DR. Stefanus Wiji Suratno, PhD, DTh (c)
Pengamat, Dosen dan Praktisi Pencegahan Kejahatan.
Chief of Desk Economic Crime
Crime Prevention Foundation.
Penerimaan pajak Indonesia pada tahun 2012 lebih kurang 1.300 trilyun, bila kita rata-ratakan berarti transaksi keuangan korporasi, perorangan dan pemerintah adalah 13.000 trilyun untuk pendapatan dari pajak pertambahan nilai. Dari hitungan kasar ini jelas terjadi banyak penyimpangan dalam pembayaran pajak baik itu dilakukan oleh korporasi, perorangan maupun badan-badan usaha milik pemerintah. Bila hal ini dibiarkan maka kejahatan akan terus berkembang dan terjadi di seluruh pelosok penjuru nusantara ini. Tugas penanganan kejahatan ini sudah dibagi tugas-tugasnya yaitu untuk kejahatan umum ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan sedangkan untuk kejahatan korupsi ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sampai di tingkat mana para institusi itu dapat bekerja secara optimal? Tentu dengan data penerimaan pajak tersebut diatas jelas usaha masih belum optimal. Untuk membatasi penulisan ini kejahatan yang kita bahas kali ini adalah kejahatan korporasi karena kejahatan korporasi ini lebih sulit dilacak dibandingkan dengan kejahatan perusahaan pemerintah dan perorangan. Hal ini disebabkan karena liku-liku dalam korporasi sangat kompleks dan dilakukan secara terencana dan profesional dengan mencari loop hole dari peraturan pemerintah yang telah ditetapkan.
Untuk itu mari kita simak apa saja kejahatan yang dilakukan oleh korporasi?
Kejahatan korporasi terdiri dari : Conflict of Interest, Pembukuan Ganda, Kejahatan Teknologi, Korupsi dan Pencurian Aset.
Pertama Conflict of Interest, konflik kepentingan ini dimulai dengan penunjukkan pejabat eksekutif dari internal family atau keluarga. Entah itu dari ayah , ibu, mertua, besan, anak, menantu, cucu, cucu menantu, keponakan dan hubungan keluarga lainnya seperti ipar, sepupu dan lain-lain. Penunjukkan pejabat eksekutif ini biasanya untuk mengamankan visi, misi dan rencana tersembunyi ( hidden plan ) dari pendiri perusahaan. Outsider directors biasanya bisa ditunjuk bila sudah teruji kesetiaan dan kepatuhan terhadap pendiri. Hal ini banyak terjadi di Bank-bank sehingga banyak bank-bank yang bangkrut saat menghadapi krisis karena semua diatur sedemikian rupa sehingga pengawas yaitu Bank Indonesia tidak bisa mendeteksi secepat mungkin. Saat terjadi krisis 1998 betapa banyak perusahaan perbankan yang bobrok karena kejahatan konflik kepentingan ini sehingga kredit yang seharusnya disalurkan ke masyrakat tapi kenyataannya disalurkan di group sendiri. Cara-cara ini sekarang sudah mulai berkurang karena peraturan Bank indonesia yang sangat ketat sekali sehingga tidak dimungkinkannya dilakukan lagi dimana Bank Indonesia melarang President Director berasal dari keluarga, harus benar-benar independent. Jumlah komisaris dan direksi yang ada hubungan terkait harus minoritas bukan mayoritas. Tapi untuk perusahaan-perusahaan terbuka masih terlihat conflict of interest ini belum ada larangan tegas seperti di dunia perbankan. Kita bisa lihat ada perusahaan televisi yang direksi dan komisarisnya masih dikuasai oleh hubungann keluarga sehingga outsider directors hanya sebatas nama saja untuk kekuasaan dan wewenangnya. Pengambilan keputusansemua kegiatan masih tetap pemilik sehingga apa yang diinginkan pemilik maka pemilik itu saja yang mengambil keputusan. Dalam hal ini Bapepam harusnya dengan munculnya OJK ( otoritas jasa keuangan ) bisa melakukan perubahan peraturan seperti yang dilakukan oleh bank Indonesia sehingga keinginan pemilik yang berusaha melakukan kejahatan perusahaan dapat dicegah melalui peraturan-peraturan yang ketat. Banyak juga terjadi permainan harga saham yang dilakukan oleh pemilik seolah-olah banyak investor yang beli sehingga harga saham bergolak naik, padahal saham tersebut dibeli oleh groupnya sendiri dengan nama Outsider directors atau karyawan karena wewenang pemilik masih tak terbatas. Saat harga naik lalu saham tersebut dijual semua sehingga harga turun dan para investor external akan mengalami kerugian besar padahal kegiatan perusahaan tidak ada perubahan alias statis saja. Saran penulis, segera OJK mengatur perusahaan-perusahaan yang ditengarai melakukan kejahatan korporasi dengan mengaudit pembayaran pajaknya dan di cek secara akurat transaksi-transaksi fiktifnya.
Kedua, Pembukuan Ganda. Pembukuan ganda ini banyak dilakukan oleh family ownership tujuannya adalah memperkecil pembayaran pajak. Sekarang ini lebih canggih lagi yaitu dengan mendirikan Yayasan sehingga aliran dana ke yayasan perlu diteliti secara cermat. Karena bila sudah menggunakan Yayasan biasanya control masyarakat sudah putus karena masyarakat pikir yayasan akan menyumbangkan dananya untuk membantu kegiatan sosial seperti bea siswa, banjir, kebakaran, khitanan masal, pengobatan massal dan lainnya. Padahal semua itu adalah kegiatan kejahatan yang disembunyikan oleh pemilik dengan mengelabuhi seolah-olah sebagai kegiatan Corporate Social Responsibility. Kalau mau terbuka secara benar semua itu tindakan kejahatan yang dilakukan oleh pemilik untuk mengambil deviden dengan membayar pajak sekecil-kecilnya dan juga Yayasan dijadikan sebagai sarana untuk kegiatan Pencucian Uang sehingga terhindar dari pengawasan masyarakat dan pajak. Bila petugas pajak datang biasanya pembukuan yang palsu yang ditunjukkan, tapi kalau untuk menilai prestasi Outside directors maka yang asli yang digunakan. Memang hal ini sulit untuk membuktikannya karena semua dokumen penting sebagai alat bukti disimpan oleh pemilik dan orang-orang yang dipercaya oleh pemilik untuk mengamankan. Ini adalah pekerjaan rumah buat petugas pajak untuk mengecek kejahatan perusahaan melalui pembukuan ganda, Seandainya ditemukan oleh petugas pajak maka jalan damai akan ditempuh oleh pemilik dengan memberikan gratifikasi atau suap kepada petugas pajak yang imannya sangat rendah sehingga mudah tergiur dengan pemberian uang suap tersebut.
Kita bisa lihat pembelian pulsa atau transaksi lainnya melalui mesin ATM seharusnya dikenakan PPN tapi kenyataannya semua bisa di negosiasi antara perusahaan dan petugas pajak. Hal ini juga bisa menjadi pekerjaan rumah buat Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit kembali kejujuran dari institusi perpajakan apakah mereka sudah melakukan audit secara benar atau tidak.
Ketiga adalah Kejahatan Teknologi. Kejahatan teknologi ini memang harus diperiksa oleh petugas yang benar-benar mengerti tentang Information Techonology. Petugas yang kemampuannya mengaudit secara manual maka tidak akan menemukan kejahatan melalui teknologi ini. Biasanya institusi audit terkait akan membentuk audit keuangan, audit perusahaan, audit manajemen dan audit IT. Pembukuan ganda bisa dilakukan juga dengan IT sehingga program dibuat ganda untuk yang resmi ke pajak dan yang tidak resmi ke laporan direksi ke pemilik. Beberapa negara sudah melakukan antisipasi dengan cara mendidik petugas pajak untuk mengerti tentang akuntansi dan IT lalu ditugaskan untuk melamar sebagai karyawan perusahaan-perusahaan besar. Setelah mereka diterima sebagai karyawan maka mereka mendapat dua status yaitu sebagai karyawan pajak dan sebagai karyawan perusahaan besar. Setelah beberapa tahun tidak dicurigai maka petugas bisa mengcopy semua kegiatan perusahaan , atas dasar informasi karyawan tersebut maka dapat tertangkap tangan karena memiliki bukti dan akses langsung. Di Indonesia sepertinya juga sudah dilakukan untuk menekan perusahaan-perusahaan keluarga yang senang melakukan kejahatan perusahaan melalui kejahatan teknologi,
Keempat, Korupsi. Kejahatan korupsi ini sangat kompleks sekali dilakukan oleh perusahaan yaitu melalui pendirian anak perusahaan di luar negeri untuk menghindari pajak dan melakukan transaksi fiktif. Misalkan ada penjualan asset yang nilai jualnya berlipat-lipat ganda dibanding nilai buku. Atas selisih tersebut perusahaan seharusnya membayar pajak penghasilan atas selisih nilai jual dan nilai beli. Tapi untuk menghindari pajak perusahaan bisa melakukan penandatanganan jual beli ke luar negeri sehingga sesuai peraturan negara tersebut maka pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil. Bisa juga perusahaan melakukan transaksi dengan keuntungan yang besar maka untuk bisa memperkecil pembayaran pajak seolah-olah ada transaksi ekspor impor dimana perusahaan menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan cabang diluar negeri lalu perusahaan diluar negeri mengirim dokumen seolah-olah ada transaksi ekspor impor. Dengan demikian perusahaan akan mencatat sebagai impor barang sehingga tidak ada pembayaran pajak. Jadi strategi pembukaan cabang di luar negeri adalah untuk mengelabuhi pembayaran pajak di dalam negeri karena ada loop hole peraturan di luar negeri. Di perbankan juga sama dengan pendirian cabang bank di Cayman Island, Nassau, Solomon Island semua itu adalah korupsi yang dilakukan oleh perusahaan karena ada loop hole yang secara hukum terlindungi. Banyak sekali di Wealth Management atau Private banking menampung nasabah2 yang berniat melakukan money laundring sekaligus menghindari pembayaran pajak penghasilan atas bunga deposito. Ini adalah pekerjaan rumah dari Bank Indonesia yang bisa bekerja sama dengan direktorat jenderal pajak untuk menangkap perusahaan-perusahaan atau bank-bank yang berusaha menghindari pajak. Kejahatan korupsi ini banyak sekali dilakukan dengan banyak pula modus operandinya. Saya pernah ke nassau, dan ternyata ada bank-bank swasta di Indonesia yang memiliki cabang di nassau pada kenyataannya tidak ada plang namanya di nassau, disana banyak sekali nama-nama bank tapi yang bertransaksi tidak banyak mungkin banyak dilakukan dinegara-negara asal yang berupa transaksi fiktif atau akal-akalan saja. Pemerintah dapat melakukan cross check dan audit langsung bank-bank yang melakukan korupsi atau melindungi perbuatan pencucian uang ini. Korupsi lain adalah pembayaran pajak atas PP Service 10 persen yang dikenakan pada konsumen, Pada kenyataannya perusahaan-perusahaan tersebut tidak membayar seperti yang dibebankan kepada semua konsumen, lihat saja restaurant2 pasti mengenakan 10% pajak pada pembeli tapi tidak disetorkan ke pajak, hal ini juga merupakan korupsi2 yang harus diberantas sehingga APBN kita bisa meningkat. Korupsi lainnya yaitu pendirian anak cabang oleh ATPM-ATPM hal ini dilakukan agar bisa menunda pembayaran PPN maupun PPnBm selalu beberapa hari atau beberapa bulan sehingga uang dapat diputarkan terlebih dahulu untuk mencari keuntungan. Kejahatan perusahaan juga banyak dilakukan di perusahaan televisi dengan menukarkan sejumlah biaya iklan dengan biaya lainnya dengan kontrak. Secara hukum benar tapi pada kenyataannya adalah gratifikasi atau korupsi yang diputar-putar sehingga seolah-olah tidak terjadi korupsi atau tindak kejahatan.
Kelima adalah pencurian asset. Pencurian asset ini banyak dilakukan oleh perusahaan keluarga dengan cara semua keperluan komisaris dan direksi dari perusahaan keluarga atas nama keluarga atau pribadi kemudian saat masa pembukuan sudah habis maka di write off dan uang tidak masuk ke perusahaan tapi masuk ke kantong pribadi keluarga. Hal ini bisa dalam pembelian mobil, rumah atau asset lainnya. Pencurian asset juga dilakukan oleh perusahaan keluarga dengan membebankan semua biaya rumah tangga keluarga ke perusahaan baik dalam bentuk biaya pesta, biaya keluar negeri, biaya hidup sehari-hari dan biaya kebutuhan rumah tangga semua masuk ke biaya perusahaan. Dengan demikian gaji mereka utuh karena pengeluaran biaya dibebankan ke perusahaan. Memang ini biaya kecil dibandingkan biaya lainnya, tapi bisa dimasukkan dalam kategori pencurian asset perusahaan oleh keluarga agar pajak perusahaan menjadi lebih kecil.
Dari kelima kejahatan perusahaan diatas bila dikumpulkan di seluruh Indonesia seharusnya dapat meningkatkan peningkatan pembayaran pajak sehingga APBN kita bisa lebih bagus lagi. Dengan memberantas kejahatan korporasi maka korupsi juga akan menjadi lebih rendah sehingga pemerintahan yang bersih dan berwibawa akan terwujud. Tapi bila dalam hal yang kecil saja tidak diatasi maka kejahatan-kejahatan lainnya akan semakin meraja lela. Hal ini berlum termasuk kejahatan perusahaan yang dilakukan dengan melakukan suap, pemberian gratifikasi baik secara tunai maupun non tunai seperti membiayai perjalanan keluar negeri untuk pejabat dan keluarganya termasuk biaya oleh-olehnya dan semua akan dibebankan ke perusahaan. Komisi pemberantasan korupsi dapat merenungkan tulisan ini dan terus mengembangkannya sehingga kejahatan korupsi dari semua lini dapat ditekan habis sampai ke akar-akarnya.
Penulis,