُوْتُ أَبُوْهُ وَأُمُّهُ وَيْكْفُلُهُ جَدُّهُ ثُمَّ عَمُّهُ الشَّقِيْقُ أَبُوْ طَالِبْ ۞
Maha Suci dan Maha Luhur Allah, yang telah menciptakan cahaya Nabi-Nya, Muhammad SAW, dari cahaya-Nya sebelum menciptakan Adam dari tanah liat. Dan Allah menampakkan keagungan-Nya kepada semua, “Ini adalah pemimpin para nabi dan manusia pilihan yang paling agung serta kekasih yang paling mulia”. (Lalu pernyataan tersebut ditanyakan oleh Malaikat):
Malaikat: Apakah dia adalah Adam AS?
Allah: Bahkan dengan Nur itu, Adam Aku berikan derajat yang tinggi.
Malaikat: Apakah dia Nuh AS?
Allah: Bahkan dengan Nur itu, Nuh selamat dari tenggelam yang menghancurkan keluarga dan kerabat yang menentangnya.
Malaikat: Apakah dia Nur dari Ibrahim AS?
Allah: Bahkan dengan Nur itu, Ibrahim mampu membuktikan ajarannya di hadapan para penyembah berhala dan bintang-bintang.
Malaikat: Apakah dia Musa AS?
Allah: Bahkan Musa adalah saudara dari Nur ini, hanya saja Nur ini adalah kekasihKu, sedangkan Musa adalah orang yang Aku beri kemuliaan dengan kemampuan berbicara dan sebagai yang diajak berbicara.
Malaikat: Apakah dia Isa AS?
Allah: Bahkan Isa ini yang nantinya akan membawa kabar gembira tentang kelahiran dan kenabian Nur ini dalam jangka waktu yang dekat.
Malaikat: Lalu siapakah kekasih mulia yang telah Engkau hiasi dengan keagungan? Dan Engkau mahkotai dengan mahkota kebesaran dan kebanggaan? Serta Engkau kibarkan bendera-bendera di atas kepemimpinannya?
Lalu Allah menjawab: Dia adalah seorang Nabi yang Aku pilih dari keturunan Lu’ay bin Ghalib. Ayah dan ibunya wafat, lalu ia dipelihara kakeknya, kemudian dipelihara pamannya yang bernama Abu Thalib, saudara kandung ayahnya.
Berikut kami sertakan salinan lengkap terjemahan Kitab Maulid ad-Diba’ie. Silahkan didownload:
Download Kitab Maulid Ad-Diba’ie
10. Nur Muhammad dalam Kitab Sabîlul Iddikãr
Kitab Sabîlul Iddikãr wal-I’tibãr bimã yamurru bil-Insãn wa yanqadhî lahu minal A’mãr adalah karya Imam Syaikh al-Islam Quthb ad-Da’wah wal-Irsyad al-Habib Abdullah bin ‘Alawiy al-Haddad al-Hadhramiy asy-Syafi’ie.
Kitab tersebut cukup bernilai. Isinya membahas tentang fase atau umur kehidupan yang telah dan akan dilalui seorang manusia. Dimulai dari alam arwah, sejak penciptaan Nabi Adam AS, hingga berakhir pada fase kehidupan yang kekal abadi di Syurga atau di Neraka. (Semoga Allah menjadikan kita semua dan orangtua kita dari kalangan ahli syurga, bukan ahli neraka, ãmîn).
Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu oleh al-Habib Ahmad bin Semait RHM dengan jodol “Peringatan Tentang Umur Insan” dalam edisi Rumi dan Jawi. Juga diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh Dr. Mustafa al-Badawi (Murid dari Habib Ahmad Masyhur al-Haddad RHM) dengan judul “The Lives of Man“.
Sehubungan dengan Nur Muhammad SAW, pada halaman 17 Kitab ini menyebutkan:
وَرُوِيَ أَنَّ آدَمَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ كَانَ يَسْمَعُ تَسْبِيْحَ نُوْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَشِيْشًا فِي ظَهْرِهِ كَنَشِيْشِ الطَّائِرِ. فَلَمَّا حَمَلَتْ حَوَّاءُ بِشِيْثٍ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ اِنْتَقَلَ ذَلِكَ إِلَيْهَا، ثُمَّ إِلَى شِيْثٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ ثُمَّ لَمْ يَزَلْ يَنْتَقِلَ ذَلِكَ النُّوْرُ فِي الْأَصْلَابِ الطَّاهِرَةِ وَالْأَرْحَامِ الزَّاهِرَةِ، إِلَى أَنَّ خُرُوْجَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَيْنِ أَبَوَيْهِ الْكَرِيْمَيْنِ، لَمْ يُصِبْهُ شَيْءٌ مِنْ أَدْنَاسِ الْجَاهِلِيَّةِ وَأَقْذَارِهَا، وَقَدْ كَانَتْ لَهُمْ أَنْكِحَةً بَاطِلَةً، طَهَرَهُ اللهُ مِنْهَا صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِ كَمَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ : خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ .
Dan telah diriwayatkan, bahwa Nabi Adam AS pernah mendengar Nur Junjungan Rasulullah SAW bertasbih di tulang belakangnya (di sulbinya yakni ketika Nur Muhammad atau ruh Junjungan Nabi SAW berada dalam sulbi Nabi Adam AS) seperti bunyi kibasan burung. Maka tatkala Siti Hawa sedang mengandung puteranya Nabi Syits ‘alaihimas salãm, nur itu berpindah kepada Siti Hawa, kemudian kepada Nabi Syits AS pula. Kemudian berlanjut nur tersebut berpindah kepada sulbi-sulbi yang suci dan rahim-rahim yang bercahaya, sehingga lahirlah Junjungan Rasulullah SAW melalui (pernikahan) kedua ibu bapaknya yang mulia. Junjungan Rasulullah SAW tak pernah disentuh oleh kekotoran jahiliyyah dan kekejiannya, walaupun ketika itu berlaku pada kalangan mereka (yakni kalangan umat-umat terdahulu) pernikahan-pernikahan yang dianggap batil, Allah SWT telah mensucikan baginda SAW darinya, sebagaimana disabdakan oleh beliau SAW: “Aku dilahirkan melalui pernikahan dan bukan dari perzinahan.”
Selanjutnya, dalam Kitab tersebut, al-Habib Abdullah al-Haddad menyebutkan tentang tafsir QS. Asy-Syu’ara ayat 218-219 yang dikemukakan oleh Sayyidina Ibnu ‘Abbas radhiyallãhu ’anhumã:
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ ۞ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ ۞
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang). Dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud”. (QS. Asy-Syu’ara [26]: 218-219)
Sayyidina Ibnu ‘Abbas radhiyallãhu ’anhumã menafsirkan bahwa maksud ayat tersebut adalah berpindah-pindahnya (nur/ruh) Junjungan Nabi SAW dari sulbi seorang nabi kepada nabi yang lain seperti Nabi Ismail, Nabi Ibrahim, Nabi Nuh, Nabi Syits dan Nabi Adam ‘alaihimus salãm. Dalam hal ini (yakni berpindah-pindahnya nur/ruh Junjungan Nabi SAW dari sulbi seorang nabi kepada sulbi nabi yang lain) tidak ada khilaf padanya.
Berikut kami sertakan salinan Kitab Sabîl al-Iddikãr dalam format Bahasa Arab. Silahkan download:
Download Kitab Sabîl al-Iddikãr
Allãhumma shalli wa sallim ‘alã Nûril Anwãr.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.
____________
Source: Dari berbagai sumber