Home / Agama / Kajian / Nur Muhammad Dalam Kitab-Kitab Klasik (Bagian 4)

Nur Muhammad Dalam Kitab-Kitab Klasik (Bagian 4)

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Washshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.

7. Nur Muhammad dalam Kitab Simthud Durar

Simthud Durar atau disebut juga Maulid al-Habsyi karya Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi merupakan salah satu kitab maulid yang populer dibaca oleh umat Muslim di Indonesia. Kitab ini memuat shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, pujian terhadap sosok Nabi Muhammad SAW dan juga berisi sejarah Nabi Muhammad SAW serta doa.

Syair-syair yang digunakan Habib Ali dalam kitab Maulid Simthud Duror tersusun dengan indah dan mendalam namun dapat dengan mudah dimengerti pembacanya. Kitab ini dibuka dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai makhluk termulia, makhluk yang terindah dalam ucapannya dan terjujur.

Dalam pembukaan Simtud Duror, Habib Ali al-Habsyi juga menuliskan bahwa Allah mengutus makhluk-Nya yang paling mulia, hamba-Nya yang paling agung, yakni Nabi Muhammad SAW karena rahmat Allah SWT. Disebutkan bahwa pancaran kemuliaan Nabi Muhammad tersebar baik di alam nyata maupun gaib. Alam semesta menjadi harum karena kehadiran Rasulullah.

Nabi Muhammad adalah hamba yang Allah utus kepada penghuni seluruh alam untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan.Disebutkan juga bahwa silsilah Rasulullah adalah orang-orang mulia yang Allah berikan kesempurnaan nikmat.

Dalam Simthud Duror, Habib Ali Al Habsyi menuliskan gagasan di awal seperti pada syair Asyraqa al-kaunu ibtihãjan biwujûdi al-musthafã Ahmad yang langsung memberi gagasan utama bahwa alam semesta menyambut kelahiran Nabi Muhammad.

Secara garis besar, Simthud Duror ini terdiri dari beberapa bagian. Pertama menjelaskan bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW itu disambut alam semesta. Seluruh makhluk di alam semesta senang dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Kedua, dalam kitab Simthud Duror disebutkan bahwa nur Nabi Muhammad SAW adalah yang paling awal diciptakan Allah SWT sebelum segala sesuatu diciptakan. Dan alam semesta tercipta sejatinya karena adanya nur Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, dalam Kitab Simthud Duror disebutkan sebuah ajakan agar manusia menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan bahagia. Keempat, dalam Kitab Simthud Duror juga memuat doa dengan berkah kemuliaan Nabi Muhammad SAW agar segenap orang yang membacanya mendapat petunjuk dan kebahagiaan.

Dalam hal Nur Muhammad sebagai ciptaan awal, Habib Ali Al Habsyi dalam Kitab “Simthud Durar” menyebutkan sebagai berikut:

وَقَدْ بَلَغَنَا فِي الْأَحَادِيْثِ الْمَشْهُوْرَة ۞ أَنَّ اَوَّلَ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللهُ هُوَ النُّوْرُ الْمُوْدَعُ فِي هَذِهِ الصُّوْرَة ۞ فَنُوْرُ هَذَا الْحَبِيْبِ اَوَّلُ مَخْلُوْقٍ بَرَزَ فِي الْعَالَم ۞ وَمِنْهُ تَفَرَّعَ الْوُجُوْدُ خَلْقاً بَعْدَ خَلْقٍ فِيْمَا حَدَثَ وَمَا تَقَادَم ۞ وَقَدْ اَخْرَجَ عَبْدُالرَّزَّاقِ بِسَنَدِهِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِاللهِ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ – قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ بِاَبِي وَاُمِّي اَخْبِرْنِي عَنْ اَوَّلِ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللهُ قَبْلَ الْأَشْيَآء ۞ قَالَ يَا جَابِرُ إِنَّ اللهَ خَلَقَ قَبْلَ الْأَشْيَآءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ نُوْرِه ۞ وَقَدْ وَرَدَ مِنْ حَدِيْثِ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّهُ قَالَ ۞ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنْتُ اَوَّلَ النَّبِيِّيْنَ فِي الْخَلْقِ وَآخِرَهُمْ فِي الْبَعْثِ ۞

“Telah sampai kepada kami. Dalam hadits-hadits yang masyhur. Bahwa sesuatu yang mula pertama dicipta Allah. Ialah nur yang tersimpan dalam pribadi ini. Maka nur insan tercinta inilah. Makhluk pertama muncul di alam semesta. Darinya bercabang seluruh wujud ini. Ciptaan demi ciptaan. Yang baru datang ataupun yang sebelumnya. Sebagai mana di riwayatkan Abdurrazzaq. Dengan sanadnya yang sampai pada Jabir bin Abdullah Al- Anshari, semoga Allah meridhai keduanya. Bahwasanya ia pernah bertanya, “Demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah, Beri tahukanlah kepadaku tentang sesuatu. Yang diciptakan Allah sebelum segalanya yang lain. Jawab beliau, “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah, Telah menciptakan nur nabimu, Muhammad, dari nur-Nya. Sebelum sesuatu yang lain” . Dan telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Bahwasanya Nabi SAW telah bersabda, ‘Aku adalah yang pertama di aqtara para nabi dalam penciptaan. Namun yang terakhir dalam kerasulan…”.

Dalam fasal 5 Kitab Simthud Durar ini disebutkan bahwa sebelum menciptakan segala sesuatu, Allah SWT menciptakan Nur Muhammad Rasulullah SAW.  Dari Nur Muhammad tersebut, lalu Allah SWT menciptakan bumi, bulan, malaikat, surga dan lainnya.

Suatu ketika malaikat Jibril AS mendatangi Rasulullah SAW, kemudian Rasul bertanya kepada Jibril: “berapa umurmu, wahai Jibril?”

Jibril kemudian menunjuk pada sebuah bintang dan berkata: “tahukan engkau wahai Rasulullah bintang itu?”

Rasul berkata: “Mengapa dengan bintang itu wahai Jibril?”

Lalu Jibril berkata: “Bintang itu hanya dapat dilihat 70.000 tahun sekali dan aku sudah melihat bintang itu sebanyak 70.000 kali, maka itulah umurku wahai Rasulullah”

Kemudian Rasulullah SAW bertanya lagi kepada Jibril: “Tahukah engkau siapa/apa bintang itu?”

Lalu Jibril berkata: “Hanya Allah SWT dan Rasulnya yang tau.”

Rasul pun menjawab: “Ketahuilah, bahwa bintang itu adakah aku”.

Ketika Sayyidina Nabi Adam AS diciptakan sendirian di surga hingga beliau meminta teman, maka datanglah Ibunda Siti Hawa dan dinikahkan dengan mahar apa? Yaitu dengan membaca membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

8. Nur Muhammad dalam Kitab Barzanji

Kitab Qashidah Barzanji mengandung konsep yang kemudian dikenal dengan istilah Nur Muhammad. Kitab karya As-Sayyid Ja‘far yang kerap dibaca masyarakat Muslim di pelbagai belahan dunia ketika peringatan maulid berjudul lengkap “‘Aqdu al-jauhar fî maulid al-nabiyyi al-azhar“.

Salah satu kalimat dalam Kitab ini yang mengundang diskusi panjang hingga saat ini yaitu; “Ushalli wa usallimu ‘alan nûril maushûfi bit-taqaddumi wal-awwaliyyah”, artinya; “Aku bershalawat dan bersalam untuk cahaya yang bersifat terdahulu dan awal” . Kalimat tersebut yang kemudian dikenal dengan Konsep Nur Muhammad.

Konsep Nur Muhammad ini kerap memicu polemik di tengah umat Islam. Sebagian orang menolaknya karena konsep ini bertentangan dengan konsep penciptaan manusia dalam Al-Qur’an. Sebagian orang lainnya menolak karena konsep terpengaruh oleh doktrin salah satu sekte dalam Islam, yaitu Syiah.

Adapun sebagian kelompok lainnya menolak karena konsep ini membuka lebar pemikiran yang ditengarai oleh kosmologi sufisme yang dianggap berlebihan dan melewati batas. Sebagian orang Islam lainnya menolak konsep Nur Muhammad ini karena membuka jalan pada paham wahdatul wujud. Paham sufisme yang berkembang di Nusantara menyebutnya kurang lebih martabat lima atau martabat tujuh. Sedangkan sebagian orang menolak pijakan konsep Nur Muhammad ini melalui kritik hadits.

Berikut ini kami kutip bagian dari qashidah tersebut yang menyebut konsep Nur Muhammad dan terjemahannya secara harfiah.

أُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى النُّوْرِ الْمَوْصُوْفِ بِالتَّقَدُّمِ وَالْأَوَّلِيَّةِ

“Aku bershalawat dan bersalam untuk cahaya yang bersifat terdahulu dan awal” (Lihat As-Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, Qashîdah Al-Barzanji pada Hamisy Madãrijus Shu‘ûd ilã Iktisã’il Burûd, [Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 4).

Di tengah pelbagai polemik perihal konsep Nur Muhammad itu, Syekh Muhammad Nawawi Banten, ulama Nusantara yang otoritas keilmuannya teruji dan diakui oleh ulama di Timur Tengah di zamannya, menjelaskan konsep tersebut dari sudut pandang aqidah Ahlusunnah wal Jamaah.

Menurutnya, konsep Nur Muhammad tidak sulit untuk dipahami dan tidak perlu dibikin ruwet. Status Nur Muhammad bukan qadim sebagaimana keqadiman sifat Allah. Nur Muhammad adalah makhluk yang pertama kali Allah ciptakan sebelum Dia menciptakan makhluk lainnya.

Syekh Nawawi al-Bantani dalam Kitabnya, Hamisy Madãrijus Shu‘ûd ilã Iktisã’il Burûd, menjelaskan:

قوله (أصلي) أي أطلب صلاة الله أي رحمته (وأسلم) أي أطلب سلام الله أي تحيته (على) صاحب (النور الموصوف بالتقدم) على كل مخلوق (والأوليه) أي كونه أولا بالنسبة لسائر المخلوقات

“Ucapan (Aku bershalawat) artinya adalah aku memohon shalawatullah, yaitu rahmat Allah, (dan aku bersalam) adalah aku memohon salam Allah yaitu penghormatan-Nya (untuk) yang empunya (cahaya yang bersifat terdahulu) sebelum segala makhluk (dan awal) yang entitasnya lebih awal dalam kaitannya dengan semua makhluk,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Madãrijus Shu‘ûd ilã Iktisã’il Burûd, [Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 4).

Dengan keterangan Syekh Nawawi Banten ini, kepercayaan kelompok Ahlus Sunnah wal-Jama’ah tidak menjadi cacat, ternoda, terkontaminasi, tersesat, atau bergeser dari aqidah ahlussunnah hanya karena mempercayai konsep Nur Muhammad.

Kepercayaan kelompokAhlus Sunnah wal-Jama’ah atas konsep Nur Muhammad tidak kemudian membuat mereka terjatuh pada lubang tasybîh (imanensi) yang menyerupakan hingga kemudian menyatukan Allah dan Nur Muhammad. Dengan pengertian yang disampaikan Syekh Nawawi Banten, kelompok Ahlus Sunnah wal-Jama’ah yang kerap membaca Qashidah Barzanji tetap konsisten pada logika tanzîh (transendental) yang membedakan zat Allah dan Nur Muhammad.

Entitas Nur Muhammad sendiri sebagai makhluk pertama Allah merupakan sebuah anugerah luar biasa dari Allah yang dapat Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Keberadaan Nur Muhammad merupakan hak prerogatif Allah tanpa intervensi dan pengaruh siapa dan apa pun.

Syekh Nawawi Banten juga membawa hadits riwayat Jabir yang menjadi salah satu dasar konsep Nur Muhammad di samping beberapa riwayat hadits lainnya.

كما في حديث جابر أنه سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أول ما خلقه الله تعالى قال إن الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذلك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا إنس ولا جن ولا أرض ولا سماء ولا شمس ولا قمر وعلى هذا فالنور جوهر لا عرض

“Sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat sahabat Jabir RA bahwa ketika ditanya perihal makhluk pertama yang diciptakan Allah, Rasulullah SAW menjawab, ‘Sungguh, Allah menciptakan nur nabimu sebelum segala sesuatu.’ Allah menjadikan nur itu beredar dengan kuasa Allah sesuai kehendak-Nya. Saat itu belum ada lauh, qalam, surga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari, dan bulan. Atas dasar ini, nur itu adalah substansi, bukan aksiden,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Madãrijus Shu‘ûd ilã Iktisã’il Burûd, [Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 4).

Riwayat lain yang mengungkapkan Nur Muhammad antara lain adalah hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Maysarah RA yang bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan kau menjadi nabi?” “Saat Adam AS di antara roh dan jasad,” jawab Rasulullah SAW. (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Targhibul Musytaqin li Bayani Manzhumatis Sayyid Al-Barzanji Zainil Abidin fi Maulidi Sayyidil Awwalin wal Akhirin SAW, [Surabaya, Al-Hidayah: tanpa catatan tahun], halaman 6).

Adapun pemaknaan sebagian orang Islam atas konsep Nur Muhammad dengan sudut pandang atau syak wasangkanya sendiri dan dibuat ruwet sendiri lalu kemudian menghakimi konsep tersebut sebagai sebuah penyimpangan atau kesesatan adalah sebuah keniscayaan.

Yang diperlukan dalam perbedaan tafsir atau pemaknaan atas konsep Nur Muhammad ini adalah sikap saling menghargai satu sama lain dan tidak memaksakan tafsirnya atas pihak lain karena hanya akan memicu polemik dan debat kusir tidak berkesudahan.

Allãhumma shalli wa sallim ‘alã Nûril Anwãr.

Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.

____________

Source: Dari berbagai sumber

About byHaqq (Admin)

Pena adalah senjata yang lebih halus dari atom. Kadangkala terhempas angin, terbuang seperti sampah. Kadangkala terkumpul ambisi, tergali seperti ideologi. Manfaat dan mudharat pena adalah maqamatmu...

Check Also

Makna Bashirah dan Tingkatannya

“Syaikh Ahmad ibn ‘Athaillah Assakandary dalam al-Hikamnya membagi bashîrah dalam tiga tingkatan; Syu’ãul bashîrah, ‘Ainul bashîrah ...