“Rasullullah SAW makan sendirian di antara para sahabatnya, hingga para sahabatnya merasa heran”
Oleh: Admin*
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Saudaraku yang dirahmati Allah SWT. Betapa agungnya akhlaq Rasulullah SAW, sehingga beliau rela melahap habis sekantong buah anggur sendirian di depan para sahabatnya hingga para sahabatnya merasa heran. Berikut kisahnya.
Pada suatu siang yang terik, seorang petani miskin menghampiri Nabi Muhammad SAW. Waktu itu, Rasulullah SAW sedang duduk-duduk bersama beberapa sahabatnya. Mereka berteduh di bawah rindang pohon kurma.
Begitu melihat seseorang mendekat, Nabi SAW berdiri dari tempatnya. Dengan ramah, beliau menjawab salam lelaki tersebut. Kemudian, petani itu dipersilakannya duduk.
Rupanya, orang itu membawa sekantong kecil yang penuh buah anggur. Ia pun menyerahkan buah-buahan itu kepada Nabi SAW. “Wahai Rasulullah,” katanya, “ terimalah pemberianku yang tidak seberapa ini. Aku membawanya dari kebun tempatku bekerja.”
Beliau menerima hadiah tersebut dengan khidmat sambil mengucapkan terima kasih. Setelah duduk kembali, Rasul SAW menaruh sekantong buah itu di atas meja. Sebutir anggur lalu diambilnya, untuk kemudian dimakan oleh beliau.
Para sahabat yang hadir menatap makanan itu dengan penuh harap. Di luar dugaan, Nabi SAW tidak menawarkan satu pun dari buah tersebut kepada mereka. Tangan beliau terus mengambil setiap butir anggur itu.
Setiap memakannya, wajah Rasulullah SAW tampak berbinar. Bibirnya juga tersenyum. Melihatnya, petani miskin itu menjadi sangat senang. Apalagi, beliau menghabiskan seluruh anggur pemberiannya tanpa sisa.
Si pemberi merasa bahagia karena melihat Nabi SAW dengan lahap menghabiskan hadiahnya. Ia berpikir, anggur itu pastilah terasa sangat nikmat. Begitu enaknya, sampai-sampai beliau “lupa” menawarkan buah tersebut kepada para sahabat yang lain.
Sesudah itu, si petani pamit. “Aku harus kembali ke kebun, ya Rasulullah! Terima kasih telah menerima hadiah anggur dariku,” katanya.
Maka pergilah lelaki itu dengan hati yang lapang. Bukan main suka citanya. Sebab, ia melihat sendiri, bagaimana sosok semulia baginda Nabi SAW menikmati pemberiannya yang hanya sekantong buah anggur.
Sesudah petani itu menjauh dari pandangan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW. Mereka merasa sangat heran. Sebab, jarang-jarang beliau berbuat begitu. Biasanya, Nabi Saw membagikan apa saja hadiah yang diterimanya kepada kaum Muslimin yang membutuhkan.
Apalagi, mereka yang membersamainya saat itu sedang agak lapar. Di tengah terik matahari siang, tentu mulut akan terasa segar kalau mengunyah beberapa butir anggur.
“Ya Rasulullah,” kata seorang dari mereka memberanikan diri, “mengapa engkau makan sendirian buah anggur tadi? Mengapa sama sekali engkau tidak menawarkannya kepada kami?”
Rasulullah SAW tersenyum. Beliau lalu menjelaskan kepada mereka, “Aku memakan semuanya karena anggur-anggur itu terasa masam. Jika menawarkannya kepada kalian, aku khawatir nanti wajah kalian akan menunjukkan kesan tidak suka. Bila sampai begitu, tentu perasaan lelaki tadi akan tersinggung.”
Saudaraku, hikmah yang dapat dipetik dari kisah di atas adalah betapa menjaga perasaan orang lain adalah sebuah akhlaq yang dengan nyata dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Apalagi orang tersebut, sesuai kapasitasnya, sudah berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat baik dengan memberikan sesuatu yang menurut pandangannya sangat bernilai.
Kemampuan memberi seseorang yang mungkin dalam pandangan orang lain begitu kecil, sedikit atau mungkin tak berharga, tetaplah harus dihargai. Semoga kita dapat meneladani akhlaq Rasulullah SAW, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.