Home / Agama / Kajian / Mengenal Badan Ruhani (3)

Mengenal Badan Ruhani (3)

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهٖ وَصَحْبِهٖ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ

Assalãmu ‘alaikum wa rahmatu ‘l-Lãhi wa barakãtuh
Bismillãhi ‘r-Rahmãni ‘r-Rahîm. Al-hamdu lillãhi Rabbi ‘l-‘Ãlamîn. Allãhumma shalli wa sallim ‘alã Sayyidinã Muhammadin wa ‘alã ãlihî wa shahbihî ajma’în. Ammã ba’du.

Saudaraku yang mulia dan senantiasa memuliakan Allah dan Rasul-Nya.

Dari An Nu’man bin Basyir Radhiya ‘l-Lãhu ‘Anhu, Rasulullah Muhammad Shalla ‘l-Lãhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim:

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ .

Ingatkah bahwa di dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah pula seluruh jasad itu. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati (jantung).

Hati dahsyat pengaruhnya bagi jasad, tapi entah kenapa Raden Ngabehi Ronggowarsito tidak menyebutkannya dalam tujuh lapis manusia. Dalam Wirid Ma’lumat Jati, yang telah dialihaksarakan dari Aksara Jawa Krama ke Aksara Latin oleh Raden Kusuma Tanoyo, Pujangga Karaton Surakarta Hadiningrat itu menguraikan Hayyu, Nur, Sirr, Ruh, Nafsu, Akal, Jasad. Tanpa hati. Padahal hati bahkan bertingkat sampai empat.

Mustahil kiranya jika beranggapan bahwa Ronggowarsito tidak tahu menahu perkara hati. Bagus Burham, demikian nama kecil putra Raden Mas Ngabehi Pajangsworo dan Nyai Ajeng Ronggowarsito, ini mengaji pada Ki Ageng Besari di Tegalsari, Ponorogo. Kelak di kemudian hari, Sang Ronggowarsito III ini menjadi mahaguru paling mahsyur dalam olah kebatinan, olah rasa. Betapa muskil ia tak tahu di mana letak hati, di lapis keberapa.

Niscaya, yang lebih tepat, Ronggowarsito tidak memberitahu di mana letak hati. Ia berharap siapa pun menemukannya sendiri. Atau, ia mengecoh dengan memasukkan nafsu sebagai satu di antara tujuh lapis manusia. Padahal, bukankah nafsu adalah anasir luar yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui jalan penginderaan? Oleh akal ditransferkan ke dalam hati, yang terus-menerus hingga penuhlah dengan nafsu. Rusaklah hati. Na’ûdzu bi ‘l-Lãhi min dzãlik.

Hati adalah rumah persemayaman segala rasa. Rasa benar, rasa salah. Rasa baik, rasa buruk. Rasa tinggi hati, rasa rendah hati. Rasa senang, rasa sedih. Rasa syukur, rasa kufur. Rasa sabar, rasa gusar. Rasa berserah, rasa berontak. Rasa berani, rasa takut. Rasa percaya, rasa ragu. Dan lain-lain, dan seterusnya. Segala gerak-gerik ruhani yang menggerakkan jasmani, berumah di hati. Hati adalah jantung bagi badan ruhani manusia.

Bilamana dikuasai oleh nafsu, bagaimana hati akan bicara? Jangan-jangan, hati terus-menerus menjerit, merindukan kebenaran dan kebaikan, namun kita tak lagi peduli. Bilamana kepala dipenuhi dengan pikiran-pikiran duniawi dan jadilah ia keinginan untuk menguasai, bagaimana kita mendengarkan kata hati? Benarlah ternyata kita tak butuh orang lain untuk menyakiti hati kita. Setiap hari kita melakukannya sendiri.

Dalam Hadits Riwayat Ahmad, Rasulullah Muhammad Shalla ‘l-Lãhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ (ثَلَاثَ مَرَّاتٍ) الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ

Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada hatimu, mintalah fatwa pada hatimu, mintalah fatwa pada hatimu, karena kebaikan adalah yang membuatmu tenang. Dan dosa adalah yang membuatmu bimbang dan goncang dadamu. (Mintalah fatwa pada hatimu) walau pun kau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa.

Separipurna dari Perang Badar, Rasulullah Muhammad Shalla ‘l-Lãhu ‘alaihi wa Sallam mengingatkan para sahabat:

رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ

Sepulang dari jihad kecil, kalian menuju jihad besar. Lalu, sahabat bertanya,” Apakah jihad besar itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: jihad (memerangi) hawa nafsu (dalam diri sendiri).

Nafsu, oh, nafsu, siapakah sesungguhnya kau? Kaukah aku? Ataukah kau menjelma aku hingga aku kehilangan diriku sendiri, dan tak lagi kenal diri?

أَعُوذُ بكَ منْ شَرِّ نَفسي وشَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكهِ

(Ya Allah). Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan diriku sendiri dan kejahatan setan dan para sekutunya.

Wallãhu a’lam bish-shawãb.

وَاللهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيْقِ

Wa ‘l-Lãhu al-muwaffiq ilã aqwami ‘t-tharîq.
Wassalãmu ‘alaikum warahmatu ‘l-Lãhi wabarakãtuh

_________________

Ditulis pada Sabtu malam Minggu Kliwon, 9 Sura Tahun Ehe 1956 atau 9 Muharam 1444 Hijriyah yang bertepatan dengan 6 Agustus 2022.

Oleh: K.P.H.A. Panembahan Pakoenegoro | R.M. Hartawan Candra Malik

About admin

Check Also

Kisah Sayyidah Aminah Saat Mengandung Rasulullah SAW

“Bertebaran petunjuk dan cahaya, betapa haru biru perasaan Sayyidah Aminah saat mengandung bayi Nabi Suci ...