“Di dalam ajaran Tarekat sudah sangat bisa dimaklumi dan difahami seandainya seorang Mursyid pendahulu yang telah wafat mengajarkan ilmunya pada siapapun yang dikehendaki Allah”.
Oleh: Rd. Mahmud Sirnadirasa*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillâhirrahmânirrahîm
Wasshalâtu wassalâmu ‘alâ Muhammadin wa âlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inâyatil ‘âmmati wal-hidâyatit tâmmah, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, âmîn yâ Rabbal ‘âlamîn“.
Ada sebuah kisah nyata di dalam Sanad Silsilah Tarekat kami dimana Mursyid kami yang mulia Syaikhuna Yazid Al Bisthami menerima baiat wa talqin untuk meneruskan ajaran tarekat dan menjadi Mursyid penerus dari Maulana Imam Ja’far Shodiq cucu keturunan Rasulullah walaupun mereka hidup tidaklah sezaman.
Syekh Abu Yazid al- Busthami (w. 264 H./877 M.) adalah salah satu penerus tarekat Imam Ja’far ash-Shodiq yang dipercayai telah menerima ijazah secara barzakhi yaitu menerima ajaran tanpa kedua fisik para imam tersebut bertemu karena hidup pada zaman yang berbeda.
Syekh Yazid Al-Bisthami mendapatkan sanad silsilah keilmuan tarekat dari dua jalur tarekat yaitu dari Sayyiduna Abu Bakar RA sahabat Rasulullah yang selanjutnya disebut sebagai Tarekat Naqsyabandiyah kemudian beliau juga menerima bai’at wa talqin dari Sayyidina Ali, RA yang di masa selanjutnya disebut dengan Tarekat Syatthariyah.
Mengapa Gus Mukhlason Rasyid merahasiakan “Sanad Silsilah” Keilmuan Tarekatnya? Inilah jawaban beliau yang tertuang dalam kanal youtubenya:
Saudaraku, Gus Mukhlason Rasyid menolak untuk membuka sanad silsilahnya kemungkinan karena beliau menerima Ijãzah Ghaibiyyah dari Mursyid pendahulunya sehingga tidaklah mungkin untuk membuka Sanad Silsilah Tarekatnya kepada khalayak ramai. Hal itu adalah biasa terjadi di dalam ilmu Tarekat. Atau mungkin saja beliau merahasiakan Sanad Silsilahnya dikarenakan di dalamnya terdapat nama Mursyid yang sangat mulia sehingga dikhawatirkan dianggap menyombongkan diri. Sebaiknya kita berbaik sangka kepada beliau.
Ijazah ghaibiyyah ini biasanya hanya terjadi bagi orang yang berderajat Khushûshil khushûsh (Khawãshil khawãsh) dan jarang sekali diterima oleh orang awam. Derajat Khushûshil khushûsh ini diantaranya adalah Mursyid dalam sebuah tarekat. Setelah melampaui berbagai syarat, sang Mursyid dapat menentukan apakah ijazah ini berlaku untuk dirinya sendiri atau bisa dikeluarkan kepada muridnya atau mungkin dimaklumatkan kepada umat untuk sebuah kemaslahatan.
Ijazah ini menjadi bukti akan keramatnya seseorang dan memiliki maqam qurbah kepada Allah Ta’ala. Namun pada beberapa kasus, ada juga orang-orang tertentu yang mendapatkan Ijãzah Ghaibiyah. Jika ada seseorang yang mendapatkan Ijãzah Ghaibiyah, sebaiknya dikonsultasikan kepada orang yang mengerti (Mursyid).
Biasanya, Ijãzah Ghaibiyah ini akan membawa kebaikan bagi si penerima, baik urusan dunia maupun akhiratnya. Ia akan mengalami perubahan kepribadian yang signifikan ke arah yang lebih baik. Bathinnya lebih dikuatkan oleh Allah SWT untuk lebih cenderung pada kebaikan dan kemaslahatan.
Pengajaran secara ghaib di dalam ajaran Tarekat itu hal biasa, karena pengetahuan tentang Allah tidaklah akan terhijab ketika Dia Yang Maha Dzahir ingin menampakkan diriNya kepada orang tertentu.
Gus Mukhlason telah mengungkapkan Hikmah dari Mursyid kami yang agung, Syekh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandari yang telah berkalam:
اَلْحَقُّ لَيْسَ بِمَحْجُوْبٍ وَإِنَّمَا الْمَحْجُوْبُ أَنْتَ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِ إِذْ لَوْ حَجَبَهُ شَيْءٌ لَسَتَرَهُ مَا حَجَبَهُ وَلَوْ كَانَ لَهُ سَاتِرٌ لَكَانَ لِوُجُوْدِهِ حَاصِرٌ وَكُلُّ حَاصِرٍ لِشَيْءٍ فَهُوَ لَهُ قَاهِرٌ : « وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ ۞ »
“Yang Maha Ḥaqq (Allah) tidaklah terhijab. Yang terhijab adalah pandanganmu sehingga kau tak bisa melihat-Nya, karena jika Dia dikatakan terhijab, itu artinya, sesuatu menutupi-Nya. Jika Dia tertutupi sesuatu, itu artinya, wujud-Nya terbatas. Segala sesuatu yang terbatas adalah lemah, padahal “Dia adalah Maha Kuasa (qāhir) atas segala sesuatu. (al-An‘ām [6]: 18).”
Terhijab bukanlah sifat Allah SWT Yang memiliki sifat terhijab hanyalah dirimu sendiri. Jika kau ingin sampai kepada-Nya, kau harus mencari dan mengobati semua kekuranganmu, niscaya kau akan sampai kepada-Nya dan melihat-Nya dengan mata batinmu.
Hikmah di atas menepis anggapan yang menyatakan bahwa tidak mustahil Allah terhalang oleh hijab karena hijab biasa digunakan oleh para pembesar atau raja untuk memperlihatkan keagungan dan kemuliaannya. Jawaban terhadap anggapan ini adalah, sekiranya Allah terhijab oleh sesuatu, seperti halnya para pembesar dan raja, niscaya Allah terkurung di dalam hijab itu, terpenjara dan terbatas ruang geraknya. Tentu hal itu tidak mungkin terjadi pada Allah SWT, berdasarkan firman-Nya: “Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hambaNya dan Dialah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.” (al-An‘ām [6]: 18).
Pentingnya memetik ilmu dari Mursyid yang memiliki “Sanad Silsilah” adalah suatu kewajiban di dalam hal menjalankan Tarekat Tasawuf, sebagaimana pernah diposting di website ini dengan judul: “Pentingnya Ijazah dalam Ilmu Hikmah dan Tarekat”.
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita semua untuk lebih mengenalNya, lebih bisa merasakan kebersamaan dengan Nya sehingga tercapailah kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Ãmîn yâ Rabbal ‘âlamîn.
___________
* Pembina Pasulukan Loka Gandasasmita