Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Saudaraku yang dikasihi Allah SWT, air adalah salah satu makhluk-Nya yang paling banyak membawa manfaat bagi makhluk lain.
Siklus air adalah simbol kesabaran atas konsensus alam. Air tidak pernah mengeluh ketika dipanaskan ataupun didinginkan. Bahkan dengan dua kondisi itu ia bisa memberikan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkannya, dan salah satu sifatnya adalah selalu mengikuti wadah yang ditempatinya.
Saudaraku, melalui air Allah mengajarkan kita tentang konsistensi (istiqâmah), keseimbangan (wasath), dan kesabaran. Juga, dalam wajah tenang dan santunnya, ada banyak energi potensial yang bersemayam dalam air.
Air adalah sumber kehidupan bagi makhluk. Tanpa air, kita tak akan mampu hidup. Allah juga telah menetapkan air sebagai sebab kehidupan. Sebagaimana firman-Nya:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ ۞
“…dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?”. (QS. Al-Anbiya [21]: 30).
Begitu indah dan bermakna ciptaan Allah itu. Makhluk Allah di alam, mengajarkan kita banyak hal tentang makna kehidupan. Melihat alam, men-tadabburi keindahannya, yang kemudian melahirkan kekaguman berbasis ‘ubûdiyyah kepada Penciptanya.
Tadabbur adalah amalan orang-orang spesial di kalangan hamba-hamba Allah. Bentuk amalan tersebut dinamakan tafakkur. Salah satu amalan hati yang teragung.
Air merupakan nikmat yang tiada ternilai. Proses sebuah air hingga bisa dinikmati oleh manusia sering digambarkan oleh Allah Ta’ala. dalam ayat-Nya dengan skema yang tidak main-main. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ ۞ أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ ۞ لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ ۞
“Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (QS. Al-Wâqi’ah [56]: 68-70)
Air akan membasahi negeri yang kering nan tandus. Kemudian Allah kumpulkan debit air dalam sebuah wadah terbang-bergerak bernama awan. Lalu awan tersebut ditiup dan digiring menuju negeri yang Allah kehendaki. Maka atas izin-Nya, hujan pun turun membawa ribuan ton debit air.
Air hujan itu membasahi bumi. Lalu setelah itu, manusia menggunakannya untuk minum, mencuci, mandi, masak dan lain-lain. Duh, andai saja manusia menyadari proses ini, pasti mereka mewajibkan dirinya untuk bersyukur.
Dari air kita belajar ilmu tafakkur. Sebab dengan tafakkur dapat menumbuhkan rasa cinta pada al-Khȃliq. Itu sebabnya, yang mengamalkan tafakkur ini, akan banyak mengingat dan menyebut nama Allah dalam kesendirian, maupun di kala ramai. Karena dia mencintai-Nya.
Allah Ta’ala dalam beberapa firman-Nya juga mendorong manusia untuk melakukan ibadah tafakkur ini. Misalnya, kita seringkali menemukan penggalan ayat yang berbunyi:
أَفَلاَ تَتَفَكَّرُوْنَ ۞
“Maka Apakah kamu tidak merenung?” (QS. Al An’am [6]: 50).
Juga dalam penggalan ayat yang berbunyi:
لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ ۞
“Supaya kamu berfikir (tafakkur)“. (QS. Al-Baqarah [2]: 219).
Tafakkur juga melahirkan rasa takut (al-khasyyah) kepada Sang Pencipta, yang terwujud dalam munajat penuh harapan akan keselamatan dan perlindungan dari-Nya.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّٰهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ۞
“(yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka (ber-tafakkur) memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Al-Imran [3]: 191).
Sufyan bin Uyainah rahimahullâh berkata:
التَّفَكُّرُ مِفْتَاحُ الرَّحْمَةِ أَلَا تَرَى أَنَّ الْمَرْءَ يَتَفَكَّرُ فَيَتُوْبُ
“Perenungan (tafakkur) adalah kunci turunnya rahmat. Tidakkah Anda perhatikan ketika seseorang merenung lalu (sesudah itu) bertaubat”. (Hilyatul Auliya’/7,305 cet. Darul Kutub Al-Ilmiah, Beirut).
Di antara bentuk pelajaran dari air adalah filosofi kepemimpinan. Air mengajarkan kepada kita sebuah filosofi kepemimpinan yang perlu kita teladani, diantaranya:
Pertama, air selalu mengalir ke bawah.
Seorang pemimpin perlu untuk merawat orang-orang yang berada di bawah kepimpinannya. Pemimpin tidak boleh menjabat semata demi menjilat kekuasaan yang ada.
Ia memberikan dirinya untuk perkembangan orang-orang yang berada di bawah pimpinannya.
Kedua, air tidak pernah memaksa, melainkan mengikis pelan-pelan, supaya terbuka jalan.
Seorang pemimpin perlu sadar, bahwa perubahan adalah sebuah proses. Ia tidak boleh dilakukan terburu-buru, tanpa perencanaan yang matang.
Ketiga, air juga selalu mencari celah untuk bergerak, bahkan ketika celah itu tidak ada. Ini melambangkan sikap pantang menyerah.
Seorang pemimpin harus mencari cara baru, ketika cara lama tak lagi cocok dengan keadaan. Ia tidak boleh menyerah, hanya karena keterbatasan keadaan.
Keempat, air siap menampung segalanya. Segala kotoran, racun, sampah dan apapun akan diterimanya, dan akan diolah menjadi lebih baik. Laut adalah contoh nyata untuk hal ini.
Kelima, siapa bilang air itu lemah? Saudaraku, air bisa menghancurkan karang dan membuat lubang pada batu. Ini adalah simbol kekuatan, kegigihan dan kesabaran.
Walaupun untuk bisa menghancurkan karang dan membuat lubang pada batu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, tetapi air akan berusaha dan terus berusaha untuk melakukannya. Tidak akan pernah mudah menyerah.
Mulai saat, ini belajarlah memaknai hidup dari setetes air. Seperti kata seorang pepatah;
“hidup harus mengikuti arus, tetapi tidak boleh terbawa arus”.
Wallâhu A’lam.
Dikutip dari artikel yang ditulis oleh Ustadz Abu Ruwaifi’ Saryanto, S.Pd.I.
Source: Bimbinganislam.Com