بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Washshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
5. Nur Muhammad dalam Kitab Daqãiqul Akhbãr
Kitab klasik Daqãiqul Akhbãr disusun oleh Syekh Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi. Kitab tersebut merupakan kolaborasi dari kitab Insan Kamil al-Jilli, yang mengelaborasi jalur keilmuannya melalui Ibnu al-Arabi.
Dalam pembacaannya, kitab ini membahas mengenai esoterisme Islam yang dikaji di beberapa pesantren di Jawa yang berafiliasi dengan tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Kitab serupa misalnya, Syamsul Ma’arif, Sirrul Asrar, Dalailul Khairat, Minhajul Abidin, dan lebih banyak lagi yang kesemuanya itu mewacanakan idealisasi pribadi Nabi sebagai insan Kamil.
Ibnul Arabi sendiri meniru cara berpikir filsafat neoplatonus di dunia Barat dan cara berfikir al-Farabi di Arab dalam mengembangkan kajian tasawufnya, sehingga pengaruhnya begitu luas dalam dunia Islam dan yang bisa menandinginya adalah Imam al-Ghazali.
Nur Muhammad dalam kitab Daqãiqul Akhbãr dibahas pada bab pertama. Ada 3 hal yang dapat dipetik dari pembahasan bab pertama ini, yaitu bahwa Nur Muhammad merupakan sebab awal atau asal muasal dari terciptanya langit dan bumi dan semua yang ada di alam ini.
Dijelaskan dalam Kitab tersebut bahwa Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi berkata:
في خلق روح الأعظم وهو نور سيدنا ونبينا محمد عليه الصلاة والسلام، قد جاء فى الخبر انّ الله تعالى خلق شجرة و لها اربعة اغصان فسمّاها شجرة اليقين، ثم خلق نور محمد صلعم فى حجاب من درّة بيضاء مثله كمثل الطاووس ووضعه على تلك الشجرة، فسبّح عليها مقدار سبعين الف سنة . ثم خلق مرءات الحياء … الخ
Ruhul A’dzam (ruh yang agung) adalah Nur Nabi Muhammad SAW. Diriwayatkan dalam suatu khabar: Sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan sebuah pohon yang memiliki 4 (empat) cabang. Pohon tersebut dinamakan شجرة اليقين (pohon yakin). Setelah itu, Allah SWT menciptakan Nur Muhammad SAW pada tempat yang terbuat dari mutiara yang berwarna putih dan berbentuk menyerupai الطاوس (burung merak), kemudian burung merak tersebut ditempatkan di pohon yaqin dan bertasbih selama 70.000 tahun.
Kemudian Allah menciptakan مرأة الحياة (cermin kehidupan) dan diletakkan di hadapan الطاوس (burung merak) tersebut. Ketika burung merak menghadap ke cermin, terlihatlah wajahnya yang sangat elok, kemudian merasa malu kepada Allah SWT, sehingga meneteslah keringatnya sampai enam tetesan.
Oleh Allah SWT keenam tetesan tersebut akan dijadikan sebagai berikut: 1) Abu Bakar Ash-shiddiq, 2) Umar bin Khattab, 3) Utsman bin Affan, 4) Ali bin Abi Thalib, 5) Diciptakan bunga mawar, 6) Diciptakan padi……….dan seterusnya.
Pada paragraf terakhir dijelaskan bahwa nama Ahmad dan Muhammad memiliki makna tersendiri. Nama Ahmad dikaitkan dengan perintah shalat. Karena Allah SWT memerintahkan shalat seperti gambar dalam tulisan AHMAD (أحمد), yakni; berdiri seperi huruf alif, ruku’ seperti huruf ha’, sujud seperti huruf mim dan duduk seperti huruf dal.
Sementara nama Muhammad dikaitkan dengan bentuk tubuh manusia menyerupai tulisan MUHAMMAD “محمد” (coba imajinasikan tulisan tersebut secara vertikal) yakni; kepala berbentuk bulat, seperti huruf mim yang pertama, badan seperti huruf ha’, perut seperti huruf mim yang kedua dan kedua kaki, seperti huruf dal.
6. Nur Muhammad dalam Kitab Sirr al-Asrãr
Kitab Sirr al-Asrãr ditulis oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Judul panjang Kitab tersebut adalah Sirr al-asrãr wa madzhar al-anwãr fî mã yahtãj Ilaih al-abrãr (rahasia dari segala rahasia dan tempat memancarnya segala cahaya yang kandungannya dibutuhkan oleh orang-orang bijak). Kitab tersebut biasa disebut sebagai Sirr al-Asrãr saja.
Sirr al-Asrãr, yang arti harfiahnya rahasianya rahasia, mengungkap informasi yang paling tidak diketahui manusia di muka bumi ini. Sebenarnya frasa ini lebih tepat dimaknai sebagai rahasia dari segala rahasia kehidupan, yang oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani secara spesifik mengarah pada asal mula penciptaan manusia dan alam semesta, serta hakikat keduanya.
Hakikat manusia dijelaskan dengan detail dari segi fisik dan spiritual, serta hal ihwalnya. Ada tiga hal tentang manusia yang menjadi pusat kajian, yaitu dari mana berasal, di mana dan bagaimana kini, serta kemana akan berpulang.
Tentang asal mula kehidupan manusia di sini, tentu saja hal-hal yang dijelaskan di sini berdasarkan dalil-dalil dogmatis, tidak menyangkut teori sains, misalnya evolusi. Dari awal, kitab Sirr al-Asrãr langsung menukik ke awal mula penciptaan di alam akhirat, meliputi siapakah manusia, apakah alam semesta, dan bagaimana itu semua diciptakan?
Tentang keberadaan manusia di bumi, ia bukanlah produk evolusi. Manusia diciptakan spesial dengan kemampuan berpikir, berperasaan, dan mentransformasikan hal itu kepada manusia lainnya, sebuah ciri khas yang berbeda dari makhluk-makhluk hasil evolusi. Sebuah hadits qudsi dari Abu Dawud, Rasulullah bersabda:
أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللّٰهُ رُوحِي، أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللّٰهُ نُورِي، أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللّٰهُ القَلَمَ، أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللّٰهُ العَقْلَ،
“Dan yang pertama Allah ciptakan adalah ruhku, dan yang pertama Allah ciptakan adalah cahayaku, dan yang pertama Allah ciptakan adalah pena, dan yang pertama Allah ciptakan adalah akal”.
Berkaitan dengan hadits tersebut, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan bahwa:
والمراد منهم شيء واحد وهو الحقيقة المحمدية، لكن سمي نورا لكونه صافيا عن الظلمانية الجلالية كما قال اللّٰهُ تعالى « قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللّٰهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ ۞ »
Maksud dari semua itu adalah satu, yakni al-haqiqatu al-muhammadiyyah, tetapi ia disebut Nur karena kemurniannya dari kegelapan mutlak, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan”. (QS. Al-Maidah [5]: 15)
Ini berarti bahwa ruh, ilmu, dan akal adalah unsur inheren yang sudah built in ketika manusia diciptakan. Pada bab pertama kitab Sirr al-Asrãr ini, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menegaskan, alam semesta berawal dari sebuah substansi yang bernama Nur Muhammad. Ini adalah ruh Nabi Muhammad SAW yang tercipta dari pancaran keindahan cahaya Ilahi.
Dalam hadits qudsi disebutkan: Allah SWT berfirman:
خَلَقْتُ مُحَمَّدًا أَوَّلًا مِنْ نُوْرِ وَجْهِيْ ۞
Khalaqtu muhammadan awwalan min nûri wajhî.
“Aku menciptakan Muhammad pertama kali dari cahaya wajah-Ku”.
Allah menciptakan Nur Muhammad 2.000 tahun sebelum menciptakan Nabi Adam, dan penciptaan itu menjadi alasan Allah menciptakan alam semesta ini. Ketika Nabi Adam dinikahkan dengan ibunda Hawa di alam Surga, ia diperintahkan oleh Allah membacakan salawat kepada Nabi Muhammad saw sebagai mahar.
Perihal Nur Muhammad ini menjadi realitas spiritual yang telah dipahami dengan baik oleh orang-orang sufi dan diistilahkan sebagai al-haqiqah al-muhammadiyah. Pemahaman ini diturunkan dalam rasa, yang dilatih dengan ritual-ritual tasawuf, yang dikenal dengan tarikat. Tujuannya agar mencapai tingkat ma’rifatullah, sehingga semua amal hanya dilandasi ketaatan kepada Allah.
Setelah Nur Muhammad berusia 4.000 tahun, Allah menciptakan ‘arasy dari inti cahaya Muhammad. Dari inti cahaya ini pula Allah menciptakan semua entitas lain di bumi. Nur Muhammad ini menjadi bibit dari semua ruh manusia yang kemudian disemayamkan alam lahut dalam bentuk terbaik dan hakiki. Setelahnya ruh-ruh itu dimasukkan ke dalam jasad manusia satu per satu yang dilahirkan oleh rahim wanita-wanita di dunia.
Sejak diciptakan, ruh manusia mengalami proses yang berjenjang-jenjang dan menjalani interaksi dengan Tuhan dan antar ruh itu sendiri. Semua ruh yang turun ke dunia sebelumnya telah mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam. Kemudian sebelum dipaketkan dengan jasad manusia, ruh itu mengalami semacam distraksi menjadi empat layer. Ruh al-Qudsi adalah ruh asli di alam laut yang kemudian menjadi ruh utama manusia yang nanti akan kembali kepada Allah SWT. Yang kedua Ruh Sulthoni, adalah ruh yang memiliki lapisan cahaya di alam jabarut dan ditempatkan di mata hati manusia. Yang ketiga ruh Rawani, yaitu ruh yang memiliki lapisan cahaya di alam malakut. Berikutnya adalah ruh Jismani, adalah ruh yang memiliki lapisan cahaya di alam mulki atau alam terendah bagi ruh, yang kemudian ditempatkan di dalam jasad antara daging dan darah.
Pada bagian lain kitab ini menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran Islam, seperti salat, puasa, zakat, dan haji, berdasarkan sudut pandang sufistik (tasawuf). Terdapat 24 bab yang didasarkan pada 24 huruf dalam kalimat syahadat.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani dikenal sebagai sulthanul aulia atau pemimpin para wali, karena menjadi tempat berguru para alim pada masanya. Ilmu-ilmu itu diabadikan dalam kitab-kitab karyanya yang terkenal, di antaranya Al-Ghunyah li Thãlibi Tharîq al-Haqq, Al-Fath al-Rabbãniy wa al-Faydh al-Rahmãni, Futûh al-Ghayb, dan kitab Sirr al-Asrãr. Syekh Abdul Qadir lahir pada 30 Oktober 1077, di Iran dan meninggal 21 Februari 1166, di Bagdad, Irak. Dalam dunia tarekat, beliau dikenal sebagai pendiri tarikat Qadiriyah.
Kembali ke soal penciptaan, manusia itu merupakan penyatuan ruh dan jasad. Tetapi yang menjadi identitas abadi manusia adalah ruhnya. Jasad cenderung tertarik kepada hal-hal materialistik, cinta dunia, egois, malas ibadah, dan tidak suka ilmu. Sementara ruh cenderung sebaliknya, sehingga ruh akan tersiksa dalam jasad yang selalu membawanya kepada jauh dari Allah.
Di dunia ini manusia mempunyai ciri-ciri fisik yang hampir sama. Tetapi jiwanya berbeda-beda, bahkan jauh berbeda. Setiap kenaikan derajat spiritual memerlukan latihan, dan itu memerlukan tafakur. Tafakur ini merupakan dasar ajaran Islam yang pertama. Yang kedua adalah tobat. Hal ini berfungsi untuk mennyucikan diri agar batin mudah dilatih mencapai derajat lebih tinggi.
Tentang zakat dan sedekah, Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan, semua zakat akan melalui tangan Allah sebelum sampai kepada kaum fakir. Tujuan zakat sejatinya adalah mencapai keridhaan Allah dengan menjalankan perintah-Nya. Tentang nasib kaum miskin, sebenarnya itu sudah dijamin Allah sendiri.
Firman Allah SWT,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللّٰهَ بِهِ عَلِيمٌ ۞
”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan, apa saja yang kamu nafkahkan. Maka, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali ‘Imran [3]: 92).
Setiap amal ibadah memiliki dimensi lahir dan batin atau syar’i dan hakiki. Puasa lahir dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa batin dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat, dengan menjaga semua indra dan pikiran dari segala yang diharamkan. Inilah puasa yang sejati.
Allãhumma shalli wa sallim ‘alã Nûril Anwãr.
Wallãhu A’lamu bish-Shawãb.
____________
Source: Dari berbagai sumber