اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ
Assalãmu ‘alaikum wa rahmatu ‘l-Lãhi wa barakãtuh
Bismillãhi ‘r-Rahmãni ‘r-Rahîm. Al-hamdu lillãhi Rabbi ‘l-‘Ãlamîn. Allãhumma shalli wa sallim ‘alã Sayyidinã Muhammadin wa ‘alã ãlihî wa shahbihî ajma’în. Ammã ba’du.
Saudaraku yang terkasih dan semoga dilimpahkan kepada kita Kasih Sayang Allah, di manakah sesungguhnya letak hati?
Raden Ngabehi Ronggowarsito, dalam Wirid Ma’lumat Jati, yang telah dialihaksarakan dari Aksara Jawa Krama ke Aksara Latin oleh Raden Kusuma Tanoyo, memaparkan tujuh lapis badan manusia, yaitu Hayyu, Nur, Sirr, Ruh, Nafsu, Akal, Jasad, tanpa menyebutkan di mana Hati berada. Kami berkeyakinan, Pujangga Karaton Surakarta Hadiningrat ini bukan hendak menyembunyikan keilmuan, melainkan karena hati memang tersembunyi.
Hati tersembunyi di mana? Siapakah yang menyembunyikannya?
Dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiya ‘l-Lãhu ‘Anhu, dalam Hadits Riwayat Muslim, Rasulullah Muhammad Shalla ‘l-Lãhu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ بَيْنَ أَصْبِعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمٰنِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَآءُ
”Sesungguhnya hati anak keturunan Adam berada di antara dua jemari dari Jari-Jemari Ar-Rahman, Dia membolak-balikkannya sebagaimana yang Dia Kehendaki.”
Berkaitan dengan kenyataan itu, Ummu Salamah, istri Kangjeng Nabi, mengatakan kepada Syahr bin Hawsyab, bahwa inilah doa yang paling sering dihaturkan Rasulullah Shalla ‘l-Lãhu ‘Alaihi Wa Sallam:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
”Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkankah hatiku di atas agama-Mu.”
Menjadi lebih terang mengapa Raden Ngabehi Ronggowarsito tidak menuliskan di mana hati bersemayam karena, jika merunut Pangandikandalem Kangjeng Nabi, Allah-lah yang merahasiakannya di antara Jari-Jemari Ar-Rahmãn. Betapa pun banyak diperoleh tanda-tanda bahwa hati terletak di dada manusia, namun bukankah kita pun pernah mendengar kiasan bahwa ada saja manusia yang sudah tidak punya hati lagi? Na’ûdzu bi ‘l-Lãhi min dzãlik.
Semoga hati kita tergolong hati yang diliputi dengan Pakaian Kebesaran Ar-Rahmãn, hati yang sangat mulia, di mana Allah meletakkan Petunjuk-Nya kepada siapa pun yang Dia Kehendaki, dan dengan Petunjuk itulah kita beriman kepadaNya. Dan dengan iman dari Allah kepada Allah itulah hati kita menjadi tenteram dalam kesadaran selalu mengingat Allah, sebagaimana Firman-Nya dalam Q.S. Ar-Ra’d (13) : 28:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ۞
”Yaitu orang-orang yang beriman, dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Rasulullah Muhammad Shalla ‘l-Lãhu ‘Alaihi Wa Sallam, dalam Hadits Riwayat Al Hakim, mengibaratkan iman dalam hati manusia laksana pakaian. Beliau bersabda:
إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ، فَاسْأَلُوا اللّٰهَ أَنْ يُجَدِّدَ الْإِيمَانَ فِيْ قُلُوْبِكُمْ
”Sesungguhnya iman di dalam hati manusia bisa menjadi lapuk, sebagaimana pakaian yang bisa usang, maka mohonlah kepada Allah untuk memperbarui iman di dalam hatimu.”
Sabda Nabi ini mengingatkan kami pada Pangandikanipun Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV. Pada Pupuh Pangkur, dalam Serat Wedhatama yang termasyhur, Beliau berpesan bahwa agama adalah pakaian bagi kemuliaan, bagi manusia yang mulia, agama ageming aji.
Mingkar mingkuring angkara
Akarana karenan mardisiwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap ing Tanah Jawa
Agama ageming aji
Terjemah bebas:
Menghindarlah dari sifat angkara (sejak dini)
Dikarenakan (setiap kita) kelak mendidik anak
Bingkailah (ajaran kemuliaan) dalam keindahan lagu
Hiaslah dengan syair-syair indah
Supaya berkembang budi pekerti yang berdasarkan ilmu luhur
(Yaitu) ilmu yang bagi orang di Tanah Jawa
(bersumber dari) agama sebagai pakaian bagi orang-orang yang mulia
Tanpa perlu bertanya, atau mempertanyakan kepada siapapun, kita tentu menginginkan kebaikan, bukan keburukan. Apalagi jika itu berhubungan dengan anak-anak kita. Mana ada orangtua yang mengharapkan keburukan bagi anaknya? Sebagaimana buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, ikhtiar kita untuk menjaga dan mengelola hati sesunggguhnya adalah perjuangan kita bukan hanya untuk hari ini, melainkan juga untuk masa depan.
Kami mengajak diri kami pribadi, dan saudara-saudaraku yang mulia, mari bebaskan hati kita dari jerat nafsu. Temukan hati dan muliakan. Jika bukan untuk diri kita sendiri, mari kita segerakan ini untuk anak-anak kita.
Wallãhu a’lam bish-shawãb.
وَاللهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيْقِ
Wa ‘l-Lãhu al-muwaffiq ilã aqwami ‘t-tharîq.
Wassalãmu ‘alaikum warahmatu ‘l-Lãhi wabarakãtuh
___________________
Ditulis pada Minggu malam Senin Legi, 10 Sura Tahun Ehe 1956 atau 10 Muharam 1444 Hijriyah yang bertepatan dengan 7 Agustus 2022.
Oleh: K.P.H.A. Panembahan Pakoenegoro | R.M. Hartawan Candra Malik