Home / Agama / Kajian / Mengenal Sifat-Sifat Allah Dalam Kitab ‘Aqidah Sanusiyah

Mengenal Sifat-Sifat Allah Dalam Kitab ‘Aqidah Sanusiyah

“Bagaimana mungkin orang bisa menyakini kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil eksistensi Allah, sementara ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah sebagai Tuhan dan para Rasul-Nya.”

Oleh: Admin*

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَاٰلِهِ مَعَ التَّسْلِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ فِى تَحْصِيْلِ الْعِنَايَةِ الْعَآمَّةِ وَالْهِدَايَةِ التَّآمَّةِ، آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

Bismillãhirrahmãnirrahîm
Wasshalãtu wassalãmu ‘alã Muhammadin wa ãlihî ma’at taslîmi wabihî nasta’înu fî tahshîlil ‘inãyatil ‘ãmmati wal-hidãyatit tãmmah, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn“.

Sahabatku yang dimuliakan Allah SWT, salah satu warisan ulama terdahulu adalah ilmu tentang bagaimana memahami Sifat-Sifat Allah SWT yang dapat menjadi pedoman untuk mencapai tauhid. Ilmu tentang hal itu dirangkum menjadi 20 Sifat Wajib Bagi Allah SWT.

Sejak masih kecil (TK/SD), kita mulai meniti Sifat 20 itu untuk sekedar menghafalnya. Kemudian banyak orang yang mengimprovisasikan hafalan Sifat 20 itu dengan langgam dan irama tertentu bahkan diiringi dengan musik. Namun, dari sekian banyak orang yang menghafalnya, mengkaji dan mendalami Sifat 20 tersebut tidaklah semudah dan sesederhana menghafalnya. Kedalaman dan keluasan mengkajinya seolah tiada bertepi. Setiap fase kajiannya seolah membawa si pengkaji selalu berada pada ‘ruang berpikir’ yang baru tentang Tuhan. Seolah fase kajian itu tiada berujung, seperti menapaki anak tangga, membuka tabir kesadaran tentang ketiadaan diri sang pengkaji.

Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini bahwa Allah itu bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna, dan mustahil bersifat sebaliknya. Para ulama kemudian menetapkan apa yang disebut (dalam istilah Jawa, red) Aqaid Seket (akidah 50 sebagaimana diterangkan dalam beberapa kitab akidah Ahlusssunnah wal Jama’ah adalah akidah tentang sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah; dan bagi para Nabi).

Konsep sifat wajib, mustahil, dan jaiz berangkat dari kenyataan, bahwa untuk membuktikan eksistensi mayoritas sifat tersebut meskipun terdapat dalil naqli berupa Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber akidah, tetap membutuhkan penalaran akal sehat, yang dalam konteks ini dikenal hukum ‘aqli (hukum akal) yang ada tiga, yaitu wajib, mustahil, dan jaiz ‘aqli. Terlebih bagi orang yang sama sekali belum percaya terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan maupun eksistensi para Rasul.

Bagaimana mungkin orang bisa menyakini kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil eksistensi Allah, sementara ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah sebagai Tuhan dan para Rasul-Nya? Tentu ia tidak akan bisa menerima Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil pembuktiannya.

Sebelum memahami konsep sifat wajib, mustahil, dan jaiz tersebut, bekerjanya akal pun dapat diringkas menjadi tiga:

  1. Wajib ‘aqli adalah segala hal yang menurut akal pasti adanya atau tidak dapat diterima ketiadaannya;
  2. Mustahil ‘aqli adalah segala hal yang menurut akal pasti tidak ada atau tidak diterima adanya;
  3. Jaiz ‘aqli adalah segala hal yang menurut akal bisa saja ada maupun tidak, atau diterima ada maupun ketiadaannya. Sifat gerak dan diam bagi makhluk dapat dijadikan permisalan dalam hal ini.

Ilustrasi wajib, mustahil, dan jaiz ‘aqli secara berurutan adalah: (1) akal pasti mengharuskan salah satu dari diam dan bergerak terjadi pada makhluk, (2) akal tidak akan membenarkan keduanya secara bersamaan tidak terjadi padanya; dan (3) akal menerima ada dan ketiadaan salah satunya dari makhluk. Demikian antara lain dijelaskan Syekh Muhammad as-Sanusi, dalam Syarh Umm al-Barahin.

Klasifikasi Sifat Wajib 20 Bagi Allah

Sifat-sifat wajib bagi Allah yang terdiri atas 20 sifat itu dikelompokkan menjadi 4 kategori, sebagai berikut:

1. Sifat Nafsiyyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyyah ini ada satu, yaitu

  • Wujûd (Ada).

2. Sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-sifat yang tidak sesuai, atau sifat yang tidak layak dengan kesempurnaan Dzat-Nya. Sifat Salbiyyah ini ada lima, yaitu:

  • Qidâm (Terdahulu Tanpa Permulaan),
  • Baqâ’ (Kekal Abadi),
  • Mukhâlafatu lil-hawâditsi (Berbeda dengan Makhluq-Nya),
  • Qiyâmuhu binafsihi (Berdiri dengan Sendiri-Nya), dan
  • Wahdâniyyah (Tunggal Dzat, Sifat dan Perbuatan-Nya).

3. Sifat Ma’ãni, yaitu sifat- sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk Sifat Ma’ãni ada tujuh yaitu:

  • Qudrah (Kuasa),
  • Irâdah (Kehendak),
  • ‘Ilmu (Pengetahuan),
  • Hayâh (Kehidupan),
  • Sama’ (Pendengaran),
  • Bashar (Penglihatan), dan
  • Kalãm (Firman).

4. Sifat Ma’nawiyyah, adalah kelaziman dari Sifat Ma’ãni. Sifat Ma’nawiyyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada Sifat Ma’ãni tentu ada Sifat Ma’nawiyyah. Bila Sifat Ma’ãni telah didefinisikan sebagai sifat yang ada pada sesuatu yang disifati yang otomatis menetapkan suatu hukum padanya, maka Sifat Ma’nawiyyah merupakan hukum tersebut. Artinya, Sifat Ma’nawiyyah merupakan kondisi yang selalu menetapi Sifat Ma’ãni. Sifat ‘Ilmu misalnya, pasti Dzat yang bersifat dengannya mempunyai kondisi berupa kaunuhu ‘âliman (keberadaannya sebagai Dzat yang Maha Mengetahui). Dengan demikian, Sifat Ma’nawiyyah juga ada tujuh sebagaimana Sifat Ma’ãni. Ketujuh Sifat Ma’nawiyyah tersebut yaitu:

  • Qadîrun (Maha Berkuasa),
  • Murîdun (Maha Berkehendak),
  • ‘Alîmun (Maha Mengetahui),
  • Hayyun (Maha Hidup),
  • Samî’un (Maha Mendengar),
  • Bashîrun (Maha Melihat), dan
  • Mutakallimun (Maha Berbicara).

Sifat Mustahil 20 Bagi Allah

Termasuk hal yang mustahil bagi Allah adalah 20 sifat kebalikan dari 20 sifat wajib sebelumnya, yakni:

1. ‘Adam (Tiada)
2. Ĥuduts (Baru/Terkemudian)
3. Fanâ’ (Rusak, Binasa)
4. Mumâtsalatul Lil-Ĥawâdits (Sama dengan Makhluq-Nya). Misal:

  • Berupa jirm (materi benda) yang butuh tempat kosong;
  • Berupa ‘irdh (sifat/tabiat/kelakuan) yang menempel pada jirm;
  • Berada di arah suatu jirm;
  • Mempunyai arah (di atas, di kiri, di selatan dsb.);
  • Dibatasi oleh ruang dan waktu;
  • Dzat-Nya disifati dengan hal-hal yang baru;
  • Disifati dengan kecil atau besar;
  • Mempunyai tujuan-tujuan dengan tindakan dan hukum-hukum-Nya. Jadi dalam penciptaan manusia dan adanya perintah kewajiban shalat, Allah tidak mempunyai tujuan-tujuan tertentu misal supaya mereka menyembah dan ingat kepada Allah. Namun semua itu mempunyai hikmah sehingga tidak sia-sia penciptaannya.

5. Iĥtiyâjuhu lighairih (tidak berdiri sendiri, butuh yang lain), misal berupa sifat yang ada pada satu tempat, atau membutuhkan pembuat (yang mewujudkan).
6. Ta’addud (berbilang, lebih dari satu, tidak esa). Misal:

  • Dzatnya mempunyai kembaran yang lain;
  • Benda-benda yang ada itu mempunyai peran dalam menyebabkan sesuatu disamping Allah sendiri. Jadi api itu tidak menyebabkan terbakar, pisau itu tidak menyebabkan terpotong, dan makanan itu tak menyebabkan kenyang, yang menyebabkan (muatstsir) itu semua adalah Allah sendiri.

7. ‘Ajz (lemah) dari segala yang mungkin (mumkin).
8. Karâhah (terpaksa). Mustahil Allah menjadikan satu bagian alam disertai rasa terpaksa atas terjadinya hal itu, dengan kata lain tanpa menghendakinya, atau menjadikannya karena lupa, karena sebab tertentu atau karena watak tabiatnya.
9. Jahl (bodoh, tidak mengetahui) terhadap segala yang ma’lum (diketahui).
10. Maut (mati)
11. Shamam (tuli)
12. ‘Amâ (buta)
13. Bukm (bisu)
14. ‘Ãjiz (Dzat yang lemah)
15. Kârih (Dzat yang terpaksa)
16. Jâhil (Dzat yang bodoh)
17. Mayyit (Dzat yang mati)
18. ‘Ashamm (Dzat yang tuli)
19. A’mâ (Dzat yang buta)
20. Abkam (Dzat yang bisu)

Sifat Jaiz Bagi Allah

Sifat Jaiz (wenang) Allah adalah fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu, yakni melakukan segala sesuatu yang mungkin atau meninggalkannya. Allah memiliki kebebasan untuk berbuat apa saja sekehendak-Nya.

Kedudukan Sifat Wajib 20

Substansi sifat-sifat wajib bagi Allah telah menjadi kajian ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dalam rentang sejarah sejak masa Abu al-Hasan al-Asy’ari (260-324 H/874-936 M) dan Abu Manshur al-Maturidi (238-333 H/852¬-944 M), al-Qadhi Abu Bakr al-Baqillani (338-403 H/950-1013 M), dan Imam al-Haramain (419-478 H/1028-1085 M), hingga sekarang.

Namun yang merumuskan secara praktis menjadi 20 Sifat Wajib bagi Allah adalah al-Imam Muhammad bin Yusuf bin Umar bin Syu’aib as-Sanusi al-Hasani (832-895 H/1428-1490 M), asal kota Tilmisan (Tlemcen) Aljazair, seorang yang multidisipliner: Muhaddits, Mutakallim, Manthiqi, Muqri’, dan pakar keilmuan lainnya.

Dalam al-‘Aqidah as-Sughra yang terkenal dengan judul Umm al-Barahin, Imam as-Sanusi mengatakan:

فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُوْنَ صِفَةً .

“Maka di antara sifat wajib bagi Allah Tuhan Kita-Yang Maha Agung dan Maha Perkasa-adalah 20 sifat.”

Dalam ranah keimanan terhadap Allah secara umum setiap Mukallaf wajib meyakini sifat Wajib, Mustahil, dan Jaiz bagi-Nya. Sehingga ia harus:

  1. Meyakini secara mantap tanpa keraguan, bahwa Allah pasti bersifat dengan segala kesempurnaan yang layak bagi keagungan-Nya.
  2. Meyakini secara mantap tanpa keraguan, bahwa Allah mustahil bersifat dengan segala sifat kekurangan yang tidak layak bagi keagungan-Nya.
  3. Meyakini secara mantap tanpa keraguan, bahwa Allah boleh saja melakukan atau meninggalkan segala hal yang bersifat Jaiz (Mumkin), seperti menghidupkan manusia dan membinasakannya.

Inilah akidah yang harus diyakini secara umum. Selain itu, setiap Mukallaf wajib meyakini secara terperinci sifat wajib 20 yang menjadi sifat-sifat pokok kesempurnaan (Shifat Asâsiyyah Kamâliyyah) Allah sebagai Tuhan, 20 sifat Mustahil, dan satu sifat Jaiz bagi-Nya. Namun hal ini bukan berarti membatasi sifat Allah sebagaimana disalahpahami sebagian orang, tetapi karena sifat-sifat ini yang sering diperdebatkan di sepanjang sejarah umat Islam, maka dengan menetapkannya menjadi jelas bahwa Allah bersifat dengan segala kesempurnaan dan tersucikan dari segala kekurangan.

Sifat Wajib 20 Tidak Membatasi Kesempurnaan Allah

Apakah sifat wajib 20 membatasi kesempurnaan Allah? Jawabannya adalah bahwa sifat 20 itu tidak membatasi kesempurnaan Allah yang tidak terbatas. Justru sifat wajib 20 itu merupakan sifat-sifat pokok kesempurnaan Allah yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mampu diketahui oleh manusia secara menyeluruh.

Imam as-Sanusi dalam Syarh Umm al-Barahin menjelaskan:

(ص) فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلاَنَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُوْنَ صِفَةً (ش) أَشَارَ بِمِنْ التَّبْعِيْضِيَّةِ إِلَى أَنَّ صِفَاتِ مَوْلَانَا جَلَّ وَعَزَّ الْوَاجِبَةَ لَهُ لَا تَنْحَصِرُ فِيْ هَذِهِ الْعِشْرِيْنَ، إِذْ كَمَالَاتُهُ تَعَالَى لَا نِهَايَةَ لَهَا، لَكِنْ الْعَجْزُ عَنْ مَعْرِفَةِ مَا لَمْ يَنْصُبْ عَلَيْهِ دَلِيْلٌ عَقْلِيٌّ وَلَا نَقْلِيٌّ لَا نُؤَاخِذُ بِهِ بِفَضْلِ اللّٰهِ تَعَالَى

“Kitab Asal (Umm al-Barahin) berisyarat dengan huruf Min Tab’îdhiyyah untuk menunjukkan, bahwa sifat-sifat Allah –Jalla wa ‘Azza– tidak terbatas pada 20 sifat ini, sebab kesempurnaan-Nya tidak terbatas, namun ketidakmampuan mengetahui sifat-sifat yang tidak terjelaskan oleh dalil ‘aqli dan naqli membuat kita tidak disiksa karenanya, berkat anugerah Allah Ta’ala.”

Sahabatku terkasih, semoga Allah SWT limpahkan kita kepahaman tentang-Nya dan diberikan perkenanan untuk menjumpai-Nya. Karena menjumpai-Nya merupakan peluang pengharapan yang diberikan juga oleh-Nya. Firman-Nya:

قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰٓى اِلَيَّ اَنَّمَآ اِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ رَبِّهٖ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَّلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهٖٓ اَحَدًا ࣖ ۞

“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 110)

Ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn.

_________

Source: Dimodifikasi dari “Dalil dan Penjelasan tentang 20 Sifat Wajib Bagi Allah“, NU Online.

 

About admin

Check Also

Amalan Nisfu Sya’ban Berjama’ah

“Salah satu amalan yang sudah mentradisi di Indonesia adalah membaca Surat Yasin tiga kali pada ...