Oleh: H. Derajat
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wash-shalãtu was-salãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wa bihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.
Saudaraku yang dikasihi Allah SWT. Berikut ini kami sajikan sebuah kisah dimana Allah SWT mengangkat derajat seseorang hingga menjadi seorang wali dengan sebab seorang perempuan.
Siapa sangka jika ternyata berawal dari mabuk cinta dan kerinduan kepada perempuan, seseorang dapat diangkat menjadi Wali Allah.
Allah dengan mudah mengangkat derajat seseorang, termasuk mengangkatnya sebagai wali.
Contohnya ialah ‘Utbah Al-Ghulãm, ia merupakan salah satu murid dari Imam Hasan Al-Bashri.
Dalam kitab Shifatu Shafwah diterangkan bahwa ‘Utbah Al-Ghulãm dijuluki Al-Ghulãm karena kegigihan dan kesungguhannya pada waktu masih kecil.
Sedangkan dalam Kitab Hilyatul Auliyã bahwa dia dijuluki Al-Ghulãm karena ‘Utbah Al-Ghulãm seperti budak yang hidupnya hanya digadaikan untuk beribadah kepada Allah.
Kisah Cinta karena Mata Seorang Perempuan
Diceritakan bahwa sebab taubatnya ‘Utbah Al-Ghulãm hingga menjadi wali Allah adalah pada suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan ‘Utbah Al-Ghulãm melihat seorang perempuan yang cantik.
Kecantikan perempuan tersebut membuat ‘Utbah Al-Ghulãm jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sebelum menjadi wali, ‘Utbah Al-Ghulãm dikenal sebagai orang fasik orang yang rutin mengerjakan dosa besar. Siang malam ia hanya menenggak khamer, tiap hari kerjaannya mabuk.
Ketika selesai mabuk, ‘Utbah Al-Ghulãm membegal orang, malam harinya ia berzina. Begitu siklus hidupnya sebelum taubat dan menjadi wali.
Dikisahkan pada suatu waktu, ‘Utbah Al-Ghulãm sedang di luar rumah, ia menyusuri area daerah tempat tinggalnya. Kala asik berjalan-jalan, seketika matanya tertuju pada seorang wanita cantik.
Lama ia memandangnya, tak juga mau redup kelopak matanya melihat kecantikan wanita itu.
Inilah mungkin yang disebut cinta pada pandangan pertama, sejak pertama melihat gadis cantik itu, wajahnya selalu terbayang dalam pikiran ‘Utbah Al-Ghulãm.
Hayal demi hayal melintas di kepalanya, dengan menggenggam tangannya, pria tukang maksiat ini berkata “Aku harus memilikinya!”, begitu bulat tekad ‘Utbah Al-Ghulãm itu.
Singkat cerita, berangkatlah ‘Utbah Al-Ghulãm untuk mencari identitas sosok perempuan cantik itu.
Penyelidikan dan investigasi ia lakukan demi mengetahui siapa nama wanita itu. Atas tekad yang bulat itu, ‘Utbah Al-Ghulãm akhirnya menemukan ujungnya, ia tahu alamat dan tempat tinggal gadis itu.
Suatu malam, ‘Utbah Al-Ghulãm berangkat menuju kediaman gadis itu. Berbagai persiapan telah Ia bawa, niatnya ia pantang pulang sebelum memiliki bunga mawar nan cantik itu.
Sesampai di rumah perempuan cantik itu, ‘Utbah Al-Ghulãm mengutarakan maksud hatinya. Ia mengutarakan isi hatinya dengan jujur, ia telah jatuh cinta sejak melihat perempuan itu, siang malam wajah cantik itu terlintas di pikiran dan hatinya.
Kala itu jantungnya berdegup kencang di atas batas normal, ‘Utbah Al-Ghulãm telah dirasuki virus-virus cinta.
“Yang mana bagian tubuhku yang engkau suka? dan kamu anggap bagus? bagian mana dari tubuhku yang kamu cintai? sehingga kamu ingin memilikiku seutuhnya”, tanya perempuan itu.
‘Utbah Al-Ghulãm yang terjangkit virus cinta itu bertutur demikian:
“Aku tertarik dengan keindahan kedua bola matamu, keindahan matamu membuatku kagum, itu membuatku terbayang-bayang”, jawab ‘Utbah Al-Ghulãm.
Mendengar jawaban itu, seketika perempuan cantik itu mencongkel matanya. Ia keluarkan kedua bola matanya, seketika darah bersimpuh di hadapan ‘Utbah Al-Ghulãm, lantas kedua mata tersebut diletakkan di atas bejana kemudian ia serahkan pada ‘Utbah Al-Ghulãm.
“Lihatlah, sekarang aku, apakah engkau masih melihat keindahan di bola mataku? jika engkau pengagum keindahan mataku, silahkan nikmati itu sekarang”, tegas perempuan itu.
Betapa terkejutnya ‘Utbah Al-Ghulãm melihat apa yang diperbuat perempuan tersebut. Ia kemudian bangkit tersadar dari kelalaiannya dan bertaubat kepada Allah.
Sejak saat itu ‘Utbah Al-Ghulãm konsisten mendatangi majelis Hasan Al-bashri.
Pingsan Hingga Dua Kali
Pada suatu hari, ‘Utbah Al-Ghulãm mengikuti sebuah majelis yang diasuh oleh Syekh Hasan Al-Bashri. Saat itu, Syekh Hasan Al-Bashri membacakan satu ayat Al-Qur’an:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ ۞
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah…” (QS Al-Hadid [57]: 16)
Syekh Hasan Al-Bashri menjelasakan tafsir ayat itu dengan penjelasan yang baik dan menyentuh hati, orang-orang pun menangis mendengarnya. Lalu, berdirilah di antara mereka ‘Utbah Al-Ghulãm yang kala itu masih muda.
“Wahai Taqiyal Mukminin, akankah Allah menerima taubat orang yang jahat seperti diriku?” tanya ‘Utbah Al-Ghulãm kepada Syekh Hasan Al-Bashri.
“Ya, Allah akan menerima taubatmu dari perilaku jahat dan burukmu,” jawab Syekh Hasan Al-Bashri.
Mendengar jawaban dari Syekh Hasan Al-Bashri, seketika menjadi pucat wajahnya, bergetar giginya, ia berteriak keras lalu terjatuh pingsan.
Ketika ia sadarkan diri, Syekh Hasan Al-Bashri mendekat padanya mengucapkan beberapa sya’ir indah:
أَيَا شَابُّ لِرَبِّ الْعَرْشِ عَاصِيْ ♦ أَتَدْرِيْ مَا جَزَاءُ ذَوِي الْمَعَاصِيْ
سَعِيْرٌ لِلْعُصَاةِ لَهَا زَفِيْرٌ ♦ وَغَيْظُ يَوْمَ يُؤْخَذُ بِالنَّوَاصِيْ
فَإِنْ تَصْبِرْ عَلَى النِّيْرَانِ فَاعْصِهِ ♦ وَإِلَّا كُنْ عَنِ الْعِصْيَانِ قَاصِيْ
فِيْمَا وَقَدْ كَسَبْتَ مِنَ الْخَطَايَا ♦ وَوَهَنْتَ النَّفْسَ فَاجْتَهِدْ فِي الْخَلَاصِ
“Wahai pemuda maksiat, demi Tuhan yang memiliki ‘Arsy,
mengertikah engkau balasannya orang yang berbuat maksiat?”
“Adalah neraka Syi’ir bagi mereka, ia memiliki suara api,
menggelegar di saat ubun-ubun tergenggam”.
“Jika engkau bersabar atas neraka-neraka itu, silakan berbuat maksiat.
Bila tidak, jauhilah kemaksiatan”.
“Apapun semua kesalahan yang telah engkau kerjakan,
engkau sudah menggadaikan dirimu (di Neraka), maka bersungguh-sungguhlah untuk melepaskan diri”.
Seketika itu ‘Utbah Al-Ghulãm berteriak makin lantang, ia pun langsung jatuh pingsan untuk kedua kalinya.
Ketika sadar, ia kembali bertanya kepada Syekh Hasan Al-Bashri: “Wahai Syekh, apakah benar Tuhan Yang Maha Penyayang menerima taubatnya orang hina sepertiku ini?”.
“Tiada Dzat yang menerima taubat orang yang menyimpang kecuali Tuhan Yang Maha Memaafkan,” jawab Syekh Hasan Al-Bashri.
Mendengar jawaban bijak Syekh Hasan Al-Bishri, ‘Utbah Al-Ghulãm pun kemudian mengangkat kepalanya dan berdoa meminta tiga permintaan:
Pertama, Tuhanku, jika Engkau menerima taubatku dan mengampuni dosa-dosaku, maka muliakan aku dengan mudah paham mengenai ilmu dan Al-Qur’an.
Kedua, Tuhanku, muliakan aku dengan suara yang merdu, sehingga yang mendengar bacaanku semakin lunak hatinya sekalipun ia memiliki hati sekeras batu.
Ketiga, Tuhanku, berikan rizki yang halal padaku dari jalan yang tidak aku duga-duga.
Allah Ta’ala pun mengabulkan doanya, sehingga ia mudah paham dan hafal. Setiap orang langsung taubat jika mendengar bacaan Al-Qur’annya. Dan bahkan, setiap harinya ada semangkuk kuah kaldu dan dua potong roti, tanpa diketahui siapa yang menaruh di depan rumahnya.
Hal ini terus menerus sampai ia meninggal dunia. Inilah keadaan orang yang benar-benar kembali ke jalan Allah, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang baik perilakunya.
Sumber: Dari berbagai sumber